Jumat, 19 Desember 2014

Absolute Husband

Diam diam aku berharap suamiku kelak adalah seorang dosen. Dia seorang yang pekerja keras dan sangat sibuk. Memiliki banyak kegiatan yang bermanfaat, bertemu dengan banyak orang, memiliki banyak teman dan disegani orang lain. Dia adalah seorang yang meskipun sangat sibuk selalu berusaha meluangkan waktu bersama keluarga, memanjakan istri, mengawasi anak-anak, dan memperhatikan keluarga besar. Dia adalah seorang yang penyayang, penyabar dan memiliki iman yang kuat serta selalu mawas diri dan bisa menjaga diri sendiri. Dia adalah seorang yang meskipun merasa lelah, selalu berusaha tersenyum dan memeluk istri dengan hangat. Dia adalah seorang yang tegas dan bertanggung jawab, yang selalu berpikir dahulu sebelum bertindak, dan memikirkan orang lain. Dia jujur, tulus dan berterus terang. Dia seorang yang tidak banyak bicara tetapi dia tidak segan mengatakan isi hatinya, rasa tidak puasnya, amarahnya dan emosi lainnya dengan cara yang masuk akal. Dia seorang yang tahu bagaimana membuat orang lain merasa nyaman dengannya. Dia seharusnya seorang pendengar yang baik. Dia adalah seorang yang setia dan memiliki komitmen yang kuat. Dia seorang yang senang mengajak istri dan anak-anaknya berpetualang, melakukan kegiatan keluarga bersama dan  bepergian bersama-sama. Dia seorang yang tidak banyak mengeluh dan menghadapi saja apapun dalam hidupnya apa adanya. Dia seorang yang selalu bangga dengan apa yang dimilikinya.

Dia mungkin sosok yang terlalu sempurna. Karena itulah kupikir dia tidak mungkin ada di dunia ini. Karena aku tahu dia tidak pernah ada, makanya aku tidak pernah berpikir untuk mencari orang seperti dia. Aku hanya menerima seorang yang seperti apa yang kutemui. Cocok tidaknya itu masalah nanti. Tergantung pada visi yang kulihat. Karena ketika menjalin hubungan dengan seseorang, seketika itu aku sudah tahu masa depan seperti apa yang akan aku hadapi bersama orang itu. Tinggal aku yang memutuskan apakah aku akan bertahan untuk menghadapi visi itu atau tidak. Seberapa kuat aku bertahan, tergantung dari orang itu, seberapa kuat dia berusaha, seberapa kuat persiapannya menghadapi masa depan itu. Dan karena visi itu, aku harus membuat keputusan yang sulit. Meski aku sudah tahu bahwa masa depanku tidak bahagia, tidak mudah untuk memutuskan sebuah hubungan. Masalahnya adalah, orang itu tidak melihat apa yang kulihat. Orang itu tidak merasakan apa yang kurasa. Orang itu tidak memikirkan apa yang kupikirkan. Karena itulah sebuah hubungan menjadi sangat rumit. Meskipun pada dasarnya aku hanya bisa melihat tetapi tidak bisa membuktikan kebenaran dari visi itu, dalam hatiku itulah keyakinan yang ada. Dan orang itu tidak tahu kekhawatiranku. Tidak berusaha memahami. Pada dasarnya setiap orang selalu sama. Satu hal yang selalu membuatku angkat tangan dan menyerah. Manusia itu tidak lebih dari seonggok daging yang memiliki sifat asli hanya mementingkan diri sendiri. Aku juga termasuk di dalamnya. Mengingat bahwa aku manusia.

Kembali lagi pada topik Absolute Husband. Menemukan suami atau pasangan bisa diibaratkan seperti sedang mencari pakaian. Ada banyak sekali yang sesuai dengan ukuranku,  ada banyak warna, motif dan bentuk yang kusukai, tapi ada juga pakaian yang tidak bisa kutemui diantara semua pakaian itu. Itulah dia yang sebenarnya sedang kucari. Orang lain mungkin akan menggantikan pakaian yang tidak bisa ia temukan itu dengan pakaian lain yang 'kurang lebih' mirip seperti yang dia inginkan, dia memakainya dan dia bahagia. Sementara aku masih merusaha mencari yang kucari, mencoba berbagai pakaian meski aku tahu pakaian itu bukan yang kucari. Itu dia salah satu contoh kekeraskepalaanku, aku tidak pernah puas sebelum kutemukan apa yang sebenarnya kucari. Karena itulah aku selalu gagal. Aku sudah berkali-kali gagal menjalin sebuah hubungan dan aku masih belum menyerah. Mengherankan sekali. Dalam hati aku selalu meneriakkan satu kalimat, 'I want to fall in love again'. Pada akhirnya ini menjadi hal yang tidak rasional. Dengan mudahnya aku menjalin hubungan dengan seseorang dan semudah itu pula aku mengakhirinya. Aku menyadari aku tidak bahagia, aku menyadari aku tidak terlalu patah hati, aku menyadari aku tidak merasa bersalah dan aku tidak menyesali kegagalanku, tetapi satu hal yang juga kusadari bahwa aku sedih karena telah membuat orang lain tidak bahagia. My name's Happy but yet I couldn't bring happines to others.

Bila suatu hari nanti aku jatuh cinta pada pria yang serupa dengan si Absolute Husband itu, aku berharap dialah yang selama ini kutunggu dan kucari. Dan apabila dikemudian hari dia menjadi suamiku, kuharap dialah orang pertama yang kubuat bahagia. Dan kalau dia bahagia aku juga bahagia.

Rabu, 10 Desember 2014

Dear God

Dear God... It's not going well.
Aku merasa sudah mengetahuinya sejak awal tapi aku tetap ingin mencoba. Apa aku memaksakan diri? Tapi, ini tidak menyakiti perasaanku. Aku tahu aku mampu. Aku tahu aku kuat. Aku tahu bahwa aku pasti bisa menghadapi segala hal dalam kehidupan ini.
Yang selalu kutakutkan justru berdoa memohon jalan padaMu. Entah kenapa, bila aku berdoa agar diberikan jalan yang terbaik, selalu ada jalan untuk sebuah perpisahan. Dan aku juga tidak lupa telah membuat perjanjian denganMu. Kau boleh mengambil apa saja dari kehidupanku, setengah umurku, kebahagiaanku, impian-impian dan harapan-harapan, demi kebahagian kedua orang tuaku. Tapi, apa? Ok mereka rukun..tapi tetep saja ada bara di antara mereka. Aku tahu mereka tidak bahagia. Lalu, apa ini berarti bukan karena itu kukorbankan kebahagiaanku. Karena aku juga tidak bahagia. Apa aku tidak bisa memenuhi janjiku? Apa aku mulai mengeluh tentang perasaan tidak bahagia ini? Maafkan aku Tuhan. Aku sudah berusaha bersyukur atas segala hal yang terjadi dalam hidup ini, apakah dalam ketidaksengajaan aku telah mengeluh?
Maafkan aku Tuhan. Aku sudah mulai berubah. Aku mulai membenci lagi segala hal yang ada di dunia ini. Apakah itu mengurangi rasa bersyukurku? Apa yang harus kulakukan? Berikan jalanMu, Tuhan.
Apakah kali ini pun jalan itu akan sama seperti jalan sebelumnya? Aku berserah padaMu.