Rabu, 08 April 2015

Is it a change of heart?

Hari ini, tanggal 8 April 2015. Aku menjalani kehidupan seperti biasa, bernapas, bergerak, beraktivitas seperti biasanya. Aku merasa sehat, positif seperti biasanya. Bebas tanpa beban. Ya.....bebas tanpa beban tapi pikiranku sepertinya kurang tenang. Entahlah....sejak kemarin aku memikirkan seseorang yang berada jauh disana. Seseorang yang masih hidup,  yang masih kuajak berkomunikasi meskipun jarang, seseorang yang kuajak berbagi minat yang sama. Mungkinkah ini permulaan dari "a change of heart"? Aku merasa ada perubahan pola pikir, dan pola "merasa" dalam diriku. Ini perubahan besar. Ada satu pikiran yang tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Kalau seperti ini, aku bisa di cap plin plan.. Hahahaha... Tapi ini tidak menyalahi prinsip-prinsip hidup. Hanya saja aku berpikir hanya demi diriku sendiri. Penuh dengan keegoisan, ingin mendapatkan segala yang kuinginkan. Oh ayolah....semua orang seperti itu. Hal itu wajar. Tapi aku tidak akan mengatakan banyak hal mengenai pikiran-pikiranku ini... Biarkan jawabannya Tuhan yang memberikan. Mudah-mudahan.... :-)

I love you my friend

Ada banyak hal yang kupikirkan beberapa hari ini. Mungkin aku frustrasi karena begitu banyak teman yang akhirnya menikah. Sementara aku masih dalam kategori jomblo. Mengenaskan. Tapi aku masih bersyukur, setidaknya beberapa orang temanku masih jomblo. Hahaha...

Hari ini tiba-tiba saja aku teringat sebuah kalimat dari temanku sekitar satu stengah tahun yang lalu antara bulan september atau oktober 2013 saat kucurhatkan padanya bahwa aku menjomblo. Dia berkata, "Tenang aja, kalo gak ada cowok lain yang mau nikah sama kamu, aku mau kok nikahi kamu, pi". Seketika itu terbersit dalam pikiranku, "Lo emang temen sejati gw" mungkin sambil sedikit terharu. Tapi tak lama kemudian dia menambahkan, ".....tapi, jadi istri kedua" sambil tertawa. Aku langsung sweatdrop. "Sialan lo" teriakku. Dan selanjutnya enam bulan kemudian dia menikah. Dia adalah salah satu teman terbaik yang sudah kuanggap seperti keluarga. Dia yang selalu setia menemaniku saat aku menjomblo, setia berdebat denganku mengenai banyak hal, dan setia mengajakku jalan setiap kali aku jomblo. Dari awal sampai akhir dia tetap menjadi teman dan aku tidak ingin mengubah itu. Sudah setahun lamanya dia menikah lalu memiliki anak, dan setahun pula aku tidak berkomunikasi intens dengannya. Maklum dia sudah beristri, bisa kacau kalau aku masih berhubungan dengannya mengetahui istrinya agak sedikit ababil. Hehe..

Teman satu lagi agak berbeda. Dia tinggal jauh, berbeda agama, tapi selalu mengkhawatirkanku. Dia pernah mengatakan, "kalau saja kita seiman, gw pasti sudah meminang lo". Sudah sepuluh tahun lebih aku mengenalnya, dia lebih dari teman, mendekati saudara. Aku menganggapnya seperti keluarga. Dia teman yang selama ini, mungkin cuma dia yang mengkhawatirkan masa depanku. Ketika akubekerja dan mendapat gaji kecil, dia protes, ketika aku memiliki pacar yang bergaji kecil, dia protes, ketika aku kuliah dan belum juga mampu memberi apa-apa pada orang tua dia protes, dan ketika usiaku semakin bertambah tanpa ada rencana menikah dia mengeluh, menggerutu, dan ngomel seperti ibu-ibu. Dia selalu menjadi teman terbaik dalam hidupku. Meskipun sering berbeda pendapat, meskipun jarang berkabar, meskipun dia sibuk, meskipun beberapa kali marahan besar dengannya, meskipun sering cekcok, sering berdebat, mungkin dialah orang yang paling memahami jiwaku. Disaat seperti itu kadang terbersit dalam pikiranku, "kalau saja kita seiman, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk menikah dengan kamu". Tapi aku tidak sanggup menerima konsekuensi, bahwa kemungkinan besar segalanya bisa berubah kearah yang tidak diharapkan. Sejak awal dia adalah teman, tentu aku menjadikannya teman. Di dalam hatiku yang paling dalam dia adalah teman yang terbaik.
Setiap kali aku mengiriminya sms dia selalu membalas, "tumben lo sms gw, jomblo ya?" Entah kenapa aku sudah menduga reaksinya akan seperti itu. Kadang aku berpikir, entah aku yang tau banget tentang dia atau dia yang tau banget tentang aku. Reaksinya selalu sesuai dengan prediksiku. Hahaha... Apa dia itu memang mudah ditebak atau aku yang mudah ditebak oleh dia? Entahlah...
Setahun lalu dia berkata akan menikah di 2015. Aku bersyukur mendengarnya, aku bersyukur akhirnya dia berpikir untuk toubat dari kenarsisannya dan dari sifat pemuja wanitanya... Hahaha... Mudah-mudahan niatnya terlaksana tanpa hambatan.

I love you my friend... :-)