Kamis, 20 Desember 2018

I want to get Married to a Perfect Husband

Hal yang paling mengerikan yang pernah terjadi padaku adalah ketika aku mulai memiliki harapan terhadap orang lain.

Saat harapan itu ada meskipun hanya sedikit, besar kemungkinan menimbulkan luka yang sangat besar bagiku saat "orang lain" itu tidak mampu memenuhi harapan.

Mungkin seharusnya aku menemukan seseorang yang memahami kerapuhan dan kelemahanku, bukan yang mengetahui kekuatanku. Kebanyakan orang tahunya aku kuat, aku mampu, kebanyakan tak melihat betapa besar usahaku untuk bertahan. Memang sih lebih banyak untuk menjaga harga diri.

Tapi, mungkin memang kelihatannya seperti itu ya.. diriku yang selalu tampak kuat.

Beberapa hari yang lalu tiba-tiba saja terlintas dalam benak, "biasanya apa ya yang kulakukan setiap hari, kenapa akhir-akhir ini aku merasa bosan?" Ketika pikiran itu muncul tandanya aku memiliki harapan pada seseorang tapi orang itu tidak sesuai harapan.

Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan orang yang diperkenalkan oleh temanku. Dulu saat dikenalkan aku merasa dia tidak potensial, tapi ketika bertemu kenapa rasanya dia menjadi potensial? Hati ini benar-benar sulit ditebak. Jadi, mulailah strategi untuk mendekat padanya, berharap dia membalas dengan senang hati. Tapi, mungkin itu salahku juga karena dulu mengabaikannya, wajar saja bila sekarang aku diabaikan juga secara perlahan.

Dan aku melarikan diri dari rasa kecewa itu.

Apkah aku pernah bercerita tentang pemuda yang dua tahun lebih muda dariku yang ingin mempersuntingku sekitar bulan November lalu?
Kemarin aku bertemu dia.
Ya...dari semua orang kenapa aku bertemu dia di tempat yang sudah jarang kukunjungi pula.
Dilihat dari dekat meskipun cuma sejenak, aku menyadari warna kulitnya yang bersih, cara berpakaiannya yang rapi, wajahnya yang tampan, senyumnya yang ramah meski canggung. Sejujurnya, aku menyukainya. Tapi, dilihat dari segi yang lain, pendidikan cuma sampai SMP, pekerjaan buruh, dan ekonomi keluarga agak kurang, aku menolaknya hadir dalam hidupku.

Rasa kecewaku teralihkan karenanya.

Kalau saja aku pria dan dia wanita, mungkin aku mau saja mempersunting dia. Haha

Hidupku sepertinya belum cukup rumit sehingga perlu ditambahkan banyak bumbu penyedap, yang terang-terangan kutolak.

Aku tak harus menambah kerumitannya lagi dengan drama. Misalnya seperti saat ini, tiba-tiba saja timbul keinginan untuk menawarinya ajakan keluar "temani aku makan, aku yang traktir." Atau "temani aku belanja". Atau mungkin yang lain, meskipun hanya sebagai teman.  Seandainya aku pria.

Jelas-jelas sebenarnya aku menyukainya, dari dulu malah, tapi terlalu banyak pertimbangan. Logikaku kadang-kadang terlalu keras kepala.

Kadang aku berandai-andai, kalau saja dia berpendidikan lebih tinggi, minimal D1 laahh, kalau memungkinkan sih Sarjana, pekerjaannya kurang lebih setingkat, paling tidak bekerja kantoran atau semacamnya, dan coba keluarganya lebih mampu sedikit lagi. Mungkin seleranya bukan aku lagi. Haha.

Apakah Tuhan sedang mengujiku? Benar-benar ujian yang tidak lucu.

Padahal sejak berhasil move on dari kegalauan karena sudah menolak si pemuda berondong itu aku terus berdelusi tentang pria impianku.

Dalam delusiku semua terasa indah. Aku bertemu dengannya di dalam pesawat menuju Singapura, seorang pengusaha yang wara wiri keluar negeri, menawarkan dirinya sebagai pemandu wisata secara gratis, lalu sekembalinya ke Bali masih tetap mempertahankan komunikasi dan akhirnya mengakui ketertarikan masing-masing. Dia akhirnya melamarku, lalu mau tinggal dan menetap di daerah dekat tempat kerjaku.

Selama berdelusi aku memikirkan, bila aku bertemu dengannya, masalah macam apa yang akan dan seharusnya kami hadapi. Aku tidak mau memikirkan masalah tentang adanya orang ketiga. Tidak mungkin. Masalah dengan orang tua? Juga tidak. Aku juga yakin bahwa masalah yang memungkinkan untuk kami hadapi tidak berasal dari internal diri kami sendiri. Aku masih nemikirkannya.

Delusi ini sebenarnya memberiku inspirasi untuk menulis "I'm Married a Perfect Husband".

Akankah perfect husband itu ada dalam hidupku?
Kalau aku berdoa terus, apakah Tuhan mau mengabulkan doaku?

Jumat, 23 November 2018

Apakah ini Satu Dari Sekian Ujian Hidup yang Harus Bisa Kulewati?

Sejak dulu aku selalu berpikir mengenai calon pasangan hidup, mengapa selalu orang-orang dengan tipe yang sama yang datang kepadaku?

Kenapa oh kenapa?

Tipe yang berasal dari keluarga yang ekonominya "agak kekurangan" atau "menengah ke bawah" atau "pas-pasan ke bawah". Kualitasnya pun secara acak mengalami penurunan dari segi pendidikan dan kemampuan intelektual.

Sebenarnya aku mempercayai bahwa orang yang kubutuhkan adalah orang yang berpendidikan (inginnya yang pendidikannya lebih tinggi dariku), punya pekerjaan (yang gajinya lebih besar dariku), maunya kemampuan ekonomi keluarganya cukup baik supaya aku tidak direpotkan masalah uang dan supaya aku bisa menabung untuk liburan ke luar negeri.

Kalau berbicara tentang cinta orang pasti tidak memikirkan hal-hal semacam itu. Tapi, kenapa aku selalu berpikir ke arah itu? Itu membuatku buta akan ketulusan orang lain. Aku tidak mau hidup susah atau disusahkan. Aku juga tidak berniat memulai sebuah hubungan dengan perjuangan ekonomi dari nol. Kalau dipikir,
apa umurku tidak terlalu tua untuk itu? Kapan aku akan bisa membangun rumah impianku, kapan aku akan memiliki mobil, kapan aku bisa jalan-jalan dengan santai ke luar negeri?

Sudah pasti aku terkesan sangat sombong. Aku bahkan tidak memiliki wajah yang cantik untuk diperjuangkan orang untuk bisa diajak jalan-jalan keluar negeri, sifatku juga bahkan terlalu buruk untuk dibuatkan rumah impian, sikapku tidak cukup baik untuk difasilitasi dengan mobil. Tapi, masih saja aku bermimpi yang muluk-muluk tentang pasangan hidup yang mapan dengan keluarga yang tak merepotkan. Memangnya dengan itu saja aku akan merasa cukup? Aku tidak yakin. Karena aku harus mengorbankan seluruh hidupku bersama orang itu, aku hanya merasa perlu memiliki rasa cinta, paling tidak rasa sayang, apakah dengan itu saja bisa? Sejujurnya aku tidak merasa ada yang cukup berharga untuk kukorbankan seluruh hidupku demi dia.

Meskipun ini sangat sombong, aku merasa aku berhak untuk itu. Aku memiliki banyak mimpi dalam hidupku, aku tidak bisa mengorbankannya begitu saja. Aku juga merasa bukan untuk itu aku hidup.

Jadi, sepertinya aku bukanlah orang yang sederhana.

Kalau begini terus, aku bisa saja melewatkan jodohku begitu saja. Tapi, kalau jodohku orang yang berkekurangan ekonominya lebih baik aku tidak usah bertemu dengannya. Terlebih kalau dia tidak berpendidikan sepadan denganku lebih baik aku tidak bertemu dengannya. Juga, kalau dia tidak punya kemampuan intelektual yang sama denganku lebih baik juga tidak bertemu dengannya.  Karena hidupku akan terbebani olehnya. Aku tidak ingin hidup dengan penuh beban. Aku bahkan berharap agar tidak berumur terlalu panjang.

Kalau direnungkan, aku yakin sesuatu yang mendasari diriku dengan pemikiran ini pasti ada. Hanya saja, aku sendiri bertanya-tanya apa yang mendasarinya.

Ini hidupku, biarkan aku dengan hidup ini seperti apa yang kuinginkan. Kalau orang lain tidak bisa memberi aku tak harus meminta bukan?

Kalau orang-orang yang telah kutinggalkan pada akhirnya menjadi kaya dan hidup bahagia, bukan menjadi alasan aku untuk menyesal telah meninggalkan mereka. Justru aku merasa beruntung telah meninggalkan mereka, kalau bersamaku belum tentu mereka bisa seperti itu bukan? Aku yakin tidak ada yang kusesali.

Jadi, mau sampai kapan lingkaran semacam ini akan menghampiriku terus-terusan. Aku harus mengambil peran antagonis you know? Tuhan, ini tak adil. :(
Aku tak pernah jadi tokoh utama atau peran protagonis. :(
Tapi, peran antagonis sepertinya yang paling cocok denganku, baiklah, aku akan menerima itu.

Akan kuanggap ini ujian hidup.

Minggu, 28 Oktober 2018

Sesuatu yang Takkan Pernah Kumengerti

Dear blog,

Akhir-akhir ini aku terus kepikiran dengan sebuah pertanyaan yang sebenarnya bukan lagi pertanyaan asing.

"Mengapa belum menikah?"

Kali ini pertanyaan itu datang dari orang yang benar-benar asing, yang tak sengaja kutemui di depan rumah.

Sampai saat ini aku belum menemukan jawaban yang bisa menskak-mat semua penanya. Sebenarnya kalau mau bisa saja aku menjawab dengan sombong, "Saya tidak minta makan dari anda, hidup saya tidak dijamin oleh anda, anda tidak memiliki tanggung jawab apa-apa terhadap hidup saya, untuk apa anda repot-repot menanyakan tentang kehidupan pribadi saya?"

Tapi, mustahil menjawab seperti itu. Memangnya aku tidak berpendidikan? Ayolah, itu seperti aku tidak butuh orang lain dalam hidup ini.

Pada kenyataannya aku hanya bosa menjawab, "Ya karena belum saja". Haruskah aku menambahkan dengan basa basi seperti, "mungkin belum ketemu jodoh, carikan donk"

Sinting!

Hati saya ini hati manusia woi, pertanyaan anda saja sudah sukses membuat saya sakit hati.

Tapi yang sebenarnya aku lebih merasa "Ini nggak seperti anda akan mendatangkan pria tampan, tinggi, kaya raya dan baik hati untuk saya kan? Apa point-nya saya menjawab pertanyaan anda?"

Ya, lebih tepatnya seperti itu yang kurasakan.

Kalau aku harus mengatakan yang lebih jujur, aku tidak akan mengutarakannya pada setiap orang. Paling tidak sampai saat ini belum ada satu orang pun yang kupercayai bisa memahami esensi dari alasan kenapa sampai saat ini aku belum menikah. Bahkan tidak bagi yg sama-sama single di usia yang sama.

Sampai saat ini aku sulit membayangkan diriku menjadi istri seseorang.

Istri seseorang.

Sama sekali tidak bisa tergambarkan dalam benak ini. Sampai-sampai aku berpikir, kalau suatu hari nanti aku benar-benar menikah, menjadi istri seseorang, aku pasti bukanlah istri yang baik.

Aku juga tidak bisa membayangkan diriku menjadi menantu seseorang. Aaarrghh...menyebutkannya saja sudah membuatku mau merinding.

Tapi, meskipun begitu aku selalu membayangkan memiliki anak. Entah itu anak kandung atau anak adopsi. Oke, lebih ke anak adopsi. Setahun yang lalu, sewaktu aku masih menyukai Masa, aku selalu membayangkan memiliki seorang anak laki-laki blasteran jepang yang imut. Karena sesuatu dan lain hal aku harus membuang semua itu. Yang kemudian muncul dalam bayanganku adalah anak adopsi perempuan. Aku membayangkan diriku tidak menikah dan hanya mengadopsi anak perempuan.

Saat ini yang kupikirkan hanyalah "aku lahir bukan untuk hal-hal semacam percintaan, pernikahan, rumah tangga atau segala tetek bengeknya". Aku mungkin hanya tidak ingin menjalani hidupku untuk hal-hal rumit semacam itu. Aku hidup bukan untuk mendedikasikan hidupku demi seseorang dan keluarganya.  Aku sesekali ingin melakukan hal yang besar.

Sesekali aku ingin melakukan hal-hal yang membuat orang lain berdecak kagum menggumamkan "wow", sesekali aku ingin melakukan sesuatu yang baik dan berprestasi yang bisa diingat banyak orang, yah meskipun diriku hanyalah seorang aku.

Tapi, pada intinya aku hanya tidak ingin hidup ini meninggalkan penyesalan. Banyak hal yang ingin kulakukan tapi tidak bisa kulakukan. Banyak hal yang aku ingin agar terjadi tapi tidak bisa terjadi. Banyak hal juga yang terjadi bukan atas keinginanku. Tapi, sampai saat ini hanya sedikit yang mungkin kusesali. Aku cukup bersyukur dengan hal itu. Apapun yang telah terjadi semua memiliki semacam arti, tak ada yang sia-sia.

Pada titik dimana aku menyadari satu hal tentang diriku. Aku menjadi tidak bisa mengutarakannya dengan tegas. Aku bisa saja mengatakannya tapi tidak bisa membuat orang lain memahaminya.

Kembali pada topik mengapa sampai saat ini aku belum menikah.

Setiap kali dalam sebuah hubungan aku selalu merasakan suatu ketidaknyamanan. Seperti tanda-tanda pengekangan, tanda-tanda dari pacar seolah-olah aku "milik"nya padahal cuma pacar, tanda-tanda dari pacar seolah-olah dia memiliki hak atas hidupku, mulai mengatur aku harus begini aku harus begitu, boleh begini tidak boleh begitu, tanda-tanda ke"lebay"an berlebihan,....

....apa lagi ya?

Yang jelas rasa tidak nyaman itu muncul ketika aku merasa kebebasanku terancam, ketika ruang gerakku dibatasi, ketika pacar merasa dirinya telah dekat dengan keluargaku dan semacamnya.

Aneh.

Seharusnya untuk point terakhir aku merasa senang, tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Masalahnya yang paling kurasakan adalah dengan seseorang yang kupacari terakhir kali, sangat lebay. Membuatku merasa jijik seketika. Dan sampai saat ini orang itu kudiamkan saja.

Kadang aku berpikir, mau sampai kapan aku terus bertemu orang yang salah? Kenapa aku terus-terusan bertemu orang yang salah?

Di sisi lain ketika aku melihat orang lain merasa menderita dan terpuruk karena diriku, aku berpikir, mungkin bukan mereka orang yang salah tapi justru akulah orang yang salah bagi mereka.

I'm the wrong one.

Hey kamu 'orang yang tepat', kapan kamu berencana hadir dalam hidup saya? Kamu bukannya belum lahir kan? Hello.. umur saya sudah mau setengah abad...kamu dimana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?

Yolanda~

Malah nyambung ke lagu alay itu, LOL

Oke, kita serius lagi.
Yang paling aku tidak suka dari kebanyakan orang yang pernah kutemui adalah ketika mereka berlaku sebagai "korban". Aku benci berurusan dengan orang semacam ini karena kalau pada hubungan pacaran, yang akhirnya berperan sebagai pelaku kejahatannya pasti aku. Kenapa orang senang sekali "play the victim"? Merasa yang paling menderita, yang paling banyak melakukan pengorbanan, yang baling sengsara, yang paling banyak dirugikan, dan blablabla~
Oohh ayolah...don't make me laugh!

Kalau elu play the victim maka gw pelakunya, dodol! Kurang ksatria apa coba gw mau ditempatkan di posisi tersangka! Dan gw gak melakukan pembelaan terhadap diri sendiri!

Calm down. Calm down.

Anjir emang.

Karena hal inilah sampai saat ini aku belum pernah merasa menyesal telah memutuskan hubungan dengan si ini maupun si itu. Malah aku bersyukur telah membebaskan diri dari orang-orang semacam itu. Ya, memang semua adalah proses yang harus disyukuri.

Sampai saat ini belum ada satu orang pun yang bisa mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi kebahagiaanku. Dari sudut pandangku.

Pernah suatu hari aku berkata begini pada pacarku (sekarang mantan), "aku merasa gak bahagia sama kamu".

Dalam benakku reaksi yang kuharapkan, "Kenapa kamu gak bahagia? Apa aku melakukan hal yang tidak kamu sukai?" Atau dengan skenario lain, "Aku ingin kamu bahagia, raihlah kebahagiaanmu. Mungkin memang bukan aku orangnya."

Klise. Tapi, belum pernah ada yang seperti itu. Saking klise-nya kali ya, LOL

Selama ini justru malah seperti ini, "Kenapa sih kamu selalu bilang begitu, aku kurang berkorban apa lagi coba? Aku udah berkorban banyak buat kamu, aku udah melakukan segalanya buat kamu!"

Okay.

Fix. Bagi anda saya tidak melakukan  pengorbanan apa-apa?

Sedih.
Ketika aku berpikir bahwa aku tidak seberharga segala pengorbanan seseorang.

Aku hanya berprinsip, pacaran itu masanya dimana dua orang mencoba untuk menyamakan langkah, menyamakan irama, mempersempit 'gap' dan hal-hal lainnya pada saat yang bersamaan dan apabila setelah berusaha pun tetap tidak bisa seiya-sekata, sejalan, seirama maka hubungan itu tidak harus dipaksakan untuk terus bertahan.

Kalau aku akan memilih untuk menyerah.

Apa hanya aku saja yang begitu?

Orang bilang kalau tidak merasa klik, maka buatlah rasa klik itu.

Kupikir, bijak banget orang ngomong seenak jidatnya, syukur banget mulut gak bayar pajak.

Seolah-olah aku tidak pernah berusaha.

Hey, saat hatiku meronta-ronta, menangis meraung-raung, bukan anda yang merasakannya. Bukan kata-kata bijak itu yang mampu meredamnya.

Saat jiwaku terkekang, tidak nyaman, menjerit-jerit minta dibebaskan, bukan anda yang stres. Bukan kata-kata bijak anda yang mampu menolongnya.

Aku hanyalah wanita dengan jiwa bebas. Seorang pemberontak.
Lebih suka mengikuti arus yang berbeda.
Kadang melawan arus.
Aku memiliki ukuran langkah yang berbeda dari kebanyakan orang.
Aku mempunyai sudut pandangku sendiri.
Aku tidak bilang bahwa aku mungkin melihat dunia dengan cara yang berbeda.
Aku suka hidup dalam duniaku sendiri.
Aku tidak begitu suka ketika seseorang 'awam' mencoba masuk ke duniaku.
Aku lebih suka seseorang yang bisa memahami dan menghargai dunia masing-masing.

Hey kamu 'orang yang tepat', di dunia mana kamu berada sekarang?

Sabtu, 20 Oktober 2018

If I Could I Want to Turn Young back and Reset My Dream

Dear Blog,

Hari ini Sabtu, 20 Oktober 2018 aku telah menemukan mimpi baru yang mungkin tidak bisa kuwujudkan. Dari dalam kereta NEX menuju Narita, sebuah harapan muncul dari dalam diriku.

"Aku ingin kembali lagi ke tempat ini". "Kalau bisa aku ingin menghabiskan sisa hidupku disini, bekerja disini, menikahi orang disini, memiliki keluarga disini."

Apa itu mungkin? Di usia setua ini?

Tapi tak pernah ada kata putus asa untuk bermimpi.

Hari ini kami bisa dibilang telah menyelesaikan sebuah perjalanan yang cukup lama dan panjang. Meski begitu rasanya baru kemarin kami memulainya.
Besok kami akan kembali pulang ke rumah. Waktu benar-benar berlalu sangat cepat.

Sabtu, 13 Oktober 2018

Yume no Basho

Dear blog,

Finally, setelah menabung dua tahun, membuat planning, mempersiapkan segalanya, akhirnya hari ini kami tiba di tempat ini. Tempat yang kuimpi-impikan bertahun-tahun.
Begitu banyak proses yang telah kami jalani, mulai dari keluar masuk member, sampe masalah internal masing-masing. Sungguh inilah yang disebut perjalanan. Yokatta desu ne.
Arigatou Adit-san, arigatou Rendy-san, arigatou Hasma-chan. Let this journey begin!

Minggu, 07 Oktober 2018

Merangkak Bagai Bayi Tak Beribu

Dear Blog,

Selama seminggu ini banyak hal yang membebani pikiran dan tubuh ini. Masalah demi masalah datang bertubi-tubi, seperti rapelan. Apakah aku masih harus berpikir bahwa ini ujian?
Meskipun akar permasalahnnya adalah karena diri sendiri. Aku yang tidak becus, aku yang tak kompeten.
Aku mulai menyesali diri sendiri. Seharusnya aku memikirkannya lebih matang, seharusnya aku mendiskusikan segala masalah yang dihadapi dia masih kecil agar tidak menjadi besar seperti saat ini.
Aku sungguh berpikir ini salahku. Dan hanya aku yang tahu bagaimana mengatasinya. Meskipun hati diliputi kegelisahan, meskipun ada kalanya hati diliputi kepasrahan, ada juga harapan akan keajaiban.
Ya Tuhan, Aku tahu aku telah banyak membuat permohonan dalam hidupku, banyak doa yang telah kupanjatkan yang mungkin membuatMu bosan. Tapi aku selalu percaya bahwa aku masih bisa bertahan hidup di dunia ini semua berkat doa-doa itu dan kehendakMu.
Kali ini berilah jalan yang cukup terang, secukupnya agar aku tak tersandung, secukupnya agar aku tak terpeleset, secukupnya agar aku tidak terjatuh, secukupnya agar aku tak memberatkan perjalanan orang lain.
Berilah ketenangan jiwa dan raga ini. Berilah ketenangan pada kepala dengan otak di dalamnya yang tak berhenti berpikir.
Tolong jangan biarkan hambaMu ini merangkak bagai bayi tak beribu.

Rabu, 26 September 2018

That Thing Called Love

For a person who have no care or don't give a damn for such thing called love -whatsoever, I feel bad for the other people who have the idea of loving me.

Just, what is love exactly? Why people can be so sure about that kind of thing? Have they ever had a second thought about that? Any idea?

If only I am now is the person in 10 or 12 years ago, I might still having the idea of love. But the way I am now is a bitch. I believe one or two people think like that about me. Some maybe think that I am stupid.

Oh really. It's just I had it enough. My fantasy about love was gone long ago. It's just, I begun to believe that my prince charming never exist.

The thing is I never care to wanting to understand.

12 Tahun 9 Bulan

Dear Blog,

Hari ini Rabu, 26 September 2018, berdasarkan kalender hari ini bertepatan dengan 12 tahun 9 bulan Dewatu  dikremasi. Setelah sekian lama aku memimpikannya lagi.

Di mimpiku, aku bertemu dengan pria tampan yang kemudian mengajakku menikah. Tapi, Dewatu datang memarahiku. Dia tidak mengijinkanku dengan pria manapun. Anehnya aku menurutinya. Dia memintaku melepas apapun yang berhubungan dengan pria lain. Melihat ekspresinya yang seperti sedang marah, aku tidak bisa berargumentasi dan hanya menurutinya begitu saja. Mengingat ini adalah diriku yang notabene tidak pernah menuruti kata-kata orang lain, baru kali ini aku menjadi sangat penurut meskipun di dalam mimpi.

Sebenarnya, aku menyadarinya. Bahkan di kehidupan nyatapun aku bergantung padanya. Bukan karena dia "ideal type", tapi karena dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tak ada kesalahan apapun yang dia buat. Tak ada problema apapun yang dia bawa ke dalam hidupku. Dia hanya menaungi saja tempat terdalam di hatiku, dan belum pernah ada siapapun yang bisa meraih tempat itu.

Belum pernah ada satu orang pun yang memahami arti penting dia dalam hidupku.

Dia memang "ideal type"ku, tapi di sisi lain aku menyimpan rasa penyesalan yang besar akan kepergiannya. Kalau saja dia pergi bukan meninggalkan dunia ini, kalau saja dia masih hidup, aku yakin apa yang kurasakan saat ini tak akan sedalam ini.

Dia yang kemudian menjadi satu-satunya yang menaungi hatiku dan belum pernah tergantikan.

Aku tidak tahu kalau dampaknya bisa sampai selama ini. Tiga bulan lagi adalah peringatan ke 13 tahun. Kadang aku berpikir, apa cuma aku yang masih mengingatnya? Setiap kali aku merasa kehilangan arah, kesepian dan telah mencapai batasku, dia muncul dalam mimpiku, apakah itu hanya gambaran dari rasa kesepianku?

Kali ini mimpiku terasa ambigu. Tak peduli gambaran apa yang muncul, entah itu memiliki makna atau tidak, aku tidak peduli. Yang kurasakan, aku senang dia muncul dalam alam bawah sadarku, meskipun perlahan aku mulai tak bisa mengingatnya.

Kamis, 16 Agustus 2018

Aku Berdiri di Ruang Abu-abu

"Lebih mudah menyalahkan orang lain daripada menerima kekurangan diri sendiri", aku paling sering bertemu dengan orang macam ini sepanjang hidupku. Dan orang seperti itulah yang membuatku harus selalu memasang wajah pokerface. Tidak. Intinya aku muak.

Aku menyadari bahwa setiap orang perlu merasa dirinya benar, berpikir benar, bersikap benar, berperilaku benar, bertindak benar, dan segalanya yang serba benar. Setiap orang perlu rasa itu untuk dapat bertahan. Memangnya berapa orang di dunia ini yang mau mengorbankan diri sebagai "tersangka"? Kalaupun ada, jumlahnya pasti sedikit, dan alasan utama mereka mau jadi tersangka adalah karena muak dan sikap "memaklumi".

"Oh dia ingin berada di posisi korban" kadang pikiran itu muncul di kepalaku ketika melihat seseorang dengan yakin menuduh orang lain yang bersalah tanpa mempertimbangkan "ba bi atau bu" hanya untuk menyatakan bahwa "itu bukan salahku".

Kadang aku bertanya, seberapa puas diri mereka setelah menyalahkan orang lain?

Aku selalu berdiri di ruang abu-abu. Aku menyadari tidak melakukan kesalahan tapi aku akan diam saja apabila ada orang yang menyalahkanku. Meskipun tergantung situasi juga. Kadang ada hal yang sangat tidak bisa ditoleransi.

Selama ini aku cukup bertoleransi dengan caraku sendiri. Tapi inti dari semuanya, sebenarnya aku hanya tidak peduli.

Aku akan tetap berdiri di ruang abu-abu. Orang yang berpikir aku putih biarlah mereka berpikir aku begitu. Yang berpikir aku hitam biarlah mereka berpikir seperti itu. Aku adalah bagaimana orang lain melihat, mendengar, dan berbicara tentangku bagi diri mereka. Bagiku, aku ya begini.  Lol.

Selasa, 10 Juli 2018

Hati Yang Kosong

Dear blog,

Beberapa pekan ini, aku berada dalam status mood yang buruk.

Tapi daripada dikatakan badmood mungkin sebenarnya ada hal lain yang sulit dinyatakan dalam kata.

Aku terus berpikir dengan cukup mendalam. Aku mencoba menyelami ke dalam hati. Setiap kali kulakukan itu, aku menyadari bahwa di dalam hatiku tidak ada apapun. Hatiku terasa hampa.

Kadang aku memikirkannya lebih dalam lagi. Semakin banyak melihat senyum dan tawa orang lain, perasaan tersakiti orang lain, rasa frustrasi orang lain akibat hidupnya yang banyak masalah, tangisan orang lain yang kadang tak tanggung-tanggung di hadapan orang lainnya, semua itu semakin membuatku berpikir.

Misalnya saja saat aku memiliki pacar. Aku tidak bisa mengatakan "cinta" dari hati. Hanya di mulut dan itu pun kuucapkan hanya untuk menyenangkan hati pacar. Lama-lama itu menjadi terasa sangat hambar dan hati ini memberontak.

"Memangnya kamu tahu apa soal cinta sampai dengan entengnya diumbar-umbar?". "Memangnya seberapa tulus dan berharga sih kasih sayang yang kamu gaung-gaungkan itu?".

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah mendapatkan jawaban yang pas. Pada kenyataannya manusia itu terlalu egois dan sombong.

Aku sering mendengar lagu berbahasa bali dan berbahasa indonesia bertema "remeh" (bagiku) di radio, kadang tanpa sengaja mendalami liriknya dan berpikir, "kenapa sebagian besar lagu bali dan indonesia memiliki lirik yang bermaksud menyalahkan orang lain atas sakit hati seseorang?" Sejujurnya aku merasa itu tidak berkualitas. Sebagian besar lagu bertema patah hati mencari kambing hitam.

Manusia normalnya sama seperti itu.

Selasa, 03 April 2018

Sampai Nanti di Waktu Yang Tepat

Malam ini, ibuku mendapat telpon dari teman masa SDku yang saat ini notabene sedang mencoba mendekatkan jarak denganku. Dia dari kasta yang lebih tinggi dan saat ini sedang berada di Jepang sebagai TKI. Disana dia memiliki ipar seorang wanita Jepang.

Saat dia menelpon kebetulan aku sedang berada disamping ibuku dan mendengar percakapan mereka. Tak lama kemudian ibuku memberikan telpon itu padaku.

Aku tak memiliki banyak ingatan tentang orang itu di memoriku. Yang kuingat dia hanya teman SD. Aku dan dia mungkin sebelumnya belum pernah saling bicara. Bahkan aku bertegur sapa. Aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali bertemu dengannya.

Dalam obrolan yang cukup panjang antar negara itu, dia sebenarnya sudah dengan jelas menyatakan bahwa dia memiliki ketertarikan padaku bahkan sejak masih kecil. Tapi, seingatku tak pernah sekalipun aku menyadarinya atau mendapat sinyal-sinyal itu. Mungkin karena aku terlalu tumpul atau tidak terlalu memperhatikan. Mungkin juga karena tak pernah ada pikiran tentang dia dalam benak ini.

Kalau saja ini 2-3 tahun yang lalu, mungkin aku akan dengan senang hati menerimanya tapi dengan pemikiran yang tidak matang dan perasaan yang abal-abal. Sudah setahun lebih aku membuat keputusan mengenai masa depanku. Aku mungkin bukan tipe manusia yang bisa memiliki hubungan romantis dengan manusia lainnya. Jadi, aku memutuskan untuk melepas semuanya, beban, harga diri, rasa tanggung jawab, semuanya. Aku sudah pasrah, tak mungkin bagi diriku untuk jatuh cinta, jadi tak mungkin relasi yang kujalani akan bahagia. Aku ingin merasakan hati yang penuh. Hati yang terisi. Di usiaku, tidak mungkin aku menemukannya. Maka dari itu, aku tidak akan menikah dengan orang yang tidak kucintai dari dasar hati.

Determinasi itu tertanam begitu kuat sampai saat ini. Bahkan saat aku menemukan diriku jatuh cinta dengan Masa, aku masih berpikir bahwa tidak apa-apa bila cinta ini tak terbalas, berarti bukan untukku. Meskipun rasanya mungkin akan melebihi dari rasa menyakitkan. Hampir setahun aku mengenal Masa, jatuh cinta dan berpikir bahwa ini mungkin bukan sesuatu yang akan terwujud dengan mudah. Kalaupun ada kesempatan dengannya mungkin saat itu sudah terlalu terlambat.

Lalu datang teman masa SDku ini.

Bagi ibuku, dia membawa angin segar.

Saat dia bertanya alasan aku belum menikah sampai saat ini. Aku tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya. Tidak mungkin kukatakan tentang harapan besarku pada sebuah keluarga yang bahagia dan tanpa banyak masalah. Saking besarnya harapan itu aku menjadi takut kecewa dan terluka. Tak mungkin kubilang bahwa orang tuaku menjadi contoh nyata sebuah pernikahan yang tidak bahagia.

Aku hidup dalam keluarga semacam ini. Makanya bukan hal kebetulan bila aku akhirnya memiliki ketakutan-ketakutan tersendiri. Menjadi terlalu paranoid? Entahlah.. Dalam pikiranku aku terlalu sering berpikiran negatif, bahwa suatu hal yang mustahil untuk memperoleh kebahagiaan.

Mungkin sudah cukup diriku hidup dalam idealisme. Sudah saatnya aku memasuki realita. Maksudnya realita yang benar-benar nyata. Bisa juga dibilang, sudah cukup bermimpi. Sudah saatnya bangun. Apa selama ini aku menjalani kehidupan hanya untuk memahami hal ini?

Aku yakin bila saatnya tiba akan ada waktu yang tepat. Aku tak harus berada dalam kebimbangan. Aku tak harus selalu dipenuhi rasa penasaran. Aku juga mungkin tak perlu banyak menimbang-nimbang.
Sampai nanti di waktu yang tepat. 

Sabtu, 17 Maret 2018

Hari Nyepi : Tahun Baru Saka 1940

Setiap tahun kami, umat hindu Bali selalu merayakan tahun baru saka, Nyepi. Sebuah hari yang sangat istimewa. Waktu masih kecil kupikir hari nyepi dirayakan seluruh dunia, maksudku waktu itu aku bahkan belum mengetahui dunia itu seperti apa. Setelah dewasa aku baru paham bahwa hanya "kami" yang melakukannya dan dunia memuji apa yang kami lakukan. Betapa hari ini begitu bermanfaat bagi dunia, mengurangi emisi, mengurangi polusi, bahkan hanya dilakukan di sebuah pulau kecil bernama Bali. Setelah dewasa aku mulai bangga melaksanakan hari Nyepi ini. Satu-satunya hari yang bisa menolak penerbangan internasional.Bayangkan, dimana lagi ada hal yang seperti ini? Hanya Bali yang bisa menghentikan pengoperasian sebuah bandara. Tapi, mungkin tidak seistimewa itu ya, Lol.

Dalam melaksanakan hari Nyepi kami memiliki 4 pantangan yang disebut "Catur Brata Penyepen" yang merupakan empat larangan, diantaranya Amati Geni tidak boleh menyalakan api, Amati Karya tidak boleh bekerja, Amati Leluangan tidak boleh bepergian, dan Amati Lelanguan tidak boleh berfoya-foya atau bersenang-senang. Tapi, pada kenyataannya kami umat hindu bukan kumpulan manusia yang fanatik, sehingga tidak semua orang melaksanakan ke empat larangan itu tanpa cela. Terkadang bila memungkinkan seharusnya kami berpuasa, tetapi puasa bukan hal yang populer yg dilakukan orang Bali. Kami tidak terikat pada aturan-aturan semacam itu. Tidak ada ajaran jelas yang menjanjikan surga bagi kami, semua tergantung diri sendiri dan tidak akan ada yang mencela atau memprotes kalo kamu tidak melaksanakan satu ajaran dengan benar. Yang kami cari adalah kedamaian.

Selama ini aku tidak pernah membahasnya tapi aku percaya bahwa Hindu yang dianut orang Bali adalah Hindu yang berbeda dari Hindu di daerah lain ataupun agama lainnya. Salah seorang teman dari organisasi kehinduan pernah mengatakan bahwa agama hindu sebenarnya baru dianut orang Bali sekitar tahun 60-70an dimana saat itu ada aturan pemerintah yang mengharuskan setiap warganya untuk menganut agama yg diakui pemerintah. Orang Bali yang notabene tidak beragama dan masih menganut animisme akhirnya memilih untuk menganut agama Hindu karena dirasa ajaran hindu-lah yang paling cocok dan paling mendekati dengan paham yang dianut orang Bali. Tidak seperti agama kebanyakan yang "diikuti" penganutnya, di Bali justru Hindu yang mengikuti paham penganutnya. Orang Bali tetap bertahan pada paham yg telah ada. Kami adalah umat yang memuja leluhur. Kami terikat bukan pada agama tapi pada leluhur, pada tanah kelahiran, pada alam, hal-hal yang tak kasat mata yang kami buatkan persemayaman berupa pura, atau sanggah, atau pelinggih. Bahkan setiap daerah di Bali memiliki caranya masing-masing.

Kembali pada topik Hari Raya Nyepi. Tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, nyepi kali ini aku habiskan bersama ipar. Tanpa ibu, karena ibuku pulang ke rumah mudanya.

Aku masih ingat bagaimana aku dan keluargaku menjalani hari Nyepi ketika aku masih anak-anak. Sewaktu masih ada nenek. Sewaktu hubungan kedua orangtuaku masih lebih baik dibandingkan beberapa tahun ini. Saat itu satu hari terasa begitu panjang. Pernah di suatu waktu, aku menyusuri tegalan untuk membawakan makanan untuk pamanku yg sedang berada di kubu (rumah pesinggahan di tengah tegalan). Suatu kali aku pernah berjalan-jalan di jalanan yang sepi dan bermain bersama teman-teman sekolah. Dan tradisi keluargaku saat itu adalah tidur bersama di malam hari yang gelap gulita. Menjelang malam di hari nyepi biasanya kami akan menyiapkan karpet, bantal, dan tirai di sekenem (bale bengong permanen yang memiliki enam adegan/pilar penyangga). Kami semua tidur disana sepanjang malam.

Berbeda dari tahun-tahun tersebut, tahun ini kami membaringkan diri beralaskan batu sikat yang hangat dan tikar di halaman depan rumah sambil memandang langit yang penuh bintang. Di pinggir jalan depan rumah duduk bapak bersama beberapa tetangga sedang mengobrol. Hari nyepi masih selalu menjadi hari istimewa bagiku.

Selamat hari raya Nyepi.
Happy Silent's day.

Sabtu, 10 Maret 2018

What am I Crying For?

Catatan: Ketika menulis postingan ini aku tidak menangis.
Dalam playlist JOOX-ku sedang memutar lagu Evanessence yang berjudul "Bring Me to Life", salah satu lagu favoritku. Lagu ini memutar dalam mode putar ulang hanya 1 lagu. 
Dalam beberapa moment kehidupan yang kualami, ada saatnya memang ketika mendengarkan lagu ini tiba-tiba saja timbul perasaan ingin menangis. Aku merasa diriku seperri dalam lagu. Diri ini kosong, jiwaku entah tertidur dimana, aku tidak merasa hidup. Diriku yang terkubur di dalam sana seperti sedang terus-terusan berteriak meminta diselamatkan. Kalau terus mengatakan yang sebenarnya seperti ini mungkin aku benar-benar akan menangis. Aku hanya merasa cukup menyadari bahwa entah dimana pun tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Kadang-kadang aku terlalu mengharapkannya dan membuat diri semakin terluka dan malah mengubur diri semakin dalam.

Meskipun begitu, bahkan aku sendiri pun tidak tahu bagaimana cara menyelamatkan diriku sendiri. Harus bagaimana seseorang itu untuk menyelamatkanku. Aku tidak tahu. Itu seperti sebuah "quest box" dalam game yang hanya akan kita ketahui jawabannya ketika sudah menyelesaikan suatu misi. Tapi bahkan, meskipun kita sudah menemukan box tersebut kadang kala kita mendapatkan box kosong. Masalahnya mungkin hanya ada pada peruntungan. Meskipun sudah bekerja keras,  tanpa peruntungan yang baik semua itu akan menjadi sia-sia.

Jadi sebenarnya apa yang harus kutangiskan? Aku akan diselamatkan suatu saat nanti, entah kapan.

Minggu, 25 Februari 2018

If Only

Sudah beberapa kali terselip dalam angan, "jika saja aku bisa mengubah semua ini di masa depan".

Seperti yang kutuliskan dalam postingan sebelumnya bahwa usia terpanjangku mungkin hanya sampai 70-80 tahun. Itu berarti aku akan hidup sekitar 40-50 tahun lagi. Itu waktu yang sangat lama.

Aku telah memikirkannya. Aku tak menemukan hal berarti yang bisa kubanggakan dari hidupku saat ini. Meskipun begitu aku merasa cukup bersenang-senang dan ada sedikit guna meskipun aku merasa tidak lengkap. Orang melihat dengan sudut pandang yang berbeda jadi tidak akan pernah paham akan apa yang sebenarnya kurasakan dan kupikirkan. Aku mempunyai pekerjaan yang bagus, gaji yang bagus, memiliki hari libur, tapi aku merasa tidak memiliki apa-apa. Aku melakukan semua ini untuk diriku sendiri dan itu terasa tidak berarti. Aku mulai merasa lelah. Di tempat kerja mulai terasa tidak menyenangkan dengan rekan kerja yang entah kenapa mulai rutin memojokkan rekan kerja lainnya. Sejak kapan mereka seperti itu? Aku merasa seperti kembali ke tempat kerja lamaku. Aku tidak betah, merasa sendirian, merasa terpojok, padahal bukan aku yang mereka pojokkan, merasa mungkin di belakangku mereka juga memojokkanku. Entah sejak kapan auranya berubah sangat kelam. Aku menjadi mudah tersinggung dan mudah lelah. Apa mungkin sebenarnya hanya aku saja yang berada dalam kondisi psikis yang buruk? Entahlah. Mungkin aku perlu berubah sedikit.

Jika saja semua dapat kuubah di masa depan. Di masa depan nanti aku masih ingin menjadi diriku sendiri, dengan kepribadian seperti sekarang ini, dengan begitu kekurangan yang kumiliki, dengan begitu banyak pertanyaan, keluhan, protes dan pikiran-pikiran anehku, dengan begitu sedikitnya potensi yang kumiliki, sifat pasif yang tak bisa kutangani, dan dengan hati yang sekuat baja, ah tidak, untuk yang satu ini aku berbohong, hatiku sama sekali tidak sekuat baja. Hatiku lebih pada kaca, tapi aku berpura-pura bahwa itu adalah baja. Tak apa, aku mencintai diriku apa adanya.

Di masa depan nanti, mungkin 130 tahun lagi. Perhitungannya, paling lama 50 tahun lagi aku akan mati lalu mungkin aku akan butuh waktu sekitar 50-100 tahun kemudian untuk terlahir lagi. ika memungkinkan aku lahir sebagai manusia lagi, aku ingin lahir di keluarga ilmuwan. Aku akan menjadi ilmuwan yang bercita-cita menjelajahi luar angkasa. Space traveler. Jika pada saat itu bumi belum mengalami kehancuran total.

Dalam bayanganku, beberapa waktu di masa yang akan datang bumi akan mengalami pembaharuan zaman. Sebagian besar permukaan bumi akan mengalami perubahan penampakan. Tapi peradaban manusia akan tetap maju. Aku berharap di zaman itu manusia tidak meributkan persoalan agama dan kepercayaan. Juga, semoga tidak terjadi perang antar negara. Mungkin negara-negara di dunia akan bersatu saat itu menjadi sebuah union. Kuharap saat itu manusia bumi sudah menemukan teknologi untuk menumbuhkan tumbuhan di luar angkasa, atau teknologi lain yang bisa menciptakan oksigen agar manusia bisa hidup di planet lain.

Jika saja alam semesta menjadi tempat penjelajahan yang memungkinkan, aku ingin menjelajahi seluruh alam semesta. Aku ingin memiliki kapalku sendiri, menjelajahi luar angksa seorang diri.

Jika saja memungkinkan, kuharap di masa depan manusia masih memiliki moral, etika dan budi pekerti. Tapi aku juga ingin agar sains selalu dipertimbangkan dan bisa melegalkan beberapa hal. Karena di kehidupan ini banyak hal yang menjadi terhambat karena pertimbangan agama dan moral, aku harap di masa depan sains yang digunakan sebagai pertimbangan. Jika memungkinkan, aku berharap bisa menciptakan kloningan, atau melahirkan bayi tanpa menikah. Misalnya, aku tidak bisa menemukan pria yang kucintai, lebih baik aku hidup sendiri dan melanjutkan hidup dengan kloningan, atau bila ada pria yang kucintai tapi pria itu mencintai oang lain aku ingin dilegalkan melakukan program bayi tabung dengan sperma pria itu. Kalau hal seperti itu terjadi, munin tak kan pernah ada pernikahan ya. Karena, jika itu aku, yang kubutuhkan bukanlah seorang suami, tapi seorang atau dua oang anak. Dengan adanya hal seperti itu, ada berapa banyak impian wanita yang akan terwujud. Paling tidak impian wanita sepertiku, yang tidak memiliki harapan akan cinta.

Di kehidupanku yang sebelumnya, aku penasaran, visi masa depan macam apa yang kumiliki? Di kehidupan ini, apa aku telah memenuhi ekspektasi diriku di kehidupan sebelumnya? Siapa diriku di kehidupan sebelumnya? Apa waktu itu aku menikah dan hidup bahagia? Meskipun aku menanyakannya aku tidak akan pernah mendapatkan jawaban. Karena itulah, aku hanya akan nemikirkan masa depan.

If only it could be changed. 

Selasa, 20 Februari 2018

Aku Ingin Pindah ke Finlandia

Aku bahkan tidak tahu Finlandia itu dimana dan bagaimana kehidupan orang-orang disana, tapi aku punya feeling bahwa jika aku ingin pindah tinggal ke luar negeri maka negara itu adalah pilihan yang tepat.

Dari namanya saja sudah membuat hati merasa adem. Seandainya saja aku bisa pindah ke luar negeri, aku ingin pindah kesana, aku ingin menmukan pria Finlandia, menikah dengannya lalu mendapatkan green card sehingga aku bisa tinggal sepuasnya disana. Aku ingin menghabiskan hidup dengan pria yang penuh cinta, perhatian, dan mencintai sepenuh hati dan tulus. Meskipun pria semacam itu hanya ada dalam cerita romantis.

Kehidupan percintaanku aku yakin bukan cerita romantis. Mungkin cerita hidupku adalah komedi tragedi. Rasanya genre itu yang paling masuk akal. Setragis apapun kisah hidupku, aku yakin pasti ada hal lucu yang bisa membuatku tertawa. Suatu saat ketika aku mengenang kembali masa-masa yang telah kulewati aku pasti akan menertawakannya.

Saat ini aku merasa sangat patah hati. Hatiku terluka, tapi aku masih bisa tersenyum. Aku merasa bodoh dan konyol. Dan tiba-tiba saja terpikir kembali keinginan untuk pindah ke luar negeri. Perasaan yang sama ketika adik laki-lakiku menikah sebulan yang lalu. Aku ingin pergi ke luar negeri, ke mana pun, jauh dari negara ini, jauh dari semua yang mengenalku, mencari kehidupan baru, menemukan hal-hal baru dalam hidup. Aku ingin memiliki hidup yang baru.

Aku ingin pergi dari negara ini dimana orang-orangnya mulai terasa menyebalkan. Orang-orangnya yang mulai melihatku sebagai wanita 30 tahun yang belum menikah. Melihatku sebagai wanita 30 tahun yang tinggal sendiri dan berpikir bahwa aku menyembunyikan pria di rumahku. Oh ayolah, aku bukan manusia mainstream. Dan apalagi yang orang pikirkan tentangku, sebenarnya aku tidak peduli, hanya saja aku merasa diri ini menyedihkan.

Seharusnya aku cukup depresi untuk memutuskan menikahi siapa saja yang tertarik kepadaku, tapi kenyataannya apa. Di tahun 2017 sudah berapa pria yang kutolak? Mengawali 2018 saja aku sudah menolak seorang pria yang notabene sudah mendekatiku selama 3 tahun. Apa aku terlalu keras pada diri sendiri? Tapi toh aku telah membulatkan tekad. Yang kubutuhkan bukan pria biasa yang mencintaiku, aku butuh pria luar biasa yang dapat membuatku jatuh cinta kepadanya. Maksudku, pria seperti itu tidak mudah. Aku memang tidak mematok syarat apapun, cukup dengan modal perasaan "jatuh cinta" itu saja dulu, aku bisa memaafkan yang lainnya. Lagipula aku juga bukan manusia luar biasa yang bisa membuat pria jatuh cinta.

Kembali pada topik ingin pindah ke luar negeri. Aku tidak tahu apa-apa tentang Finlandia, aku hanya merasa negara itu adalah negara yang cukup bersih, aman, bermoral, manusiawi dan sehat. Dan kuharap bukan negara yang religius. Aku bosan dengan segala hal yang berbau terlalu religi. Entah kenapa kesannya selalu sok suci dan selalu paling benar. Aku tidak benci, hanya tidak suka saja.

Fantasiku tentang Finlandia mungkin akan semakin panjang dan lebar. Padahal mungkin aku bahkan tidak akan mungkin menginjakkan kaki di negara itu. Tapi, tetap berdoa dan berharap.

Jumat, 16 Februari 2018

Menikah Tanpa Cinta

"Aku dan istriku menikah tapi tidak saling mencintai", itu kata temanku beberapa hari yang lalu. Pria yang dulu pernah mendekatiku tapi kutolak.
Apa rasanya menikah tapi tidak saling mencintai? Aku pernah mencoba membayangkannya, bahkan pernah ingin melakukan hal yang sama. Hampir. Tapi, takdir berkata lain. Aku disadarkan oleh kata hati yang menjerit-jerit itu. Rasa sakit yang tak tertahankan. Yang pada akhirnya membuatku berada dalam situasi saat ini.

"Di dunia ini tidak ada yang namanya cinta, cinta tidak bisa membuat kita kenyang. Yang lebih dibutuhkan wanita bukan cinta tapi uang", temanku menambahkan.

Saat mendengarnya, aku hanya bisa diam. Dalam hati aku mulai mempercayai bahwa pria ini sebenarnya percaya pada adanya cinta hanya saja dia mungkin mendapatkannya dalam bentuk yang berbeda dari yang dia harapkan.
Mungkinkah aku juga akan mendapatkan hal yang sama seperti itu? Menikah dengan orang yang notabene tidak mencintai kita dan kita juga tidak mencintainya? Jika aku yang mengalaminya berapa lama hatiku akan bertahan, berapa banyak korban perasaan yang harus kulakukan, berapa banyak penyesalan yang akan kusisakan? Aku tidak bisa membayangkan hidup semacam itu.

Meskipun begitu, sampai pada dua tahun yang lalu, aku masih menggantungkan harapan pada logika dibandingkan perasaan. Tapi, sekeras apapun aku berusaha semua itu tidak mudah. Apa yang dilakukan, apa yang dikatakan, bertolak belakang dengan apa yang dirasakan. Aku merasa kosong, gelap, buntu, tanpa arah. Di dalam hatiku ini ada celah yang tak bisa menutup. Ada bagian yang hilang disana dan aku tidak bida menemukannya di manapun. Entah dengan apa harus kutambal. Sampai saat ini masih terus menganga dan itu mudah sekali terasa sakit.

Aku hanya berpikir untuk paling tidak, tidak membuatnya tersakiti terus menerus. Entah sejak kapan celah itu ada, dan entah karena apa celah itu menganga. Yang kutahu hanya ingin celah itu tertutup.

Kembali pada topik tentang cinta.
Sampai saat ini, aku tidak pernah memiliki gambaran yang sempurna tentangnya. Belum pernah ada kejadian dimana saat aku mencintai seseorang, orang itu balas mencintaiku juga, atau di saat seseorang mencintaiku aku bisa membalas cintanya.
Meskipun di dalam hati aku ingin sekali mengalami salah satunya.

Sejak dulu aku juga sering mengatakan bahwa aku tidak percaya pada cinta, bahwa cinta sejati itu tidak ada, bahwa cinta hanyalah omong kosong, tetapi sesungguhnya saat aku mengatakannya aku sedang berusaha menekan kejujuran hatiku. Sebebarnya aku adalah orang paling mengharapkan akan adanya cinta sejati.

Kenapa rasanya begitu menyakitkan mengingat nasihat teman-temanku tentang hubungan percintaan? Yang membuatku semakin sakit adalah karena aku merasa mereka sedang menekan hati mereka dan sedang menahan rasa sakit. Dan hal itu mengingatkanku akan rasa sakitku sendiri.

Jumat, 09 Februari 2018

Aku dan Diriku yang Jatuh Cinta pada Cinta

Hey Blog!
Aku mulai berpikir tentang bagaimana caraku menghadapi semua ini. Tidak! Bukan semua. Tapi hanya satu hal saja.
Karena aku telah berpikir berkali-kali tentang apa yang sebenarnya harus kulakukan menanggapi apa yang mungkin akan terjadi.
Aku tidak punya kepercayaan diri.
Sejak awal aku memulainya dengan rasa tidak percaya diri dan seharusnya itu membuatku tidak memiliki banyak harapan. Tidak banyak yang bisa kulakukan. Tidak ada yang bisa menolong selain diri sendiri. Rasanya begitu berat.
Aku bertanya-tanya apakah orang lain mungkin merasakan hal yang sama? Tapi, kasusku mungkin sedikit berbeda. Hanya saja aku masih terlalu pengecut dan masih sering ingin melarikan diri.
Selalu berpikir bagaimana cara agar membuat hatiku tidak begitu sakit. Berada dalam ketidakpastian dan keragu-raguan benar-benar bukanlah hal yang baik. Begitu menakutkan. Aku harusnya bisa melewati ini sejak lama kalau saja kesempatan demi kesempatan tidak kulewatkan begitu saja.
Dan berpikir bahwa ini hanyalah sebuah rasa yang timbul tanpa sengaja. Itu bukanlah jatuh cinta. Atau mungkin saja itu memang jatuh cinta. Hanya saja, aku mungkin jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri. Jadi sebenarnya kepada siapapun aku mungkin akan merasakannya asalkan orang itu memiliki passion yang sama.
Semudah itu aku jatuh cinta. Karena passionnya, karena mimpinya, karena harapannya.. tapi bukankah apa yang dia lakukan tidak sebanding dengan apa yang ada dalam fantasy-ku. Passionnya, mimpinya, harapannya, tidak seberharga itu.
Ayolah... aku telah membuka mata, aku melihat kenyataan tapi kenapa aku tidak merasa kecewa dengan ketidaksesuaian itu? Mata yang mana lagi yang harus kubuka?

Selasa, 23 Januari 2018

Usia 30 Tahun

Hari ini, 23 Januari 2018 aku berulang tahun yang ke-30. Luar biasa sekali rasanya masih bisa menikmati kehidupan hingga usia ini.
Sebenarnya tidak ada yang berubah. Aku masihlah diriku yang lama, yang biasa, yang masih belum begitu dewasa, yang masih perlu banyak belajar, yang masih sering mengeluh, dan masih sering menangis.
Aku yang di usia ini masih selalu merasa iri pada kehidupan orang lain, selalu bertanya-tanya kenapa orang-orang begitu mudah memutuskan dengan siapa menjalin hubungan, menikah, menjalani kehidupan di setiap jenjang dengan seseorang, sementara aku masih saja bersikukuh dengan kekerashatianku mengikuti kata hati, mencari kebahagiaan, ketenangan hati dan ketentraman jiwa yang entah kapan dan dimana bisa kudapatkan.
Kadang aku sendiri bertanya-tanya, sebenarnya apa yang kucari? Tidak ada yang menjamin aku akan menemukannya.
Hati ini selalu dipenuhi kegundahan, kegelisahan, ketakutan, kehati-hatian, selalu waspada, tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tapi ketika mengikuti apa kata hati, aku selalu merasa diri benar. Aku butuh ruang untuk diri sendiri. Selalu ingin sekali-sekali menjadi egois dan mementingkan diri sendiri meskipun aku sendiri tidak tahu pengorbanan macam apa yang pernah kulakukan.
Saat ini yang paling menyakitkan hati adalah, ketika pada akhirnya aku merasa telah menemukan apa yang kucari, tapi ternyata bukan itu yang seharusnya kutemukan. Aku masih harus melanjutkan perjalanan yang panjang, penuh dengan pembelajaran yang kesemuanya tidak mudah. Aku masih harus melalui jalanan berbatu, berkerikil, kadang terjatuh, tersandung, terpeleset, seberapa besarpun aku berhati-hati, hatiku tetap terasa sakit.
Ketika ada rasa "tidak rela" di  dalam hati, tidak tahu harus berbuat apa. Lama kelamaan, aku pasti bisa melalui ini, tapi sampai kapan?
Aku masih belum bisa menemukan jawaban pasti atas semuanya.
Sebenarnya ada begitu banyak kesempatan yang pada akhirnya terlewat begitu saja. Hanya karena aku mengikuti hati yang bodoh ini. Harapan-harapan bodoh ini yang entah sampai kapan akan berakhir. Hanya agar aku tidak menyesalinya di usia tuaku nanti. Aku ingin menjadi pemberani tapi aku hanyalah seorang penakut. Apa yang bisa kulakukan?
Membiarkan diri menangis tepat di hari ulang tahun, masih mengasihani diri sendiri, prihatin terhadap diri sendiri. Aku benar-benar menyedihkan. Tapi, ini masih hanyalah uji mental. Aku harus kuat. Aku harus bisa. Aku pasti bisa.

Happy birthday to me.
I wish the person I love, love me back.
I wish to get married to the person I love who love me back.
I want to get married.
I want to go to Japan.
And have a happy life.

Senin, 22 Januari 2018

If You are Still Alive

Today, if you are still alive, you'll have a 31st birthday celebration.
The one and only regret I have in my life is your death.
You are so young at that time.
And very handsome.
I wonder what will happen if you still alive.
I'm sure I will never be the "me" right now.
I'm sure that there's a lot of thing wouldn't be happen in my life.
You, who make me want to fight everything.
If I could, I want to switch with you.
Happy 31st Birthday, Dotu.
Always watch over me from there.
Wait for me in our afterlife.
I'll make sure, I'll find you. And make you fall in love with me. 

Senin, 15 Januari 2018

LOVE ALONE ~Cinta Sendiri~

Menemukan sebuah lagu yang benar-benar bisa menggambarkan perasaan yang sebenarnya merupakan sebuah keajaiban. Baru kali ini ada lagu yang bisa menggambarkannya dengan begitu jelas. Inilah lagu "Love Alone" dari Katelyn Tarver dan terjemahan Indonesianya.

"Love Alone"

I told you my heart's leaning towards you, a little more than I knew something was scaring you.
Is it too much or too fast or too forward?
Should I step back and pretend I don't feel this way?
I don't wanna tell a lie, I don't wanna have to hide.

It's on the line I've waited for a sign,
I see it in your eyes, I, I know you really feel the same.
I need to know if I should raise or fold, my heart is stuck on hold,
I, I wanna know which way to go.
I can't love alone, I can't love alone.

I tried not to fall so far for you, now I can't get away from anything you say.
You make me feel nervous and stupid whenever I tell you I'm tired of playing games.
I don't wanna tell a lie, I don't wanna have to hide.

It's on the line I've waited for a sign,
I see it in your eyes, I, I know you really feel the same.
I need to know if I should raise or fold, my heart is stuck on hold,
I, I wanna know which way to go.
I can't love alone.

Oh, I can't stay here wonderin' if you want me.
If you don't take me, you should leave.

It's on the line I've waited for a sign,
I see it in your eyes, I, I know you really feel the same.
I need to know if I should raise or fold, my heart is stuck on hold
I, I wanna know which way to go.
I can't love alone,
I can't love alone,
I can't love alone.

Terjemahan Indonesia

"Cinta sendiri"

Kukatakan hatiku condong ke arahmu, sedikit lebih dari yang aku tahu ada yang membuatmu takut.
Apakah itu terlalu banyak, terlalu cepat atau terlalu maju?
Haruskah aku melangkah mundur dan berpura-pura tidak merasa seperti ini?
Aku tidak ingin berbohong, aku tidak ingin bersembunyi.

Ini di telepon aku sudah menunggu tanda,
Aku melihatnya di matamu, aku tahu kau benar-benar merasakan hal yang sama.
Aku perlu tahu apakah aku harus menaikkan atau melipat, hatiku tertahan,
Aku, Aku ingin tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Aku tidak bisa mencintai sendiri, aku tidak bisa mencintai sendiri.

Kucoba untuk tidak jatuh sejauh ini kepadamu, sekarang aku tidak bisa melepaskan diri dari apapun yang kamu katakan.
Kamu membuatku merasa gugup dan bodoh kapan pun kukatakan kubosan bermain-main.
Aku tidak ingin berbohong, aku tidak ingin bersembunyi.

Ini di telepon aku sudah menunggu tanda,
Aku melihatnya di matamu, aku tahu kau benar-benar merasakan hal yang sama.
Aku perlu tahu apakah aku harus menaikkan atau melipat, hatiku tertahan,
Aku, aku ingin tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Aku tidak bisa mencintai sendiri.

Oh, aku tidak bisa tinggal di sini bertanya-tanya  apakah kamu menginginkanku,
Jika kamu tidak membawaku, kamu harus pergi.

Ini di telepon aku sudah menunggu tanda,
Aku melihatnya di matamu, aku tahu kau benar-benar merasakan hal yang sama.
Aku perlu tahu apakah aku harus menaikkan atau melipat, hatiku tertahan
Aku, aku ingin tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Aku tidak bisa mencintai sendiri,
Aku tidak bisa mencintai sendiri,
Aku tidak bisa mencintai sendiri.

***

Yup. Seperti itu kurang lebih ya..
Terjemahannya masih kasar, semoga saja nanti ada waktu untuk memperhalus dengan kata-kata yang lebih tepat.

Jumat, 12 Januari 2018

It is Too Sad, I Feel Empty

Kemarin, di story instagram Masa ada seorang wanita yang melambai-lambai padanya di bandara dalam keberangkatannya menuju Bali. Wanita itu sendiri. Yang berarti bahwa hanya dia seorang yang mengantarkan Masa. Tanpa basa-basi, aku segera bertanya pada Masa tentang wanita itu. Dia menjawab, taisetsu na hito da yo! Artinya "orang yang penting". Aku semakin bertanya-tanya, orang yang penting seperti apa yang dia maksudkan. Apakah kekasih? Apakah wanita yang disukai? Siapa sebenarnya dia? Apakah anggota keluarga? Apakah adik? Entahlah. Masa bahkan tak merasa perlu untuk menjawabku. Aku bukan orang penting, paling tidak, tidak cukup penting untuk diberi penjelasan apapun.

Mungkinkah ini saatnya aku mengakhiri perasaan ini? Perasaan jatuh cinta ini? Perasaan yang kuharap mendapat balasan ini? Apakah aku salah dalam menilai orang?

Dini hari tadi aku terbangun dari tidurku karena sebuah mimpi. Dalam mimpiku ada seorang teman Masa yang memberitahukan pada Gungmas bahwa wanita di bandara itu adalah istri Masa dan bahwa Masa dulunya adalah pemuda nakal. Di dalam mimpiku, aku merasa sedikit ragu akan pernyataan itu, aku juga merasa bimbang dan gelisah, serta kecewa. Mimpi itu membuatku merasakan perubahan yang besar di dalam diriku. Aku merasa kosong. Aku merasa seluruh inderaku telah dimatikan oleh perasaan jatuh cinta sehinga aku bahkan tidak bisa merasakan aura yang tidak ingin dia tunjukkan. Apakah selama ini dia berbohong? Apakah kepolosan yang kulihat selama ini hanyalah kamuflase? Sebenarnya apa arti dari mimpi itu? Apakah itu ada hubungannya dengan mimpi saat aku dan dia pertama kali bertemu? Mimpi tentang aku dan dia yang berdiri di hadapan sebuah lubang yang berisi sampah.

Hati ini benar-benar terasa kosong. Hampa. Seolah hancur berkeping-keping, aku tak bisa mengembalikannya ke bentuk semula. Perasaan kecewa yang teramat berlebihan ini apakah ada kaitannya dengan mimpi kehilangan anting waktu itu? Aku kehilangan kepercayaan, tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada dia.

Aku benci memikirkan bahwa selama ini aku telah dibohongi. Terlalu aneh rasanya sampai aku tidak bisa merasakan aura itu. Aura seseorang yang harus dihindari? Aku sangat yakin terhadap instingku. Aku tidak pernah salah menilai orang. Selama ini aku bisa membedakan mana manusia yang bisa dipercaya dan tidak. Aku bisa merasakan mana menusia yang baik dan tidak. Tapi, sebenarnya mungkin juga aku tidak memiliki kemampuan itu. Aku hanya merasa bisa merasakannya padahal mungkin saja sama sekali tidak.

Terhadap Masa, aku merasa dia adalah gabungan dari narsis dan sadis, sementara aku adalah si masokis. Dia adalah tipe kucing sementara aku adalah tipe anjing. Kupikir hanya sebatas itu. Selama ini aku merasa bisa menerima seandainya dia pernah tidur maupun melakukan seks dengan beberapa wanita. Di usianya itu hal-hal seperti itu adalah kewajaran. Meski seks tak berlaku untukku. Tapi tidak ada yang tahu bagaimana dia, kecuali dia sendiri dan Tuhan. Beberapa waktu lalu saat aku turut serta mengantarnya ke bandara menuju Jepang, di tengah jalan dia disapa oleh wanita-wanita pekerja tempat massage, saat itu aku bertanya, mungkin saja satu atau dua wanita di tempat itu menyediakan layanan seks baginya. Siapa yang tahu. Aku pikir aku bisa menerima itu.

Sebenarnya aku jauh sebelum ini juga memikirkan sedikit kecurigaan, tentang berbagai kemungkinan. Apakah aku berpikir terlalu berlebihan dan terlalu muluk? Aku memang sempat merasa curiga, mungkinkah di Jepang sana dia sebenarnya sudah menikah, memiliki anak tapi kemudian berusaha mencari suaka di Bali karena menyenangi Bali. Jika menikahi wanita lokal baginya bertujuan untuk mendapatkan suaka, dan bukan karena rasa cinta, aku tidak bisa menerima itu. Tapi, hatiku terasa begitu sakit.

Aku bukan siapa-siapa baginya. Aku hanyalah wanita yang sedang jauh cinta kepadanya yang bahkan tidak bisa mengekspresikannya dengan baik. Aku menangis dan merasa sedih bukan karena memyesal telah merasakan perasaan ini. Alu sedih hanya karena aku merasa perasaan ini sangat menyakitkan. Aku ingin menangis. Seandainya bisa, aku ingin bertanya langsung, mencari jawaban langsung, sesegera mungkin.

Aku mulai bertanya-tanya apakah ini ulah alam semesta? Apakah alam semesta ingin aku membuka mata lebih lebar lagi agar aku bisa melihat lebih jelas? Atau ini adalah masih dalam proses ujianku?

Tuhan, tidak bisakah kali ini saja aku menjadi egois dan mementingkan diri sendiri? aku ingin bahagia bersama orang yang kucintai. Aku ingin orang kucintai mencintaiku juga. Sesulit itukah bagiku? Sebegitu tidak memungkinkannyakah bagiku? Sekali saja orang yang kupikirkan juga sedang memikirkanku. Orang yang kurindukan juga sedang merindukanku. Orang yang kutunggu kini sedang mencariku. Tidak bisakah Tuhan?
Sepertinya, terlalu sering aku meminta hal konyol seperi ini. Gomen gomen. Padahal aku berjanji tidak akan meminta hal-hal yang egois.

Kalau begitu, cukup bahagiakan orang-orang di sekitarku. Aku akan bahagia juga.

Jumat, 05 Januari 2018

What Should I Do When I Suddenly Miss You?

Bahkan aku mulai takut menuliskannya di sosial media dimana ada akun semua keluargaku dan teman-temanku. Entahlah. Ketika perasaan rindu itu tiba-tiba terasa merasuk ke dalam dada, aku bahkan tak bisa menolong diri sendiri. Aku mulai menangis. Dan mulai bertanya-tanya, apakah kamu tahu apa yang kurasakan? Apakah kamu tidak merasakan hal yang sama? Apakah perasaan ini tidak sampai kepadamu?
Aku bukan siapa-siapamu, kita bahkan tidak pernah mengobrol dengan benar. Kita tak pernah banyak bicara, hanya aku yang selalu menatapmu, dan mataku yang selalu mencari keberadaanmu. Apakah ini rasa yang salah? Aku ingin sekali mengetahui jawabannya. Tidak bisakah kamu memberitahuku apa yang kamu rasakan? Aku benar-benar memprihatinkan. Merasa ingin menyerah tapi selalu merasa ada harapan. Benar-benar membingungkan.
Ketika aku tiba-tiba merasa rindu kepadamu, apa yang harus kulakukan?

Aitai. Aitai. Aitai.