Senin, 13 November 2017

Kamu adalah Orang yang Baik

Pernah suatu kali kamu mengatakan, "Kamu adalah orang yang baik". Saat itu aku bertanya-tanya, apakah kata-kata itu hanya formalitas  semata? Baik bagi siapa maksudmu? Baik dalam ruang lingkup apa?
Sementara kamu mengatakan bahwa wanita yang kamu suka adalah wanita cantik. Cantik seperti apa maksudmu? Apakah itu cantik secara fisik? Atau cantik secara pribadi?
Lagipula, aku bahkan tidak termasuk ke dalam kategori manapun.
Aku hanya sedang kebingungan. Aku gelisah seorang diri menerka-nerka apa yang harus kulakukan. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, bagaimana aku menangani ini.
Aku selalu memikirkan kemungkinkan terburuk yang mungkin terjadi, lalu mulai membayangkan bagaimana perasaanku saat itu.
Aku mulai mempertanyakan, bagaimana jika seandainya kamu tak seberharga itu untuk kupendami cinta.
Mungkin lebih baik melihatmu memeluk wanita lain agar aku cukup terluka sehingga aku bisa melupakanmu. Bila itu memang harus terjadi, aku masih ingin menyunggingkan senyum terbaikku kepadamu.
Perasaan ini tidak mudah. Aku merasakannya seorang diri. Kamu tahu tapi kamu mungkin tidak bisa merasakannya. Kamu tahu tapi kamu mungkin tidak ingin mempedulikannya.
Aku hanya bisa diam. Menunggu keajaiban. Bila hal itu memang ada, seharusnya ada sesuatu yang terjadi. Tapi, kenapa hanya aku yang merasakannya?
Secara mengejutkan aku kehilangan kepercayaan diriku. Merasa rendah diri. Seandainya aku wanita cantik yang ideal bagimu. Seandainya aku bisa menjadi wanita sepadan denganmu, mungkin aku tidak akan merasa seperti ini.
Kamu mungkin akan mengejarku.
Seharusnya aku mencari teman utuk berkonsultasi tapi, bagaimana bila itu menganggu orang lain. Lagipula, setiap orang sudah memiliki masalahnya masing-masing.
Aku hanya dalam kebingungan.
Mungkin Tuhan masih memberi ujian.
Semua akan indah pada waktunya.
Kata-kata itu hanya mampu membuatku bersembunyi sementara seperti sedang berada dibalik topeng.
Tapi, memang benar bila ini belum saatnya bagiku.

Jumat, 10 November 2017

A Dream About Preparing Our Wedding

Pagi ini bertepatan dengan Hari Penampahan Kuningan, aku terbangun dari mimpi. Sebuah mimpi yang membahagiakan tapi juga menyedihkan.
Di dalam mimpi itu, keluarga Bali yang telah dianggap keluarga oleh Masa menanyaiku apakah aku mau menikah dengan Masa. Aku sendiri tidak berpikir lama, tentu saja aku menjawab "mau".
Alhasil, sesegera mungkin mereka menyiapkan pernikahanku dan Masa. Dalam masa-masa itu, aku yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa menerima. Ajik dan Gustu kelihatan senang sekali. Gungmas membantuku menyiapkan pakaianku. Saat dia mengajakku memilih selendang, dia memakaikan sebuah selendang lalu melepaskannya lagi dan meletakkannya lagi pada deretan pilihan selendang yang banyak sekali dengan berbagai macam warna. "Bagaimana dengan bajunya?" Tanyaku. Dia hanya mengatakan bajunya sudah ada. Lalu aku teringat bahwa aku mempersiapkan pernikahanku tanpa memberitahu orangtuaku. Gungmas mengatakan semua sudah diatur, kamu tidak perlu memikirkan itu. Dan tiba-tiba aku melihat keluargaku. Aku seperti tengah berada di halamn rumah di merajan keluarga besar. Mereka tampak sibuk. Mungkin mempersiapkan pernikahanku?
Saat aku melihat keluargaku, kakak sepupuku menitipkan ponselnya padaku, tapi saat berjalan aku malah menjatuhkannya di atas batu. Ponsel itu kelihatan baik-baik saja tapi saat kuambil casingnya agak membuka, saat kutekan untuk menutupnya malah sisi lain yg terbuka. Sampai akhirnya casing belakangnya lepas. Seperti tidak pas pemasangannya.
Dan mimpiku pun berakhir.
Aku tersadar dari mimpi dengan perasaan yang penuh di dada kiriku. Aku merasakan perasaan yang bahagia, masih terbawa suasana di dalam mimpi. Bahkan saat aku membuat tulisan ini. Perasaan penuh itu masih ada.
Meskipun begitu, aku juga merasa sedih. Aku sedih karena semua yang terjadi itu hanya di dalam mimpi. Dan ada kemungkinan mimpi itu memiliki arti yang sangat jauh berbeda dari yang terlihat. Jadi, mungkin mimpi itu tidak benar. Mungkin juga mimpi itu adalah ekspresi dari rindu yang kurasakan terhadapnya. Perasaan rindu ini benar-benar terasa menyakitkan, sampai-sampai ingin menangis, dan aku benar-benar menangis.
Itu terjadi dua hari yang lalu.
Di hari Senin aku melakukan sebuah petualangan solo. Dari rumah (Negara) aku berangkat menuju kampusku di Singaraja, membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai disana. Setelah berkeliling sebentar di kota itu, urusanku di kampus selesai, aku menemui temanku, Retno di rumahnya di Sukasada. Dia telah menikah dan memiliki anak. Bahkan anak keduanya akan segera lahir. Dia hidup dalam keluarga kecil yang bahagia.
Perjalananku kulanjutkan menuju Denpasar. Perjalanan ini juga membutuhkan waktu 3 jam. Di Denpasar aku bertemu dengan Hery. Temanku yang satu ini akan segera menikah. Lebih tepatnya dia akan menikah di tanggal 23 Nopember ini. Aku menemuinya jauh hari karena di tanggal itu aku tidak bisa datang. Hery adalah satu-satunya teman curhat dan gila-gilaanku yang masih lajang, jadi ketika dia bilang mau menikah rasanya seperti anak perempuan yang mau ditinggal menikah oleh bapaknya. Aku turut bahagia, lega tapi juga sedih karena aku tidak bisa lagi sebebas dulu chatting dengan dia. Satu persatu temanku yang berlainan gender akhirnya menikah. Pertanyaannya, aku kapan? Bisakah semua terjadi seperti di mimpi?
Saat malam menjelang aku dan Hery sudah menyelesaikan makan kami dan menutup obrolan, kami pun berpisah. Aku berangkat menuju Kuta, menjemput temanku, Gungmas yang bekerja di salah satu hotel bintang lima disana. Perjalanan menuju hotel itu benar-benar lama karena aku salah mengambil jalur. LoL
Tapi, aku bisa sampai ke tempat itu dengan selamat. Lalu, kami beranjak menuju pantai Kuta. Disanalah, di parkirannya aku bertemu Masa. Dia telah bersiap akan pulang menuju kosnya. Begitu juga dengan keluarga temanku, Ajik dan Gustu.
Bertemu Masa dalam kondisi seperti itu membuatku benar-benar malu. Aku tidak sanggup mengatakan sepatah katapun. Hanya bisa tersenyum. Kalau mengingat kejadian itu rasanya aku ingin berteriak. LOL
Keesokan harinya aku mengantar temanku bekerja lalu ke pantai Kuta sendirian berharap orang yang kutemui pertama kali adalah Masa. Tapi, sampai matahari meninggi dia belum juga muncul. Mungkin sekitar jam 11 dia baru datang di saat aku tengah membantu mempersiapkan warung. Aku tidak bisa berkata-kata, hanya bisa tersenyum dan memandanginya. Entah kenapa aku tidak bisa berkata-kata.
Masa duduk di warung sebelah dan memesan makanan, lalu datang seorang bencong menggodanya. Lol. Dia bahkan membuat story di instagram menampilkan si Okama itu, haha, aku benar-benar iri dengan bencong itu. Aku iri dia bisa ngobrol dengan bebasnya dengan Masa. Aku iri dia bisa duduk berdampingan dengan Masa. Aku iri dia bisa terlihat begitu ceria di hadapan Masa. Sementara aku hanya bisa tersenyum dan memandanginya.
Sekembalinya dari bekerja, Masa bertemu dengan beberapa orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan Gustu. Dia menerima anggur dari seseorang lalu segera mendekatiku dan menawariku anggur itu. Aku kaget dan tidak paham maksudnya tapi aku mengambil anggur itu dua biji. Dia sepertinya bermaksud supaya aku mengambil lebih banyak tapi aku tidak paham. LOL. Kesulitan terbesar kami adalah di bahasa. Mengesalkan sekali tapi disitulah menariknya.
Yang paling membuatku tak bisa berhenti tersenyum adalah saat aku memandanginya, dia akan melihat kearahku sambil tersenyum. Aku suka itu. Aku suka saat pandangan kami bertemu. Aku suka saat dia melihat ke arahku. Meskipun sama-sama tidak bisa mengatakan apa-apa. Aku hanya merasa itu begitu berarti dan dadaku terasa penuh. Maksudnya penuh dengan bunga. LOL.
Siang harinya Masa meninggalkan pantai, seperti biasa tanpa mengatakan sepatah katapun, dia tiba-tiba saja menghilang. Padahal siang itu aku berencana mengikutinya bekerja. Tapi, ya sudahlah. Saat sore menjelang jam 6 dia baru datang. Dan melanjutkan bekerja. Sementara aku harus beranjak untuk menjemput Gungmas. Tapi sebelum menjemput Gungmas, aku berjalan menuju pantai dan duduk di atas pasir putih dengan pendaran cahaya matahari senja yang akan terbenam sambil mencari sosok Masa di tengah keramaian. Benar-benar ramai. Benar-benar sulit menemukannya hingga tanpa kusadari dia telah ada di depan mataku tapi dengan jarak yang cukup jauh. Aku mengambil beberapa fotonya. Dan saat kuperhatikan beberapa foto sunset yang kuambil, di salah satu foto ternyata ada dia. Aku hampir menangis melihatnya. Berkali-kali kusebut, "oh my God". Aku hampir tidak percaya pada foto yang telah kuambil.
Meskipun aku sangat ingin mengikutinya, aku tidak bisa. Aku harus segera menjemput teman.
Keesokan harinya temanku bekerja pagi, Gustu mengantar Ajik ke puskesmas untuk mengecek kondisi kesehatan Ajik yang tampak buruk. Hari itu aku sangat berharap bisa bertemu Masa di warung, aku sudah menyiapkan skenario pernyataan cinta di dalam otakku. Tapi, mungkin memang belum rejeki. Hari itu Gustu tidak ke warung. Kami tidak ke Kuta. Aku sedih. Tapi, aku tidak bisa menunjukkannya. Meskipun ingin, aku juga tidak bisa menghubungi Masa. Hari itu aku menangis diam-diam. Saking rindunya dengannya, saking tidak bisanya perasaan itu diungkapkan, saking kerasnya perasaan u harus kutahan, tidak bisa mengeluh kepada siapapun, tidak bisa mengadukan kesedihanku pada siapapun, tidak bisa berbuat apa-apa. Benar-benar menyiksa. Tapi, aku bisa mengatasinya. Daijoubu.
Hari itu, pertama kalinya aku minum bir. Gustu menawariku minum bir, awalnya aku menolak tapi dia menawarkan bir Bintang lemon yang mengandul kadar alkohol rendah. Rasanya seperti "tuak wayah", juga mirip Green Sand, seperti minuman soda biasa. Meskipun begitu aku meminumnya sedikit-sedikit dan perlahan. Aku berusaha keras menghabiskan setengah gelas yang diberikan padaku. "Tidak buruk" pikirku. Mungkin lain kali aku akan minum bir itu lagi. LOL.
Dan itulah kisah perjalanan sedih yang kualami.
Menyenangkan, penuh petualangan, seru, dan nostalgic.
Keesokan harinya di hari Kamis, pagi hari, aku bersiap pulang kembali ke Negara. Kali ini aku tidak mengirimkan pesan apa-apa kepada Masa. Aku hanya menitipkan pesan pada Gustu, karena hanya dia yang paling sering bertemu dan mengobrol dengannya. Entah pesanku disampaikan atau tidak. Lol.
Masa tidak mungkin mengirimiku pesan.
Aku memang tidak memiliki harapan tapi aku masih ingin berusaha. Aku tidak bisa begitu saja berpaling. Meskipun aku tidak bisa bersamanya kupikir aku juga tidak ingin bersama orang lain. Lagipula sedari awal aku telah membuat keputusan bahwa aku tidak akan menikah dengan orang yang tidak kucintai dan yang tidak bisa membuatku jatuh cinta. Jadi, mungkin menikah itu hanya bisa kunikmati di dalam mimpi.

Jumat, 03 November 2017

Ah I am Human

I feel empty in the crowd,
Can't bear the loneliness,
It is me the weird one here,
Why is that?
I don't know,
Everything seems to be not in its place,
Such thing like light is not shine as its own,
It's no one fault,
It is me being the strange one,
Can't see what everyone are seeing,
Can't feel what everyone are feeling,
It's no one fault,
It's just me being lonely,
No one to talk to,
Can't speak up,
Everything is burried deep inside,
It'll never go up, "I should just give up"
The side of mine who scared of being hurt told me that,
That words make it even worst,
Because the other side just keep on silence,
Keep on waiting for miracle to come,
It's hurt,
But also grateful for the pain, "Ah, it makes sure I'm a human"
It's just natural,
As time pass me by,
Will the pain gone?
Will the emptiness become fullness?
Will the loneliness become happiness?
Can time tell me the answer?