TELEPHATY
Naruto
is only belong to Masashi Kishimoto-sensei.
But,
this story is mine.
Pairing
SasuSaku
-
-
-
Chapter 01: Mp3 Player
Nee, kikoemasu ka?
Sepasang kaki jenjang
itu basah diterpa air shower. Suara jatuhan air shower yang hangat
dan beruap memenuhi kamar mandi. Hari masih pagi. Gadis itu keluar
dari kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk dan rambut merah
mudanya yang masih basah. Setengah jam kemudian ia telah siap dengan
seragam sekolahnya. Ia memakai atasan kemeja lengan pendek dengan
dasi pita berwarna hijau tua ditambah kardigan krem, sementara
bawahannya rok pendek hijau polkadot dengan celana olah raga pendek
di dalamnya yang hampir sama panjang dengan rok. Rambut merah mudanya
yang pendek ia ikat agak keatas. Sebelum meninggalkan rumah, tak lupa
ia memasang headset ukuran kecil di kedua telinganya dan
menyambungkannya dengan mp3 player.
Yep. Dia siap menuju ke
sekolah. Cukup dengan berjalan sekitar 10 menit ia akan sampai di
Konoha High School, sekolah barunya. Bunga sakura beterbangan bersama
angin mengiringi langkahnya. Ia melangkah dengan santai sambil
mendengarkan lagu. Hari ini adalah hari pertama dimulainya semester
baru di SMU. “Kuharap, tidak ada masalah di hari pertamaku.”
ujarnya dalam hati. Tepat disaat ia akan memasuki sekolah melalui
pintu gerbang depan, seorang anak laki-laki dengan rambut raven
menatapnya dengan tatapan aneh. “Ada apa dengannya?” tanyanya
dalam hati.
“Sasuke, tunggu aku!”
seorang anak laki-laki berambut pirang jabrik mendekati anak
laki-laki raven tadi. “Kita sekelas tidak ya?” tanya anak itu
tapi tidak mendapatkan jawaban dari si rambut raven. Mereka berdua
berjalan terus tanpa peduli dengan gadis berambut merah muda yang
sedang memperhatikan mereka dari belakang.
Gadis itu memutar bola
matanya. “Anak yang berisik.” ujarnya dalam hati. Ia masih setia
mendengarkan lagu-lagu melalui headsetnya.
Sementara siswa-siswa
baru lainnya berbaris di aula sekolah menerima ceramah dari kepala
sekolah, gadis berambut merah muda itu duduk di kelas barunya. Baru
saja ia mengaku sakit perut dan tidak mengikuti acara penyambutan
siswa baru. Ia duduk di kursinya yang berada di dekat jendela,
memandang keluar entah pada apa, pandangannya jauh menerawang
sementara lagu dalam headsetnya masih mengalun memenuhi telinganya.
Tak berapa lama kemudian, beberapa siswa masuk ke kelas itu. Gadis
berambut merah muda itu hanya melirik sejenak ke arah mereka dan
melanjutkan lagi acara melamunnya. Siswa-siswa dikelasnya ngobrol dan
saling berkenalan, tertawa dan bercanda tapi sama sekali tidak
didengarkannya. Di meja di sebelahnya duduk anak laki-laki pirang
jabrik memandang ke arahnya dengan heran lalu menatap anak laki-laki
berambut raven di belakang gadis berambut merah muda tersebut. Gadis
itu sama sekali tidak peduli dan tidak mau tahu pada kelasnya. Tidak
ada keinginan untuk berkenalan dengan teman-teman baru? Tidak. Dia
sebenarnya ingin, tapi dia takut.
Seorang pria berambut
perak dengan masker di wajahnya masuk ke kelas itu dengan senyuman,
tampak dari sorot matanya. “Selamat pagi. Namaku Hatake Kakashi.
Aku adalah wali kelas kalian. Selamat datang di Konoha High School!”
seru guru itu disambut reaksi yang bisa-biasa saja dari para siswa.
Guru yang memperkenalkan diri sebagai Hatake Kakashi mengerutkan
keningnya merasa mungkin ada yang salah dengan cara penyambutannya.
Ia pun menggaruk-garuk kepala dengan maklum entah pada siswa-siswa
barunya atau pada dirinya sendiri.
“Yak.. aku ingin
mengenal kalian satu persatu,” kata Kakashi sambil membuka sebuah
buku tipis ukuran A4 dari laci meja. “Aku mulai dari Nara
Shikamaru.” panggilnya pada salah seorang siswa.
“Hai~” jawab siswa
yang dipanggil dengan malas.
“Tipe siswa
pemalas, tapi sepertinya otaknya encer.” Bathin
Kakashi. “Baik, selanjutnya. Uzumaki Naruto.”
“Hai..!!!”
jawab anak laki-laki pirang jabrik sambil mengacungkan tangannya ke
atas dengan penuh semangat.
“Wah..yang
ini lain lagi. Dia bersemangat tapi kelihatan bodoh,”
Kakashi membathin.
“Yamanaka
Ino”
“Hai!”
“Hyuuga
Hinata”
“Hai.”
“Haruno
Sakura.”
“....”
Kakashi
tidak mendapatkan jawaban. Ia mengalihkan pandangannya dari buku
berukuran A4 itu kepada siswa-siswanya. “Haruno Sakura.”
panggilnya lagi. Tapi tak ada seorang pun yang menjawab.
“Hei,
siapa sih yang bernama Haruno Sakura?!!” teriak anak laki-laki
jabrik yang bernama Naruto dengan tidak sabar. “Hei..!! Sensei
memanggilmu!!” teriaknya tidak jelas kepada siapa. Ia tidak
mendapatkan jawaban. Ia memandang kepada setiap siswa di kelas. Tidak
ada yang mempedulikannya. Diputarnya bola mata birunya dan tiba-tiba
pandangannya tertuju pada gadis di meja sebelah kirinya. Ia beranjak
dari tempat duduknya mendekati gadis itu lalu menepuk pundaknya.
Gadis
itu menoleh.
Naruto
mengangkat sebelah alisnya ketika menyadari ada headset di kedua
telinga gadis itu. Ia melepaskan headset itu dengan paksa. “Apa kau
yang bernama Haruno Sakura?!” tanya Naruto begitu berhasil
melepaskan headset itu.
Gadis
itu beranjak dari duduknya. “Seenaknya saja! Kau mau berkelahi?!”
teriak gadis itu emosi. Siswa-siswa yang lain di kelas itu menoleh
pada mereka berdua.
“Mendokusai
na” gumam Shikamaru.
“Kembalikan!!!”
Gadis merah muda itu merebut kembali headsetnya dari tangan Naruto
lalu menoleh pada Kakashi. “Haruno Sakura desu!” ujar gadis itu
lalu duduk kembali.
Naruto
terdiam.
Gadis
bernama Haruno Sakura itu melirik tajam ke arah Naruto seolah-olah
berkata, 'Pergi sana!'.
Naruto
menatapnya datar. “Cantik-cantik tapi galak.”
umpatnya dalam hati lalu kembali ke tempat duduknya.
Sakura
kembali memasang headsetnya. “Setidaknya dia menyebutku
cantik” Ujar Sakura dalam
hati. Ia kembali senyap dalam alunan lagu dari mp3 playernya.
Pemuda
berambut raven di belakang Sakura seketika menoleh pada gadis itu dan
menatapnya penuh tanda tanya.
“Uchiha
Sasuke.” panggil Kakashi-sensei.
Pemuda
raven itu menoleh pada Kakashi dan menjawab, “Hai” dengan suara
datar.
Kakashi
masih melanjutkan kegiatannya mengecek kehadiran siswa di kelasnya
sementara Sakura tenggelam dalam lagu-lagu yang bergulir di mp3
playernya. Setelah Kakashi menyelesaikan tugasnya, ia mendekat ke
arah Sakura yang sedang melamun, menerawang jauh ke luar jendela.
Seluruh siswa mengikuti Kakashi dengan pandangan mereka.
Merasa
ada yang mendekatinya, Sakura menoleh. “Mau apa dia?”
tanyanya dalam hati.
“Haruno-san,
kurasa kau harus ikut aku ke ruang konseling.” ujar Kakashi yang
tentu saja mendapat tatapan heran dari Sakura karena dia tidak
mendengar apa yang dikatakan Kakashi.
Sakura
melepaskan headsetnya. “Anda bilang apa?” tanyanya pada Kakashi.
Kakashi
menatapnya sambil menampakkan senyum yang dibuat-buat.
-000-
Sakura melemparkan
pandangannya ke arah jendela yang terbuka. Ia menerawang jauh ke luar
sana entah pada apa. Mungkin pada angin yang sedang berhembus, atau
pada bunga sakura yang beterbangan ditiup angin. Ia memasukkan kedua
tangannya pada saku jasnya. Headset yang biasa bertengger di
telinganya baru saja disita. Ia duduk di ruang bimbingan konseling
sendirian setelah ditinggalkan oleh Kakashi-sensei. “Berisik!”
Teriaknya bertepatan dengan suara pintu yang dibuka.
“Siapa yang berisik,
nona merah muda?” tanya orang yang baru saja masuk ke ruangan itu.
Sakura menoleh sejenak
lalu memutar bola matanya malas.
“Sikap sopan santun
apa ini?” tanya pria berambut coklat itu dalam hati seraya
mengambil duduk di seberang meja berhadapan dengan Sakura.
“Sudah jelas ini bukan
sikap sopan santun, Sensei” gumam Sakura membuat guru yang sedang
duduk di hadapannya menaikkan sebelah alisnya.
“Memangnya tadi aku
mengatakannya ya?” Tanya guru
itu dalam hati pada dirinya sendiri.
“Tentu
saja anda mengatakannya.” ujar Sakura dengan nada malas.
Guru
itu menatap Sakura heran dan penuh tanda tanya. “Aku tidak
mengatakan apapun padamu, kenapa kau selalu menjawab kata hatiku?”
tanya sang guru sedikit berteriak.
“Isi
hati anda gampang ditebak.” jawab Sakura datar seraya menatap guru
itu dengan tajam.
Guru
itu menatap Sakura tak percaya. “Anak ini menakutkan!”
ujar guru itu dalam hati.
“Sebaiknya kupanggilkan Kakashi-senpai.”
lanjut guru itu lalu berkata. “Tunggu sebentar disini, aku akan
memanggil Kakashi-senpai.”
“Ya,
terserah anda.” jawab Sakura cuek.
Guru
berambut coklat itu meninggalkan ruang konseling. Sakura menghela
napas. Ia kembali termenung menatap ke luar jendela. Langit begitu
biru dan angin berhembus begitu lembut menerbangkan helai demi helai
kelopak bunga sakura.
“Aku
sendiri merasa diriku menakutkan.” gumam Sakura masih memikirkan
kata hati guru berambut coklat tadi.
Tak
lama kemudian, Kakashi masuk ke ruang konseling diikuti guru berambut
coklat tadi.
“Iruka
bilang kau menjawab kata hatinya, apa itu benar?” tanya Kakashi
tanda basa-basi. Ia menatap mata Sakura dengan tajam sama seperti
tatapan tajam mata Sakura padanya.
“Dia
saja yang mengatakannya terlalu jelas.” jawab Sakura seraya melirik
ke arah guru berambut coklat yang bernama Iruka.
“Jangan-jangan,
kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain.”
tebak Kakashi disambut seriangai dari Sakura.
“Khayalan
anda terlalu tinggi.” ujarnya sambil memiringkan kepalanya dengan
senyum sinis. “Sebaiknya kembalikan mp3 playerku sebelum aku
mendengar lebih jauh.” lanjutnya.
Kakashi
menatap Sakura dengan raut wajah datar begitupun dengan sorot
matanya. “Kurasa kau akan cocok dengan seseorang.” ujar Kakashi
seraya menyodorkan mp3 player beserta headset milik Sakura yang tadi
ia sita.
Sakura
menerima kembali harta karun berharganya sambil tersenyum puas.
“Dare?” tanyanya.
“Dia
sekelas denganmu. Kau akan mengetahuinya jika kau tidak menggunakan
benda itu.” jawab Kakashi sambil menunjuk mp3 player Sakura.
Sakura
memutar bola matanya. “Akan kupertimbangkan.” ujar Sakura seraya
beranjak meninggalkan ruang konseling.
“Pasti
berat menjalani hari-hari dengan pendengaran yang jauh lebih tajam
dari orang biasa ya?” tanya Kakashi sebelum Sakura melewati pintu.
Sakura
mendongakkan kepalanya ke belakang. “Setidaknya anda cukup
pengertian.” jawabnya sambil tersenyum.
-000-
“Siapa
orang yang dimaksudkan guru uban itu?”
pikir Sakura sepanjang perjalanannya menuju kelas. Ia tidak pernah
berpikir akan ada orang lain yang memiliki kemampuan sama seperti
dirinya, kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain. “Asalkan
aku tidak memakai ini?” gumamnya seraya memandang mp3 player yang
sudah menemaninya selama dua tahun belakangan ini. Setelah kehilangan
segalanya, ia hanya memiliki mp3 player itu bersamanya.
Sakura
membuka pintu geser kelasnya, semua mata memandang padanya.
“Hari
pertama sudah membuat masalah, dan ada apa dengan gaya perpakaiannya?
Sudah pake rok, pake celana olah raga segala.” ujar
pemuda berambut nanas dalam hatinya seraya menatap tajam ke arah
Sakura. Sakura langsung mendelik padanya.
“Cih.
Mengomentari gaya perpakaianku? Lihat dulu bagaimana penampilanmu,
kepala nanas!” seru Sakura
dalam hati.
“Sepertinya
dia bukan orang yang mudah diajak berteman,”
ujar gadis pirang berkuncir kuda dalam hatinya. Sakura mengalihkan
pandangannya ada gadis itu lalu menghela napas.
“Aku
jadi takut mengajaknya berteman.”
ujar seorang gadis berambut ungu. Sakura hanya meliriknya dengan
ujung matanya.
Akhirnya
Sakura sukses duduk di kursinya meski masih banyak lagi teman-teman
sekelasnya yang berkomentar tentang dirinya di dalam hati mereka.
“Mereka berisik.”
umpatnya dalam hati.
“Cih.
Berisik, huh?” suara hati
seseorang terdengar olehnya.
“Hn?”
Sakura menaikan sebelah alisnya. “Siapa yang berbicara?”
tanyanya seraya melirik ke arah teman-teman sekelasnya yang sudah
mulai ngobrol seperti biasanya.
“Apa
dia mendengarku juga?” tanya
seseorang itu pada dirinya sendiri. Itu membuat Sakura semakin
bingung. Sampai akhirnya ia menoleh ke arah belakang. Tepat pada
pemuda berambut raven yang sedang duduk sambil meletakkan kedua
tangannya yang saling terkait di depan hidungnya. Tatapan mereka
bertemu.
Sakura
menelan ludah. “Apa dia yang dimaksudkan guru uban tadi?”
tanya Sakura dalam hati sambil menatap lekat pada laki-laki yang
masih menatapnya dengan tatapan datar.
“Guru
uban, katamu?” tanya pemuda raven itu sambil menyeringai.
“Kau
mendengarku?” tanya Sakura membelalakkan kedua matanya. Ia
terkejut, senang dan tak percaya. Tanpa berpikir apa-apa lagi, Sakura
berdiri dari kursinya lalu menarik lengan Sasuke, memaksanya keluar
dari kelas. Semua mata memandang kearah mereka berdua. Tapi Sakura
tidak peduli. Ia terus menggenggam erat lengan Sasuke membawanya
berlari bersamanya di koridor.
“Hei,
lepaskan aku! Apa yang mau kau lakukan?!” ujar Sasuke setengah
berteriak.
Sakura
tidak menjawab. Dikejauhan tampak Kakashi sedang berjalan ke arah
mereka tapi Sakura segera menarik Sasuke menaiki tangga. Kakashi
menaikkan sebelah alisnya ketika menyadari ada dua sosok siswa yang
berlari tapi ketika ia mendongak ke arah tangga kedua sosok itu telah
menghilang. “Bolos pelajaran di hari pertama?”
pikirnya. Ia melanjutkan lagi langkahnya menuju kelas 1-2.
Pintu
atap terbuka. Sakura menghentikan langkahnya begitupun Sasuke. Napas
keduanya masih memburu.
“Mau
sampai kapan kau menggenggam lenganku? Sakit tahu!” ujar Sasuke
kesal.
Sakura
tersadar dan melepaskan cengkeramannya dari lengan Sasuke. “Gomen”
ujarnya.
“Terserahlah.
Kau sudah membawaku kesini. Pelajaran pasti sudah dimulai lagi
sekarang, jadi katakan apa maumu!” seru Sasuke dingin.
“Kau.
Apa kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan suara hati orang lain?”
tanya Sakura tanpa basa-basi.
Sasuke
menyeringai. “Kurasa tidak mungkin aku bisa membohongimu.”
ujarnya.
Sakura
sumringah mendengar jawaban Sasuke. “Benarkah? Ka-kau juga bisa
mendengarnya?” tanya Sakura tidak percaya.
“Rambut
Kakashi bukan uban. Rambutnya memang seperti itu.” ujar Sasuke.
“Yappari,
kau mendengar suara hatiku.” ujar Sakura masih dalam
ketidakpercayaannya. “Yeah, aku bukan satu-satunya
manusia aneh di dunia ini!” suara
hati Sakura dengan sukses membuat Sasuke mengerutkan keningnya.
“Orang
aneh katamu?!” tanyanya dalam
hati.
“Ah..
gomen. Bukan maksudku menyebut kemampuan ini aneh tapi, selama ini
karena kemampuan ini aku selalu sendirian dan tidak ada yang mau
berteman denganku. Aku tidak pernah bertemu orang yang memiliki
kemampuan sama sepertiku. Aku tidak mengerti kenapa aku memiliki
kemampuan ini, aku juga tidak tahu sejak kapan aku memilikinya.”
Sakura tersenyum lega.
“Hn.”
gumam Sasuke. “Kurasa dia tidak segalak seperti yang
dipikirkan Naruto. Dia cenderung berisik.” ujarnya
dalam hati.
“Aku
mendengarmu, lhoo” ujar Sakura sambil tersenyum kaku.
“Baguslah,
aku tidak perlu mengatakannya lagi.” Sasuke memasukkan tangannya ke
dalam kantong celana dan segera beranjak meninggalkan Sakura.
“Kupikir
kita bisa saling memahami.” kata Sakura sebelum Sasuke menginjakkan
kakinya melewati pintu atap. Sakura membalikkan badannya untuk
menatap Sasuke.
Sasuke
menghentikan langkahnya. “Aku juga berpikir begitu.” ujarnya
seraya melanjutkan langkahnya.
“Yokatta
na” gumam Sakura penuh syukur. Ia mengeluarkan mp3 player dari
saku roknya. “Apa boleh buat, meskipun aku menemukan orang yang
sama sepertiku, aku masih bergantung pada benda ini.” ia
berkata dalam hati sambil memasang headset di kedua telinganya.
Sasuke
menghentikan langkahnya dan mendongak dari bawah tangga. Ia menatap
Sakura yang sedang berdiri di anak tangga paling atas sambil memilih
lagu yang akan ia putar di mp3 playernya.
Sakura
menyadari tatapan Sasuke lalu melepaskan headset dari telinganya.
“Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu...?”
Sasuke
terdiam sejenak lalu berkata, “Mau sampai kapan kau akan
menggunakan benda itu untuk menutupi pendengaranmu? Lama-lama kau
bisa tuli.”
Sakura
terdiam. Ditatapnya mp3 player di tangannya. “Kau pernah mendengar
nama band Asian Kung-fu Generation?”
Sasuke
menaikkan sebelah alisnya.
“Mp3
playerku sedang memutar lagu Soredewa Mata Ashita dari band itu.
Kupikir, mendengarnya ribuan kali pun tidak akan membuatku tuli
karena aku menyukainya.” Sakura menatap layar mp3 playernya.
Sasuke
menyeringai. “Kau hanya merasa tidak ada pilihan lain.”
Sakura
mengalihkan pandangannya pada Sasuke dan tampak seperti sedang
mengingat sesuatu. “Ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu.”
“Makanya
kubilang berhenti mendengarkan benda bodoh itu! Cih!” suara
hati Sasuke.
Sakura
tersentak. Ia menatap Sasuke. Sasuke pun baru menyadari kata hatinya
tadi didengarkan oleh Sakura. Mereka saling menatap.
“Aku
tidak tahu apa yang harus kukatakan, apa yang harus kulakukan?”
tanya Sakura dalam hati pada dirinya sendiri. Ia menundukkan
kepalanya sambil menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan.
“Aku,
Uchiha Sasuke” ujar Sasuke.
Sakura
sumringah mendengar ucapan Sasuke. “Uchiha Sasuke tte” ia
memiringkan kepalanya. Lalu menegakkannya lagi sambil tersenyum pada
Sasuke. “Hai. Gomennasai.”
-000-
Di
dalam kelas. Sakura tidak lagi menggunakan headsetnya. Ia duduk
dengan tenang di kursinya, meskipun 'duduk tenang' yang dipaksakan.
Ia tidak bisa berhenti mendengarkan suara hati teman-teman
sekelasnya.
“Brengsek!
Yang benar-benar mendengarkan guru hanya beberapa saja! Selebihnya
semuanya...” Sakura melirik teman-teman sekelasnya yang bisa ia
tangkap dengan matanya satu persatu. “Gadis berambut ungu yang
tadi pagi mengatakan takut untuk mengajakku berteman ternyata menaruh
hati pada si pirang jabrik di sebelahku ini? Yang benar saja. Gadis
yang kelihatan lembut itu menyukai laki-laki bertampang preman ini?”
“Pfftt”
terdengar suara tawa yang tertahan dari belakang Sakura. “Hahaha,
kau menikmatinya?”
Sakura
membalikkan badannya ke belakang lalu menatap Sasuke dengan tajam
dengan raut wajah yang sedikit tegang. “Kau benar-benar menikmati
ini ya?” bisik Sakura kaku.
“Apa
boleh buat.” jawab Sasuke sambil menyeringai.
Wajah
Sakura memanas. Ia terlalu banyak mendengar rahasia orang lain hari
ini.
-
-
-
-
To be
continued..
Klik link ini untuk membaca langsung di fanfiction.net ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar