Tanggal 20 Desember 2006 adalah tanggal yang selama 10 tahun tak pernah absen dalam ingatan. Hari itu adalah hari kematian seseorang. Bagiku dia adalah sosok yang mungkin akan mapu membuatku meninggalkan segalanya demi dia. Bahkan bila dia masih hidup saat ini dan mau menerimaku, aku akan rela meninggalkan apa saja demi dia. Aku juga rela seandainya nyawaku bisa ditukar dengan nyawanya.
Dewa Putu Santiadi. Pemuda yang lahir tanggal 22 Januari 1987, umurnya lebih tua setahun satu hari dariku. Aku jatuh cinta padanya menjelang umurku yang ke 17.
Saat itu, 31 Desember 2004, secara tak terduga dia muncul di depan rumahku sambil tersenyum mengatakan bahwa dia adalah anak teman ibuku. Aku dan dia pernah menghabiskan masa kecil bersama, keluargaku dan keluarganya punya hubungan yang cukup dekat. Tapi, saat dia berumur 7 atau 8 tahun, dia dan keluarganya pindah, sehingga kami pun berpisah. Aku tidak begitu ingat keberadaannya tapi dia mengingatnya meskipun tidak begitu baik. Dia pemuda yang ramah, suka tersenyum, pandai bicara, suka mengungkapkan guyonan, senang membuat orang lain tertawa. Dari segi fisik, dia tinggi dengan rambut lurus. Dia benar-benar sosok pemuda idamanku waktu itu. Aku menggilainya. Kehidupan masa SMA-ku di pertengahan kelas 2 hingga kelas 3 kujalani dengan memikirkannya, mencoba lebih dekat dengannya. Aku rela mendatangi sekolahnya dengan alasan mengantar temanku yang punya pacar di sekolah yang sama. Aku juga rela mendatangi rumahnya yang terbilang jauh dari rumahku dengan alasan main ke Bendungan Palasari. Kalau dipikir-pikir, sampai saat ini pun ternyata caraku mendekati seseorang masih seklasik itu dan itu sangat lucu dan lugu. LOL.
Sebenarnya aku bukan tipe perempuan yang percaya pada adanya cinta pandangan pertama, tapi pada Dewatu sepertinya itu yang terjadi padaku. Aku menyukai semua yang ada pada dirinya. Sayangnya, perasaan itu tidak pernah tersampaikan. Aku bahkan tidak tau apa yang dia rasakan terhadapku. Sampai pada suatu siang bertepatan dengan tanggal hari ini, aku yang sedang menjadi suporter bagi temanku yang sedang lomba nyanyi mendapat telpon dari ibu yang mengabari tentang kematian Dewatu. Awalnya, aku tidak tahu detailnya. Aku pulang sesegera mungkin dan mendapati rumah kosong. Hanya ada nenek di rumah sebelah.
Aku menghampiri nenek yang kemudian memberitahuku bahwa kedua orang tuaku telah pergi ke rumah duka.
Aku hanya bisa menangis.
Kakiku lemah, seluruh tubuhku lemas. Sambil terus menangis aku berharap bahwa itu hanyalah mimpi buruk. Tapi sepertinya aku tidak pernah bangun dari mimpi buruk itu.
Sepulang dari rumah duka orang tuaku memberitahuku detail penyebab kematiannya, kecelakaan motor. Sore itu di tanggal 20 Desember 2006, Dewatu meminta ijin pada ibunya untuk membeli sepatu ke kota. Sepatu itu rencananya akan dia pakai untuk ikut tes kepolisian. Pada saat meminta ijin dia mengatakan hanya pergi sebentar. Menurut cerita, ketika dia sudah sampai di jalan raya, melaju dengan cukup kencang, sampai di sebuah tanjakan yang tidak begitu curam disertai tikungan dia mau menyalip kendaraan lain tapi dari arah berlawanan juga ada kendaraan sehingga dia pun akhirnya tertabrak. Selama beberapa tahun aku melewati tempat yang aku yakini sebagai lokasi kecelakaan itu selalu berhasil membuat perasaanku sedih dan menangis. Aku patah hati cukup lama, bahkan sampai hari ini pun kematiannya masih kutangisi. Padahal aku dan dia tidak memiliki ikatan spesial. Baginya mungkin aku hanyalah adik yang sudah lama tidak dia temui.
Aku ingat di malam setelah pengabenannya aku bermimpi dia dalam tubuh anak kecil memakai pakaian penari di dekat sebuah pura. Melalui mimpi itu, sepertinya dia ingin mengatakan bahwa dia mendapat tempat yang layak. Menurut kepercayaan orang Bali, setiap orang yang meninggal, ketika badan kasarnya telah kembali pada buana agung maka atma yang masih memiliki sifat-sifat awidya (roh) masih belum suci sepenuhnya, dipercaya masih berada di Pura dalem, berada dalam kerajaan para roh. Masing-masing roh itu akan melakukan pekerjaan disana. Dan pekerjaan yang cukup mulia dan dipandang terbagus adalah sebagai penari. Maka dari itu, aku senang dia mendapat tempat yang bagus, hanya saja aku akan lebih senang bila dia tetap hidup untuk waktu yang lebih lama. Wanti-wanti aku mengharapkan keajaiban. Dalam setiap doa, sambil menangis aku berkata, "Bagaimana pun caranya, aku ingin dia hidup, tukarkan dengan nyawaku. Keberadaannya di dunia jauh lebih berguna dibandingkan keberadaanku, kumohon Tuhan lakukan sesuatu." Padahal aku tahu, keajaiban itu hanya ada dalam film.
Hari ini tanggal 21 Desember 2017, berarti sudah 11 tahun 1 hari. Baru kali ini aku lupa hari peringatan kematian Dewatu. Tapi, tanpa sadar kemarin aku menyebut namanya, memintanya untuk membantuku mencarikan jodoh, mungkin lebih tepatnya membuat seseorang menjadi jodohku. LOL.
Karena memikirkan orang itu aku jadi lupa pada hari peringatan.
"Dewatu, buatlah Masa jadi jodohku!"
LOL
A Goddess who brings happiness is not actually a Goddess of happiness, shes's not even a goddess nor brings happiness.
Kamis, 21 Desember 2017
Sebuah Tanggal Penting Yang Terlupakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar