Surat untukku di masa depan.
Halo, diriku di masa depan, apa kabarmu?
Berapa umurmu saat ini?
Apakah sekarang 8 tahun ataukah 15 tahun lamanya sejak aku menulis surat ini?
Masihkah kamu berkutat pada roda kehidupan yang selalu berputar dengan pasti?
Masihkah kamu menghadapi ujian-ujian dari Tuhan untuk memperkuat mentalmu?
Ataukah, ujian itu untuk membuatmu belajar lebih banyak lagi tentang kehidupan?
Masihkah ada banyak hal yang belum kamu pahami tentang hidupmu?
Mampukah kamu menghadapinya?
Apakah kamu masih bisa berdiri sendiri di atas kedua kakimu?
Aku disini baik-baik saja. Saat aku menulis surat ini, aku sedang menangis. Mengenangkan bahwa kamu akan membaca surat ini akan membuatmu ingat pada diriku saat ini. Aku di masa lalu yang mungkin sangat membuatmu malu, aku masa lalumu yang mungkin juga membuatmu sangat bangga. Yang manakah aku?
Aku menulis surat ini ingin mengingatkan padamu tentang satu hal. Masih ingatkah kamu di masa yang jauh telah lampau, kamu mempunyai mimpi yang begitu besar? Kamu mempunyai harapan-harapan yang begitu tinggi tentang masa depan. Kamu memendam banyak hal, bermimpi dalam diam sambil terus berjuang meraihnya. Aku mulai bertanya-tanya, kalau saja aku mengutarakan semua mimpi itu secara gamblang, apakah semuanya akan menjadi nyata? Bagaimana denganmu disana?
Masihkah kamu diliputi banyak pertanyaan dalam kepalamu? Penasaran dengan berbagai macam hal? Selalu tertarik pada sesuatu seperti magnet.
Tahukah kamu, saat ini aku benar-benar penasaran dengan seperti apa kamu disana. Masa depan seperti apa yang akan kuhadapi? Apakah kamu bahagia? Kamu sadar betul itulah mimpi paling besar dan harapan paling tinggi dalam hidupmu. Menjadi bahagia.
Percayalah bahwa saat ini aku bahagia. Di masa ini kamu hidup dengan banyak bersyukur, kamu terus belajar dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Bagiku kamu telah hidup dengan baik. Kamu menjalaninya dengan baik. Kamu sering mengeluh dalam hati tapi kamu tidak mengungkapkannya. Menurutku itu hal yang baik karena setiap keluhanmu menguap bersama senyum yang kamu umbar setiap hari. Kamu adalah orang yang penuh dengan berkat. Apakah di masa depan kamu masih sama sepertiku?
Bagaimana kehidupan karirmu? Apakah semuanya berjalan lancar? Masihkah kamu menjalani profesi sebagai pendidik? Bagaimana murid-muridmu, apakah mereka sama nakalnya dengan murid-muridku saat ini? Yang pasti, aku selalu berpikir bahwa murid-muridku adalah anak-anak yang baik dan mereka bukanlah anak yang perlu pintar sejak dini, mereka masih akan banyak belajar. Apakah kamu masih mengajari mereka tentang kehidupan? Bagaimana menjaga alam, bagaimana bertahan hidup meskipun dalam kesulitan, berbagi cerita-cerita keseharian yang akan membuat mereka belajar satu atau dua hal, menambah pengetahuan dan wawasan mereka. Apakah kamu masih melakukan itu? Apakah kamu dicintai murid-muridmu? Meskipun tidak penting mereka mencintaimu atau tidak, yang terpenting kamu mencintai mereka dan masih berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka. Dan, rekan-rekan kerjamu, seperti apakah mereka? Aku tahu kamu adalah orang yang perlu banyak waktu untuk beradaptasi, apakah kamu beradaptasi dengan baik? Kuharap mereka adalah orang-orang baik yang bisa membuatmu menjadi pribadi yang selalu melakukan kebaikan. Kuharap mereka mampu menuntunmu, mengarahkanmu untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Bagaimanakah keluargamu? Apakah kamu kamu masih sering mengabaikan keluh kesah ibumu? Apakah kamu masih melarikan diri dari prahara rumah tangga kedua orang tuamu? Apakah kamu menangis saat membaca bagian ini? Mengingat betapa rapuhnya hatimu, bagian ini pasti menjadi bagian yang paling menyakitimu. Percayalah bahwa aku menangis saat menulis bagian ini. Hal yang paling kamu sesali dalam hidupmu mungkin adalah kehidupan orang tuamu yang carut marut, membuatmu tidak paham, tidak ingin mengerti, membuatmu ingin lari, membuatmu ingin berteriak dengan sekeras-kerasnya. Apakah kamu masih percaya bahwa tidak yang bisa memahami perasaanmu itu? Kamu bukan orang yang suka mengeluh, jadi tidak mudah bagimu mengungkapkan apa yang sebenarnya kamu rasakan. Masihkah kamu berpikir bahwa orang lain cukup tahu sedikit dan sebagian saja tentang dirimu yang sesungguhnya? Masihkah kamu menutupinya dengan senyum dan candaan? Aku berharap keluargamu, keluarga kita telah berubah ke arah yang lebih baik di masamu. Di masaku mereka masih dan terus dalam masalah, kuharap di masamu kamu sudah bisa berbagi senyum dan tawa bersama-sama.
Bagaimana saudara-saudaramu? Bagaimana kabar kedua adikku di masamu? Kuharap mereka baik-baik saja dan masih memiliki hubungan yang harmonis denganmu. Kamu harus ingat bahwa di tempat yang paling gelaplah akan ada cahaya yang paling terang. Kamu tidak bisa meminta semua harus dalam keadaan sempurna. Pasti ada celah, entahkah itu celah dengan kegelapan atau celah dengan cahaya terang. Kedua hal itu tidak bisa kamu hindari dalam hidup. Kamu punya orang tua yang tidak bahagia dan tidak harmonis, setidaknya saudara-saudaramu harmonis dengamu. Tetaplah bersyukur.
Dan tibalah saatnya pada hal yang paling membuatku penasaran. Apakah di masamu sekarang kamu sudah menikah? Masih ingatkah kamu, di masaku saat ini adalah saat-saat yang begitu menyebalkan. Usiaku yang mulai mendekati 30 tahun dengan status lajang bahkan tanpa pacar membuatku khawatir tentang pernikahan. Beberapa kali kamu sempat dihibur oleh harapan bahwa kamu akan menikah dari pacar-pacarmu yang sebelumnya. Apakah kamu masih ingat mereka? Mereka tidak memberimu harapan palsu, kamu menyadari itu. Hanya saja kamu terus diliputi keraguan, kamu masih mempertanyakan apakah kamu akan bahagia jika bersamanya, atau dia dan dia? Aku sadar betul mengapa pertanyaan itu terus muncul dalam benakmu. Itu karena kamu tidak punya cinta. Kamu tidak mencintai mereka. Apakah kamu masih mengingatnya? Aku adalah orang yang percaya bahwa cinta sejati itu ada tapi aku menolak bahwa aku mempercayainya. Kamu tahu kenapa? Karena aku belum menemukan orang yang tepat. Dan aku tidak pernah tahu siapa orang yang tepat itu, dimana dia berada dan bagaimana aku akan menemukannya. Apakah kamu masih ingat, bahwa aku bukan orang yang berharap pada jodoh? Dalam setiap doaku, aku sudah tidak lagi memohon jodoh sejak lama. Yang selalu kudoakan adalah agar orang yang kucintai mencintaiku juga dan kami bisa hidup bahagia bersama. Kamu masih mengingatnya?
Saat ini, ketika aku menulis surat ini, sebenarnya aku sedang jatuh cinta. Di masamu, kamu mungkin akan malu bila mengingatnya. Apa yang kulakukan sekarang, apa yang kurasakan sekarang, bahkan aku sendiri merasa malu. Ini memalukan tapi aku tetap melakukannya. Karena orang yang kucintai saat ini adalah orang yang luar biasa. Dia adalah orang yang mampu mengubahku bahkan tanpa dia sadari. Mengenalnya membuat filosofi hidupku bertambah. Hanya dengan deskripsi itu saja apakah sudah cukup mengingatkanmu padanya? Orang yang kucintai itu tanpa perlu melakukan apapun sudah bisa membuatku tersenyum, memikirkannya membuatku berdebar-debar, dia juga bisa membuatku sedih sedalam-dalamnya, tapi aku masih bisa mengikhlaskannya, dalam artian aku mempunyai impian dan harapan besar terhadapnya tapi aku sadar dimana tempatku. Aku sering mempertanyakan apakah aku cukup pantas untuknya? Dia mulai memenuhi halaman blogku. Bila kamu membaca kembali semua curhatanmu tentangnya kamu pasti akan mengingat dia.
Kamu mungkin masih ingat bahwa sudah sejak lama aku mengabaikan teriakan hatiku. Hatiku, hati kita adalah hati yang menginginkan kebaikan. Hatiku, hati kita lebih ingin memberi daripada diberi tapi juga memiliki banyak ruang untuk diisi. Apakah kamu paham maksudku? Bila kupikirkan lagi, selama ini aku berusaha menerima apa yang orang lain beri dan berusaha pula membalasnya tapi semua selalu terasa tidak benar, tidak tepat. Sampai saat ini pun aku tidak tahu mana yang benar dan tepat itu. Bagaimana denganmu? Bila kamu telah menikah, apakah orang yang kamu nikahi itu adalah orang yang kamu pikir benar dan tepat? Bagaimana caramu memutuskan untuk menikahinya? Karena aku di masa sekarang hanya berpikir untuk menikahi orang yang kucintai. Entahkah dia mencintaiku juga, aku menjadi tidak peduli asalkan dia mau menerimaku, asalkan dia mau menikahiku. Aku ingin memberi. Aku ingin orang yang kucintai itu bahagia bersamaku, itu yang kupikirkan saat ini. Percayalah, saat ini aku dipenuhi pikiran-pikiran liar tentang masa depan dengannya. Maafkan aku yang sekarang bila di masa depan kamu pada akhirnya tidak bersamanya. Sepertinya aku mulai meragukanmu, perasaanmu, dan hidupmu bila ternyata kamu tidak bersamanya. Atau haruskah aku meragukan diriku, perasaanku dan hidupku bila aku tidak bersamanya pada akhirnya? Kita tidak tahu mana yang benar. Hidup harus tetap berjalan.
Mungkin akan ada surat-surat lainnya yang akan menyusul di kemudian hari dari masa ke masa dan waktu ke waktu. Semoga di masa depan kamu akan membaca surat dariku ini.
Dari dirimu di masa lalu yang selalu berharap kamu bahagia di masamu.
happy. ❤🍀
Tidak ada komentar:
Posting Komentar