Jumat, 23 November 2018

Apakah ini Satu Dari Sekian Ujian Hidup yang Harus Bisa Kulewati?

Sejak dulu aku selalu berpikir mengenai calon pasangan hidup, mengapa selalu orang-orang dengan tipe yang sama yang datang kepadaku?

Kenapa oh kenapa?

Tipe yang berasal dari keluarga yang ekonominya "agak kekurangan" atau "menengah ke bawah" atau "pas-pasan ke bawah". Kualitasnya pun secara acak mengalami penurunan dari segi pendidikan dan kemampuan intelektual.

Sebenarnya aku mempercayai bahwa orang yang kubutuhkan adalah orang yang berpendidikan (inginnya yang pendidikannya lebih tinggi dariku), punya pekerjaan (yang gajinya lebih besar dariku), maunya kemampuan ekonomi keluarganya cukup baik supaya aku tidak direpotkan masalah uang dan supaya aku bisa menabung untuk liburan ke luar negeri.

Kalau berbicara tentang cinta orang pasti tidak memikirkan hal-hal semacam itu. Tapi, kenapa aku selalu berpikir ke arah itu? Itu membuatku buta akan ketulusan orang lain. Aku tidak mau hidup susah atau disusahkan. Aku juga tidak berniat memulai sebuah hubungan dengan perjuangan ekonomi dari nol. Kalau dipikir,
apa umurku tidak terlalu tua untuk itu? Kapan aku akan bisa membangun rumah impianku, kapan aku akan memiliki mobil, kapan aku bisa jalan-jalan dengan santai ke luar negeri?

Sudah pasti aku terkesan sangat sombong. Aku bahkan tidak memiliki wajah yang cantik untuk diperjuangkan orang untuk bisa diajak jalan-jalan keluar negeri, sifatku juga bahkan terlalu buruk untuk dibuatkan rumah impian, sikapku tidak cukup baik untuk difasilitasi dengan mobil. Tapi, masih saja aku bermimpi yang muluk-muluk tentang pasangan hidup yang mapan dengan keluarga yang tak merepotkan. Memangnya dengan itu saja aku akan merasa cukup? Aku tidak yakin. Karena aku harus mengorbankan seluruh hidupku bersama orang itu, aku hanya merasa perlu memiliki rasa cinta, paling tidak rasa sayang, apakah dengan itu saja bisa? Sejujurnya aku tidak merasa ada yang cukup berharga untuk kukorbankan seluruh hidupku demi dia.

Meskipun ini sangat sombong, aku merasa aku berhak untuk itu. Aku memiliki banyak mimpi dalam hidupku, aku tidak bisa mengorbankannya begitu saja. Aku juga merasa bukan untuk itu aku hidup.

Jadi, sepertinya aku bukanlah orang yang sederhana.

Kalau begini terus, aku bisa saja melewatkan jodohku begitu saja. Tapi, kalau jodohku orang yang berkekurangan ekonominya lebih baik aku tidak usah bertemu dengannya. Terlebih kalau dia tidak berpendidikan sepadan denganku lebih baik aku tidak bertemu dengannya. Juga, kalau dia tidak punya kemampuan intelektual yang sama denganku lebih baik juga tidak bertemu dengannya.  Karena hidupku akan terbebani olehnya. Aku tidak ingin hidup dengan penuh beban. Aku bahkan berharap agar tidak berumur terlalu panjang.

Kalau direnungkan, aku yakin sesuatu yang mendasari diriku dengan pemikiran ini pasti ada. Hanya saja, aku sendiri bertanya-tanya apa yang mendasarinya.

Ini hidupku, biarkan aku dengan hidup ini seperti apa yang kuinginkan. Kalau orang lain tidak bisa memberi aku tak harus meminta bukan?

Kalau orang-orang yang telah kutinggalkan pada akhirnya menjadi kaya dan hidup bahagia, bukan menjadi alasan aku untuk menyesal telah meninggalkan mereka. Justru aku merasa beruntung telah meninggalkan mereka, kalau bersamaku belum tentu mereka bisa seperti itu bukan? Aku yakin tidak ada yang kusesali.

Jadi, mau sampai kapan lingkaran semacam ini akan menghampiriku terus-terusan. Aku harus mengambil peran antagonis you know? Tuhan, ini tak adil. :(
Aku tak pernah jadi tokoh utama atau peran protagonis. :(
Tapi, peran antagonis sepertinya yang paling cocok denganku, baiklah, aku akan menerima itu.

Akan kuanggap ini ujian hidup.