Minggu, 28 Oktober 2018

Sesuatu yang Takkan Pernah Kumengerti

Dear blog,

Akhir-akhir ini aku terus kepikiran dengan sebuah pertanyaan yang sebenarnya bukan lagi pertanyaan asing.

"Mengapa belum menikah?"

Kali ini pertanyaan itu datang dari orang yang benar-benar asing, yang tak sengaja kutemui di depan rumah.

Sampai saat ini aku belum menemukan jawaban yang bisa menskak-mat semua penanya. Sebenarnya kalau mau bisa saja aku menjawab dengan sombong, "Saya tidak minta makan dari anda, hidup saya tidak dijamin oleh anda, anda tidak memiliki tanggung jawab apa-apa terhadap hidup saya, untuk apa anda repot-repot menanyakan tentang kehidupan pribadi saya?"

Tapi, mustahil menjawab seperti itu. Memangnya aku tidak berpendidikan? Ayolah, itu seperti aku tidak butuh orang lain dalam hidup ini.

Pada kenyataannya aku hanya bosa menjawab, "Ya karena belum saja". Haruskah aku menambahkan dengan basa basi seperti, "mungkin belum ketemu jodoh, carikan donk"

Sinting!

Hati saya ini hati manusia woi, pertanyaan anda saja sudah sukses membuat saya sakit hati.

Tapi yang sebenarnya aku lebih merasa "Ini nggak seperti anda akan mendatangkan pria tampan, tinggi, kaya raya dan baik hati untuk saya kan? Apa point-nya saya menjawab pertanyaan anda?"

Ya, lebih tepatnya seperti itu yang kurasakan.

Kalau aku harus mengatakan yang lebih jujur, aku tidak akan mengutarakannya pada setiap orang. Paling tidak sampai saat ini belum ada satu orang pun yang kupercayai bisa memahami esensi dari alasan kenapa sampai saat ini aku belum menikah. Bahkan tidak bagi yg sama-sama single di usia yang sama.

Sampai saat ini aku sulit membayangkan diriku menjadi istri seseorang.

Istri seseorang.

Sama sekali tidak bisa tergambarkan dalam benak ini. Sampai-sampai aku berpikir, kalau suatu hari nanti aku benar-benar menikah, menjadi istri seseorang, aku pasti bukanlah istri yang baik.

Aku juga tidak bisa membayangkan diriku menjadi menantu seseorang. Aaarrghh...menyebutkannya saja sudah membuatku mau merinding.

Tapi, meskipun begitu aku selalu membayangkan memiliki anak. Entah itu anak kandung atau anak adopsi. Oke, lebih ke anak adopsi. Setahun yang lalu, sewaktu aku masih menyukai Masa, aku selalu membayangkan memiliki seorang anak laki-laki blasteran jepang yang imut. Karena sesuatu dan lain hal aku harus membuang semua itu. Yang kemudian muncul dalam bayanganku adalah anak adopsi perempuan. Aku membayangkan diriku tidak menikah dan hanya mengadopsi anak perempuan.

Saat ini yang kupikirkan hanyalah "aku lahir bukan untuk hal-hal semacam percintaan, pernikahan, rumah tangga atau segala tetek bengeknya". Aku mungkin hanya tidak ingin menjalani hidupku untuk hal-hal rumit semacam itu. Aku hidup bukan untuk mendedikasikan hidupku demi seseorang dan keluarganya.  Aku sesekali ingin melakukan hal yang besar.

Sesekali aku ingin melakukan hal-hal yang membuat orang lain berdecak kagum menggumamkan "wow", sesekali aku ingin melakukan sesuatu yang baik dan berprestasi yang bisa diingat banyak orang, yah meskipun diriku hanyalah seorang aku.

Tapi, pada intinya aku hanya tidak ingin hidup ini meninggalkan penyesalan. Banyak hal yang ingin kulakukan tapi tidak bisa kulakukan. Banyak hal yang aku ingin agar terjadi tapi tidak bisa terjadi. Banyak hal juga yang terjadi bukan atas keinginanku. Tapi, sampai saat ini hanya sedikit yang mungkin kusesali. Aku cukup bersyukur dengan hal itu. Apapun yang telah terjadi semua memiliki semacam arti, tak ada yang sia-sia.

Pada titik dimana aku menyadari satu hal tentang diriku. Aku menjadi tidak bisa mengutarakannya dengan tegas. Aku bisa saja mengatakannya tapi tidak bisa membuat orang lain memahaminya.

Kembali pada topik mengapa sampai saat ini aku belum menikah.

Setiap kali dalam sebuah hubungan aku selalu merasakan suatu ketidaknyamanan. Seperti tanda-tanda pengekangan, tanda-tanda dari pacar seolah-olah aku "milik"nya padahal cuma pacar, tanda-tanda dari pacar seolah-olah dia memiliki hak atas hidupku, mulai mengatur aku harus begini aku harus begitu, boleh begini tidak boleh begitu, tanda-tanda ke"lebay"an berlebihan,....

....apa lagi ya?

Yang jelas rasa tidak nyaman itu muncul ketika aku merasa kebebasanku terancam, ketika ruang gerakku dibatasi, ketika pacar merasa dirinya telah dekat dengan keluargaku dan semacamnya.

Aneh.

Seharusnya untuk point terakhir aku merasa senang, tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Masalahnya yang paling kurasakan adalah dengan seseorang yang kupacari terakhir kali, sangat lebay. Membuatku merasa jijik seketika. Dan sampai saat ini orang itu kudiamkan saja.

Kadang aku berpikir, mau sampai kapan aku terus bertemu orang yang salah? Kenapa aku terus-terusan bertemu orang yang salah?

Di sisi lain ketika aku melihat orang lain merasa menderita dan terpuruk karena diriku, aku berpikir, mungkin bukan mereka orang yang salah tapi justru akulah orang yang salah bagi mereka.

I'm the wrong one.

Hey kamu 'orang yang tepat', kapan kamu berencana hadir dalam hidup saya? Kamu bukannya belum lahir kan? Hello.. umur saya sudah mau setengah abad...kamu dimana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?

Yolanda~

Malah nyambung ke lagu alay itu, LOL

Oke, kita serius lagi.
Yang paling aku tidak suka dari kebanyakan orang yang pernah kutemui adalah ketika mereka berlaku sebagai "korban". Aku benci berurusan dengan orang semacam ini karena kalau pada hubungan pacaran, yang akhirnya berperan sebagai pelaku kejahatannya pasti aku. Kenapa orang senang sekali "play the victim"? Merasa yang paling menderita, yang paling banyak melakukan pengorbanan, yang baling sengsara, yang paling banyak dirugikan, dan blablabla~
Oohh ayolah...don't make me laugh!

Kalau elu play the victim maka gw pelakunya, dodol! Kurang ksatria apa coba gw mau ditempatkan di posisi tersangka! Dan gw gak melakukan pembelaan terhadap diri sendiri!

Calm down. Calm down.

Anjir emang.

Karena hal inilah sampai saat ini aku belum pernah merasa menyesal telah memutuskan hubungan dengan si ini maupun si itu. Malah aku bersyukur telah membebaskan diri dari orang-orang semacam itu. Ya, memang semua adalah proses yang harus disyukuri.

Sampai saat ini belum ada satu orang pun yang bisa mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi kebahagiaanku. Dari sudut pandangku.

Pernah suatu hari aku berkata begini pada pacarku (sekarang mantan), "aku merasa gak bahagia sama kamu".

Dalam benakku reaksi yang kuharapkan, "Kenapa kamu gak bahagia? Apa aku melakukan hal yang tidak kamu sukai?" Atau dengan skenario lain, "Aku ingin kamu bahagia, raihlah kebahagiaanmu. Mungkin memang bukan aku orangnya."

Klise. Tapi, belum pernah ada yang seperti itu. Saking klise-nya kali ya, LOL

Selama ini justru malah seperti ini, "Kenapa sih kamu selalu bilang begitu, aku kurang berkorban apa lagi coba? Aku udah berkorban banyak buat kamu, aku udah melakukan segalanya buat kamu!"

Okay.

Fix. Bagi anda saya tidak melakukan  pengorbanan apa-apa?

Sedih.
Ketika aku berpikir bahwa aku tidak seberharga segala pengorbanan seseorang.

Aku hanya berprinsip, pacaran itu masanya dimana dua orang mencoba untuk menyamakan langkah, menyamakan irama, mempersempit 'gap' dan hal-hal lainnya pada saat yang bersamaan dan apabila setelah berusaha pun tetap tidak bisa seiya-sekata, sejalan, seirama maka hubungan itu tidak harus dipaksakan untuk terus bertahan.

Kalau aku akan memilih untuk menyerah.

Apa hanya aku saja yang begitu?

Orang bilang kalau tidak merasa klik, maka buatlah rasa klik itu.

Kupikir, bijak banget orang ngomong seenak jidatnya, syukur banget mulut gak bayar pajak.

Seolah-olah aku tidak pernah berusaha.

Hey, saat hatiku meronta-ronta, menangis meraung-raung, bukan anda yang merasakannya. Bukan kata-kata bijak itu yang mampu meredamnya.

Saat jiwaku terkekang, tidak nyaman, menjerit-jerit minta dibebaskan, bukan anda yang stres. Bukan kata-kata bijak anda yang mampu menolongnya.

Aku hanyalah wanita dengan jiwa bebas. Seorang pemberontak.
Lebih suka mengikuti arus yang berbeda.
Kadang melawan arus.
Aku memiliki ukuran langkah yang berbeda dari kebanyakan orang.
Aku mempunyai sudut pandangku sendiri.
Aku tidak bilang bahwa aku mungkin melihat dunia dengan cara yang berbeda.
Aku suka hidup dalam duniaku sendiri.
Aku tidak begitu suka ketika seseorang 'awam' mencoba masuk ke duniaku.
Aku lebih suka seseorang yang bisa memahami dan menghargai dunia masing-masing.

Hey kamu 'orang yang tepat', di dunia mana kamu berada sekarang?

Sabtu, 20 Oktober 2018

If I Could I Want to Turn Young back and Reset My Dream

Dear Blog,

Hari ini Sabtu, 20 Oktober 2018 aku telah menemukan mimpi baru yang mungkin tidak bisa kuwujudkan. Dari dalam kereta NEX menuju Narita, sebuah harapan muncul dari dalam diriku.

"Aku ingin kembali lagi ke tempat ini". "Kalau bisa aku ingin menghabiskan sisa hidupku disini, bekerja disini, menikahi orang disini, memiliki keluarga disini."

Apa itu mungkin? Di usia setua ini?

Tapi tak pernah ada kata putus asa untuk bermimpi.

Hari ini kami bisa dibilang telah menyelesaikan sebuah perjalanan yang cukup lama dan panjang. Meski begitu rasanya baru kemarin kami memulainya.
Besok kami akan kembali pulang ke rumah. Waktu benar-benar berlalu sangat cepat.

Sabtu, 13 Oktober 2018

Yume no Basho

Dear blog,

Finally, setelah menabung dua tahun, membuat planning, mempersiapkan segalanya, akhirnya hari ini kami tiba di tempat ini. Tempat yang kuimpi-impikan bertahun-tahun.
Begitu banyak proses yang telah kami jalani, mulai dari keluar masuk member, sampe masalah internal masing-masing. Sungguh inilah yang disebut perjalanan. Yokatta desu ne.
Arigatou Adit-san, arigatou Rendy-san, arigatou Hasma-chan. Let this journey begin!

Minggu, 07 Oktober 2018

Merangkak Bagai Bayi Tak Beribu

Dear Blog,

Selama seminggu ini banyak hal yang membebani pikiran dan tubuh ini. Masalah demi masalah datang bertubi-tubi, seperti rapelan. Apakah aku masih harus berpikir bahwa ini ujian?
Meskipun akar permasalahnnya adalah karena diri sendiri. Aku yang tidak becus, aku yang tak kompeten.
Aku mulai menyesali diri sendiri. Seharusnya aku memikirkannya lebih matang, seharusnya aku mendiskusikan segala masalah yang dihadapi dia masih kecil agar tidak menjadi besar seperti saat ini.
Aku sungguh berpikir ini salahku. Dan hanya aku yang tahu bagaimana mengatasinya. Meskipun hati diliputi kegelisahan, meskipun ada kalanya hati diliputi kepasrahan, ada juga harapan akan keajaiban.
Ya Tuhan, Aku tahu aku telah banyak membuat permohonan dalam hidupku, banyak doa yang telah kupanjatkan yang mungkin membuatMu bosan. Tapi aku selalu percaya bahwa aku masih bisa bertahan hidup di dunia ini semua berkat doa-doa itu dan kehendakMu.
Kali ini berilah jalan yang cukup terang, secukupnya agar aku tak tersandung, secukupnya agar aku tak terpeleset, secukupnya agar aku tidak terjatuh, secukupnya agar aku tak memberatkan perjalanan orang lain.
Berilah ketenangan jiwa dan raga ini. Berilah ketenangan pada kepala dengan otak di dalamnya yang tak berhenti berpikir.
Tolong jangan biarkan hambaMu ini merangkak bagai bayi tak beribu.