Kamis, 28 November 2013

Kamu Kini Hadir Dalam Diaryku

Dear Sunny...

Apa kabarmu disana? Apakah kamu adalah seseorang yang kini mulai muncul dalam diaryku? Aku merasa benang-benang yang panjang dan berliku, berjalinan kesana-sini, kini semakin jelas terlihat arahnya. Kuharap ini adalah untaian benang antara kamu dan aku. Kamu lelah dengan banyak hal dalam hidup ini tapi tetap memaknai segalanya seperti sesuatu yang berharga yang akan selalu menemui kebaikan. Dalam kepositifan itu kamu membuatku tersenyum. Aku juga lelah. Aku juga berusaha untuk keluar dari garis-garis kekangan dan ketidaknyamanan yang membatasi setiap gerak dan langkah, mencoba kabur dari perasaan terkungkung dan terperangkap. Entah aku atau kamu yang sebenarnya menemukan. Entah aku atau kamu yang sebenarnya ditemukan.
Dear Sunny... apakah kamu sudah memastikan bahwa benang yang terikat padamu terikat padaku juga? Apakah lilitan-lilitan yang tak jelas itu kini jelas bagimu? Kuharap itu aku. Aku sudah terlalu lama menunggu. Tapi, aku bersyukur kamu hadir saat ini. Karena, saat ini aku telah lebih dewasa dan sudah mulai dapat menguasai indriaku, aku sudah mulai dapat mengendalikan keadaan-keadaan dalam duniaku. Aku bukan lagi anak remaja yang kerjanya hanya merajuk. Aku saat ini, telah banyak belajar tentang kehidupan. Inikah rencana Tuhan? Kamu mempercayai itu. Aku tahu itu.
Dear Sunny... banyak harapan yang akan kubebankan padamu. Tidak hanya aku, tapi keluargaku juga. Mereka yang telah membujukku untuk memilihmu. Tapi bukan karena bujukan dan rayuan itu aku memilihmu. Aku memilihmu karena dirimu. Karena itu kamu, maka aku memilihmu. Banyak hal yang tiba-tiba menjadi hal yang tidak kusangka-sangka. Kamu lebih dari apa yang kubayangkan. Kamu tersenyum sambil mengulurkan tangan dan mengajakku melangkah bersamamu, meninggalkan masa lalu dan menuju masa depan.
Dear Sunny, apakah beban ini terlalu berat bagimu? Bagilah denganku.
Dan disinilah kamu mulai hadir dalam lembar-lembar buku diaryku.

Rabu, 06 November 2013

The Rainy Day

Dear sunny,

Apa kabarmu disana, hey sunny? Aku disini baik-baik saja.
Hari ini tiba-tiba hujan disini, tepat disaat kepalaku mulai terasa sakit. Migrainku kumat lagi. Mungkin terlalu banyak hal yang kupikirkan tanpa kusadari. Aku terlalu sibuk menjalani hari-hari untuk menyembunyikan semua keluhan. Kubiarkan semua keluhan ini terpendam di dalam sana tanpa perlu kukeluarkan. Untuk apa? Apakah dengan aku mengeluh semua masalahku akan selesai? Apakah bila kukeluarkan semua yang kupendam dalam hati ini akan membuatku menjadi manusia yang lebih baik? Coba pikirkan berapa banyak waktu yang akan terbuang hanya karena keluhanku. Setiap keluhan itu berasal dari dalam lubuk hatiku dan betapa sakit mengeluarkannya. Berapa banyak air mataku yang akan mengalir?
Semua itu terjadi lagi. Untuk kesekian kali, aku mengulangi kesalahan yang sama. Kupikir, kali ini akan berbeda. Tapi apa? Sama saja. Diriku yang sebenarnya sangat simple ini untuk kesekian kali menjadi manusia paling sulit dimengerti di dunia ini. Meski mungkin masalahnya hanyalah tidak ada yang benar-benar mencoba mengerti. Orang-orang tidak percaya aku sedang menangis hanya karena tidak pernah melihatku menangis. Hey dengar...memangnya aku batu? Aku juga sama sepertimu, seperti kalian. Aku juga bisa merasa sakit, bisa merasa diri lemah, dan bisa terluka. Hanya karena aku tidak mengatakannya, hanya karena aku tidak menunjukkannya bukan berarti aku tidak bisa merasakannya. I'm just a girl afterall. Yang terjadi padaku hanyalah "kelelahan" , "keletihan". Aku lelah hidup dalam peran sebagai korban. Karena hidupku bukan panggung sinetron dimana tokoh protagonisnya menjadi korban dan selalu menangis disepanjang scene.
Saat aku berhasil melewati masa-masa terberat dalam hidupku, aku berdiri lagi dengan kedua kakiku, bersusah payah merangkak, berjalan, hingga akhirnya bisa berlari, kuputuskan untuk hidup dengan bebas. Aku tidak ingin lagi terjerumus ke dalam jurang yang sama. Tidak ingin lagi kehilangan kaki dan tangan, kehilangan mata dan telinga. Saat itu yang kutahu hanya berteriak, tak ada yang mendengar, tak ada yang mengulurkan tangan untukku. Siapa yang mengerti kesakitan itu? Aku mengubur semua itu, menghargainya sebagai sebuah batu pijakan yang membawaku hingga pada hari ini. Dan masih tidak ada yang bisa memahaminya. Apakah semua orang senang melihatku mengingat-ingat masa terberat dalam hidupku itu?
Aku tidak ingin lagi menoleh ke belakang. Ini aku. Aku disini. Aku berdiri disini, tapi sepertinya tak ada yang melihatku. Kupikir aku telah melipat lembaran-lembaran kertas hitam itu dan kuberi pengingat untuk tidak kubuka lagi dan tidak lagi membuat coretan dengan warna yang sama di lembar-lembar selanjutnya. Tapi, tidak ada yang percaya. Meski begitu, tidak apa-apa bagiku. Hidupku masih harus tetap berjalan.
Aku mungkin memiliki kepribadian yang buruk tapi inilah aku. Aku telah menemukan jati diriku.
Dear sunny... kuharap kau mau menerima diriku yang telah  banyak berubah. Banyak hal yang terjadi dalam hidupku yang selalu membuatku mengintrospeksi diri dan pada akhirnya kupikir aku telah berubah menjadi manusia yang lebih baik dari diriku yang dulu.

Kamis, 03 Oktober 2013

Clear Bluesky Today

Dear sunny...

Hari ini aku merasa agak kesepian. Tidak banyak kegiatan yang kulakukan dan apa yang kulakukan hari ini tidak begitu berguna.
Hari ini, gara-gara ngomongin Rain, aku jadi teringat dengan seseorang. Nostalgia banget mengingatnya. Dulu, keberadaannyalah yang pernah membuatku merasa sempurna. Hanya pada saat itu saja. Setelah berpisah darinya aku tidak pernah merasakan perasaan yang sama. Hari ini aku berpikir. Mungkin sebenarnya setiap manusia hanya jatuh cinta satu kai saja dalam hidupnya, ketika perasaan itu telah hilang selanjutnya bukan perasaan cinta lagi yang dirasakan manusia tapi lebih pada perasaan ingin dicintai. Sangat disayangkan aku jatuh cinta pada orang yang salah. Salah dalam artian keberadaannya bukan untukku. Dan aku yakin banyak orang juga mengalami hal yang sama. Hanya saja perasaan kesepian memaksa setiap orang untuk mencari pasangan meskipun tidak benar-benar mencintainya. Kenapa? Kenapa harus demikian?
Pada dasarnya semua manusia sama saja. Tidak ada yang bisa bertahan hidup dalam kesendirian. Tapi juga masih tetap berusaha mempertahankan keegoisan dan selalu bangga mengatakan, "gue pernah sakit hati, gue pernah disakiti, gue gak mau disakiti lagi, cintai gue, cintai gue, karena gue cinta sama lo".
Percayalah, aku tertawa dalam hati. Aku hanya tidak bisa mempercayai orang yang sudah pernah sakit hati akan bisa mencintai dengan tulus, aku yakin cinta yang dia gembar-gemborkan hanya cinta sebatas dimulut. Kenapa? Kenapa aku tidak mempercayainya. Karena rasanya seperti itu saja.
Saat ini begitu banyak hal yang kubenci dari dunia ini. Tapi, aku masih ingin menerima semua itu. Aku tidak pernah lupa bahwa aku adalah tipe manusia yang masih bisa tersenyum di hadapan musuh. Aku juga tidak pernah lupa bahwa aku tipe manusia tempramental dan pendendam. Aku pun menyadari batas-batas kekeraskepalaanku. Dengan semua itu aku berusaha dan terus berusaha menerima.
Dear sunny...
Apa kau masih disana? Apakah kau menungguku? Karena aku disini mrnunggumu.

Minggu, 02 Juni 2013

Now that I Understand the Feeling

Huuunnnnn...... kali ini saya ingin menceritakan apa yang saya rasakan beberapa waktu lalu, meskipun perasaan itu mungkin sudah memudar dengan begitu cepat. hahaha XD
Perasaan apakah itu?
The Feeling when you find someone else match with you but you already have a boyfriend.
Saat saya memikirkannya, "Oh, begini ya rasanya?" dan itu membuat saya memiliki sebuah ide cerita di kepala saya, hahaha.... Tidak cuma itu, saya juga merasa sepertinya saya mengerti kenapa perasaan seperti itu muncul pada diri seseorang. Sekitar 2 tahun lalu, teman saya melakukan hal yang bagi saya sangat imposibru untuk dilakukan tai dia melakukannya. Dia, teman saya yang mengaku teman baik saya, meninggalkan pacarnya yang sudah bersamanya selama hampir empat tahun demi laki-laki yang baru dia kenal kurang dari setahun. Saya sulit mempercayai itu. Saya berpikir, "Dia ni mikir apa nggak sih? dilihat dari segi apapun pacarnya jauh lebih baik dari 'laki-laki baru' itu tapi kenapa dia justru memilih orang yang baru dia kenal?" Yeah, saat itu terlalu banyak kejadian yang membingungkan dan chaotic.. Dan hal itu membuat saya dan dia sampai saat ini tidak berbicara lagi satu sama lain. Saya tidak mengerti. Dia yang begitu mengagungkan pacarnya, mempertahankannya sampai pernah melabrak cewek yang dekat dengan pacarnya, yang menangis begitu sedih karena jauh dari pacarnya, yang pernah begitu depresi ketika suatu kali mereka putus, ternyata pada akhirnya dia sendiri yang mengakhiri hubungan mereka dengan cara yang menyedihkan. Saya tidak arah padanya karena melakukan semua, meskipun saya tidak begitu mengerti. Saya hanya tidak bisa menerima dia bisa melakukn hal seperti itu. Saya yakin dia pasti ingin saya memahami perasaannya. Sekarang saya paham perasaaan itu. Meskipun hanya selama sekitar dua hari saya dekat dengan orang lain selain pacar saya, saya mulai mengerti perasaan itu. Saya yakin teman saya itu adalah tipe pecinta sejati yang akan melakukan apa saja demi cinta sementara saya adalah tipe yang lebih realistis dan bukan tipe pecinta sejati.
Masa-masa saya berfantasi dengan kata "CINTA" sudah selesai dan sekarang saya hidup dalam realita. Diri saya yang sekarang adalah diri saya yang sesungguhnya yang baru saya sadari ternyata bertipe mencintai dengan kepala, bukan dengan hati. Sejujurnya saya memang benar-benar tidak mengerti apa itu cinta dan dalam kondisi saya sekarang ini saya tidak begitu peduli dengan kata itu. Mungkin saya bosan, saya capek, saya jenuh, mungkin juga karena "Ideal Boyfriend" yang sejak masa pubertas saya harapkan sudah tidak ada lagi di dunia ini, dan tidak pernah ada lagi dalam kehidupan saya. Saya selalu berpikir, saya sudah terlanjur memilih jalan ini, yang harus saya lakukan hanya terus melangkah tanpa perlu banyak mengeluh.
"Hidup ini pilihan, apapun pilihanmu tetaplah melangkah ke depan" mungkin seperti itu moto hidup saya.
Saya selalu berpikir semua orang juga melakukan hal yang sama. Saya selalu berpikir, orang lain juga akan melakukan hal yang sama seperti apa yang saya lakukan. Singkatnya, saya sering memforcing orang lain agar memiliki cara berpikir yang sama seperti saya padahal jauh di dalam hati saya yang terdalam, saya tahu benar orang lain tidak sama dengan saya. Saya hanya benci ketika orang lain mengeluh mengenai hidup mereka.
"Ini hidup lo, yang ngejalanin lo, yang punya pilihan juga lo" itu yang selalu saya lontarkan dalam hati ketika ada orang lain yang mengeluh. Saya sendiri merasa kalau kata-kata seperti itu begitu kejam. Tapi kalau tidak kejam orang akan menjadi lembek dan terus merengek minta dikasihani. Saya tidak suka hal seperti itu. Saya  tidak dididik untuk mengeluh, saya tidak diajari untuk meminta belas kasihan orang, saya juga belajar untuk tidak melakukan hal itu dalam hidup saya. Apakah itu pula yang membuat saya menjadi begitu egois, keras kepala, sensitif, dan self-centered -mungkin?
Kembali lagi pada topik awal, ketika ada orang baru yang saya pikir cocok dengan saya, saya berpikir bahwa hidup saya mungkin sedang dalam kondisi yang "menarik". Selama ini saya bosan dengan kehidupan yang monoton, tidak ada gairah, tidak ada petualangan, tidak greget. Jadi, saya berharap banyak pada tahap kehidupan ini. saya masih ingin belajar lebih banyak dan mengalami masa-masa yang lebih menarik dalam hidup saya. Meski begitu, saya mungkin bukan tipe pemberani yang bisa mengambil langkah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Saya terus berpikir meski saya ingin menjadi pemberani. Saat itu saya menyadari "keberanian" teman saya dalam mengambil sebuah keputusan yang berarti begitu besar dalam kehidupannya. Sekarang dia tampak bahagia dengan kehidupannya meskipun dia merasa bahwa dunia mungkin telah memusuhinya. Bukankah cinta itu menjadi lebih berarti jika kita berani mengorbankan segalanya? Segalanya termasuk semua hal yang sudah kita bangun seumur hidup. Saya akui saya sangat baik dalam hal teori, tapi saya kurang pengalaman. Saya memahami banyak teori mengenai kehidupan tapi saya masih saja terluka ketika jatuh pada kenyataan teori itu. Semua orang pasti sama, hanya saja persiapan setiap orang pasti berbeda. Saya pernah jatuh sekali dan saya tidak mau jatuh untuk kedua kali. Tapi yang lebih penating lagi, saya tidak ingin orang lain menjadi "korban" saya. Jadi, bisa dibilang saya ini tipe masochist, hahahaha...
Sigh....lalu, apakah perjalanan hidup saya selanjutnya akan lebih menarik?
Who knows...




Senin, 27 Mei 2013

KARAKTER FAVORIT DI BAKUMAN

OSU....!!! Ohayou...


Hari ini tiba-tiba saja saya kepikiran dengan tokoh-tokoh favorit saya pada sebuah Manga dan Anime BAKUMAN. Judul manga/anime ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi pecinta anime/manga. Saya sendiri baru saja menamatkan membaca manganya beberapa hari yang lalu. Butuh waktu lebih dari sebulan untuk menamatkan 176 chapter itu..karena saya juga membaca manga lain seperti Naruto, 7 Seed, Kimi No Iru Machi, Love So Life, Akuma to Love Song, Horimiya, Taiyou No Ie, Last Game, Hibi Chouchou, Sukitte Ii Na Yo, Bokura Ga Ita, Bokura wa Itsumo, Kyou Koi Wo Hajimemasu, Ao Haru Ride, Hirunaka No Ryuusei, Hiyokoi, dll. Tentu saja  hanya Update-annya saja. Beruntung saya memiliki Smartphone sehingga saya bisa mendownload semua manga itu dari aplikasi manga downloader sekaligus membacanya. ^^
Nah kembali ke topik awal mengenai karakter Favorit saya di Bakuman. Dari sekian banyak karakter di Bakuman, anehnya karakter favorit saya bukan kedua tokoh utamanya, bukan Mashiro Moritaka, bukan pula Takagi Akito. Berikut urutan 10 tokoh favorit saya di Bakuman.
1. Hiramaru Kazuya. 
2. Niizuma Eiji.
3. Mashiro Moritaka
4. Takagi Akito
5. Azuki Miho
6. Hattori Akira
7. Miyoshi Kaya
8. Fukuda Shinta
9. Aoki Ko
10. Editor in chief, Sasaki. (lupa nama lengkapnya)

Yang pertama, kenapa Hiramaru? Simple. Karena dia tokoh yang paling jujur dan saya menyukai tingkah polahnya yang konyol. Setiap membaca adegan tentang dirinya, pasti selalu membuat saya tertawa, terutama saat dia dengan mudah dimanipulasi oleh editornya. Lebih dari itu, mungkin dia memiliki kemiripan dengan diri saya dalam hal 'ingin hidup santai tanpa harus bekerja terlalu keras' hahaha XD. 


Yang kedua, kenapa Eiji? Bukan karena dia si jenius yang hanya muncul dalam 10 tahun sekali. Menurutku Eiji adalah tokoh yang istimewa. Dia memiliki 'sense' yang bagus dan segala prediksinya selalu benar. Sebelum saya mengenal tokoh Eiji ini saya kurang menyukainya, saya pikir dia adalah tokoh yang akan diceritakan sebagai "musuh" Ashirogi, tapi setelah tahu karakternya yang unik saya malah jatuh cinta padanya, hohohoho XD

Yang ketiga, dan ke empat, kenapa Ashirogi Mutou (Mashiro Moritaka dan Tagaki Akito)?

Saya tidak punya alasan khusus kenapa saya menyukai mereka. Suka ya suka. Hahaha.. lol  Sebagai duo mereka sangat sinkron dan selalu fokus pada tujuan dan mimpi mereka. Kebetulan manga Bakuman sendiri digarap oleh duo Ohba Tsugumi-sensei sebagai penulis cerita dan Obata Takeshi-sensei sebagai artist meskipun mereka bukan duo tetap seperti Ashirogi Mutou. Apa karena mereka duo makanya tokoh utamanya juga duo? lol
Lalu yang ke lima, kenapa Azukyun? Karena saya menyukai keteguhan hatinya dan kesetiaannya pada Mashiro. Saya sempat menangis saat membaca chapter 169 ketika dia menerima telepon dari fans-nya di radio. Dia mengakui hubungannya dengan Mashiro dalam siaran tersebut, padahal siaran itu dimaksudkan untuk membantah gosip yang beredar.. Coba deh baca, kamu mungkin juga akan nangis.. :P
Overall, selama membaca manga Bakuman saya tidak bisa berhenti berdebar-debar. Berdebar-debar saat menunggu real results, berdebar-debar menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, berdebar-debar dan tak bisa menahan tawa dengan tingkah polah karakter-karakter di dalamnya, gregetan pada hubungan Mashiro dan Azuki, dan masih banyak lagi. Pokoknya manga ini the best dehh... ^^
Bagi yang mau membaca manga-nya silakan kunjungi blog-blog atau site-site terdekat di browser anda.. 

Minggu, 26 Mei 2013

ENDLESS STORY - Terjemahan

Beberapa hari belakangan ini, aku menghapalkan lagu Endless Story dari Yuna Ito. Ini gara-gara aku nonton ulang movie live action NANA I. Padahal waktu nonton untuk pertama kalinya aku gak begitu memperhatikan lagu ini, terlalu fokus sama Mika Nakashima kali ya.. lol
Alhasil, yay...hari ini aku hapal lagunya... XD bahkan aku bisa nyanyiin dengan iringan versi instrumentalnya..meskipun gak sempurna banget sih.. hehe :P
Nah, kali ini aku mau coba menerjemahkan lagu ini ke dalam Bahasa Indonesia. Sebelumnya, aku ingin mengaku dengan jujur bahwa aku sama sekali tidak bisa Bahasa Jepang, jadi aku menerjemahkan lagu ini melalui terjemahan Inggrisnya. :P
Ok, tanpa perlu babibu lagi.. langsung aja... cekidot..

ENDLESS STORY
by Yuna Ito


If you haven’t changed your mind
Soba ni ite hoshii yo Tonight

Tsuyogaru koto ni tsukareta no
Osana sugita no Everytime I think about you baby
Ima nara ieru I miss you
It’s so hard to say I’m sorry

Tatoeba dare ka no tame ja naku anata no tame ni
Utaitai kono uta wo
Owara nai story tsuduku kono kagayaki ni
Always tsutaetai zutto eien ni

Memories of our time together
Kesa nai de kono mama don’t go away

Atatakaku toke dashite tashikameru no
Yasashisa no shizuku kono mune ni hirogatteku
Setsu nai hodo ni I’m missing you
Kasaneta te hanasa naide

Tatoeba kanau nara mou ichido anata no tame ni
Utai tai kono uta wo
Owara nai story taemanai itoshisa de
tell me why oshiete yo zutto eien ni

Tatoeba dare ka no tame ja naku anata no tame ni
Utaitai kono uta wo
Owara nai story tsuduku kono kagayaki ni
Always tsutaetai zutto eien ni


Terjemahan


Jika kamu belum berubah pikiran
Aku ingin kamu disampingku malam ini

Aku sangat lelah selalu harus menggertak
Setiap kali aku memikirkan tentang kamu sayang, aku merasa begitu muda
Seandainya saja aku bisa memberitahumu aku rindu kamu
Sulit sekali mengatakan aku minta maaf

Kamu lihat, bukan untuk orang lain melainkan hanya untukmu aku ingin menyanyikan lagu ini,
Kisah tak berujung yang terus bersinar
Selalu, ingin kutunjukkan padamu,  selamanya abadi

Kenangan saat kita bersama
Dengan jalan ini mereka tidak pergi
Sekali aku tahu kehangatan di antara kita menghilang, air mata yang lembut mulai menyebar ke seluruh dadaku
Ini bukan dimana ia berakhir, aku merindukamu
Kumohon jangan lepaskan tanganku

Kamu lihat, aku berharap dapat menyanyikan lagu ini hanya untukmu
Sekali lagi
Kisah tak berujung dari cinta abadi
Katakan padaku mengapa, kumohon katakan, selamanya abadi


Kamu lihat, bukan untuk orang lain melainkan hanya untukmu aku ingin menyanyikan lagu ini,
Kisah tak berujung yang terus bersinar
Selalu, ingin kutunjukkan padamu,  selamanya abadi


^^

Sabtu, 25 Mei 2013

TELEPHATY


TELEPHATY
Naruto is only belong to Masashi Kishimoto-sensei.
But, this story is mine.
Pairing SasuSaku
-
-
-

Chapter 01: Mp3 Player

Nee, kikoemasu ka?



Sepasang kaki jenjang itu basah diterpa air shower. Suara jatuhan air shower yang hangat dan beruap memenuhi kamar mandi. Hari masih pagi. Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk dan rambut merah mudanya yang masih basah. Setengah jam kemudian ia telah siap dengan seragam sekolahnya. Ia memakai atasan kemeja lengan pendek dengan dasi pita berwarna hijau tua ditambah kardigan krem, sementara bawahannya rok pendek hijau polkadot dengan celana olah raga pendek di dalamnya yang hampir sama panjang dengan rok. Rambut merah mudanya yang pendek ia ikat agak keatas. Sebelum meninggalkan rumah, tak lupa ia memasang headset ukuran kecil di kedua telinganya dan menyambungkannya dengan mp3 player.
Yep. Dia siap menuju ke sekolah. Cukup dengan berjalan sekitar 10 menit ia akan sampai di Konoha High School, sekolah barunya. Bunga sakura beterbangan bersama angin mengiringi langkahnya. Ia melangkah dengan santai sambil mendengarkan lagu. Hari ini adalah hari pertama dimulainya semester baru di SMU. “Kuharap, tidak ada masalah di hari pertamaku.” ujarnya dalam hati. Tepat disaat ia akan memasuki sekolah melalui pintu gerbang depan, seorang anak laki-laki dengan rambut raven menatapnya dengan tatapan aneh. “Ada apa dengannya?” tanyanya dalam hati.
“Sasuke, tunggu aku!” seorang anak laki-laki berambut pirang jabrik mendekati anak laki-laki raven tadi. “Kita sekelas tidak ya?” tanya anak itu tapi tidak mendapatkan jawaban dari si rambut raven. Mereka berdua berjalan terus tanpa peduli dengan gadis berambut merah muda yang sedang memperhatikan mereka dari belakang.
Gadis itu memutar bola matanya. “Anak yang berisik.” ujarnya dalam hati. Ia masih setia mendengarkan lagu-lagu melalui headsetnya.
Sementara siswa-siswa baru lainnya berbaris di aula sekolah menerima ceramah dari kepala sekolah, gadis berambut merah muda itu duduk di kelas barunya. Baru saja ia mengaku sakit perut dan tidak mengikuti acara penyambutan siswa baru. Ia duduk di kursinya yang berada di dekat jendela, memandang keluar entah pada apa, pandangannya jauh menerawang sementara lagu dalam headsetnya masih mengalun memenuhi telinganya. Tak berapa lama kemudian, beberapa siswa masuk ke kelas itu. Gadis berambut merah muda itu hanya melirik sejenak ke arah mereka dan melanjutkan lagi acara melamunnya. Siswa-siswa dikelasnya ngobrol dan saling berkenalan, tertawa dan bercanda tapi sama sekali tidak didengarkannya. Di meja di sebelahnya duduk anak laki-laki pirang jabrik memandang ke arahnya dengan heran lalu menatap anak laki-laki berambut raven di belakang gadis berambut merah muda tersebut. Gadis itu sama sekali tidak peduli dan tidak mau tahu pada kelasnya. Tidak ada keinginan untuk berkenalan dengan teman-teman baru? Tidak. Dia sebenarnya ingin, tapi dia takut.
Seorang pria berambut perak dengan masker di wajahnya masuk ke kelas itu dengan senyuman, tampak dari sorot matanya. “Selamat pagi. Namaku Hatake Kakashi. Aku adalah wali kelas kalian. Selamat datang di Konoha High School!” seru guru itu disambut reaksi yang bisa-biasa saja dari para siswa. Guru yang memperkenalkan diri sebagai Hatake Kakashi mengerutkan keningnya merasa mungkin ada yang salah dengan cara penyambutannya. Ia pun menggaruk-garuk kepala dengan maklum entah pada siswa-siswa barunya atau pada dirinya sendiri.
“Yak.. aku ingin mengenal kalian satu persatu,” kata Kakashi sambil membuka sebuah buku tipis ukuran A4 dari laci meja. “Aku mulai dari Nara Shikamaru.” panggilnya pada salah seorang siswa.
“Hai~” jawab siswa yang dipanggil dengan malas.
“Tipe siswa pemalas, tapi sepertinya otaknya encer.” Bathin Kakashi. “Baik, selanjutnya. Uzumaki Naruto.”
“Hai..!!!” jawab anak laki-laki pirang jabrik sambil mengacungkan tangannya ke atas dengan penuh semangat.
“Wah..yang ini lain lagi. Dia bersemangat tapi kelihatan bodoh,” Kakashi membathin.
“Yamanaka Ino”
“Hai!”
“Hyuuga Hinata”
“Hai.”
“Haruno Sakura.”
“....”
Kakashi tidak mendapatkan jawaban. Ia mengalihkan pandangannya dari buku berukuran A4 itu kepada siswa-siswanya. “Haruno Sakura.” panggilnya lagi. Tapi tak ada seorang pun yang menjawab.
“Hei, siapa sih yang bernama Haruno Sakura?!!” teriak anak laki-laki jabrik yang bernama Naruto dengan tidak sabar. “Hei..!! Sensei memanggilmu!!” teriaknya tidak jelas kepada siapa. Ia tidak mendapatkan jawaban. Ia memandang kepada setiap siswa di kelas. Tidak ada yang mempedulikannya. Diputarnya bola mata birunya dan tiba-tiba pandangannya tertuju pada gadis di meja sebelah kirinya. Ia beranjak dari tempat duduknya mendekati gadis itu lalu menepuk pundaknya.
Gadis itu menoleh.
Naruto mengangkat sebelah alisnya ketika menyadari ada headset di kedua telinga gadis itu. Ia melepaskan headset itu dengan paksa. “Apa kau yang bernama Haruno Sakura?!” tanya Naruto begitu berhasil melepaskan headset itu.
Gadis itu beranjak dari duduknya. “Seenaknya saja! Kau mau berkelahi?!” teriak gadis itu emosi. Siswa-siswa yang lain di kelas itu menoleh pada mereka berdua.
“Mendokusai na” gumam Shikamaru.
“Kembalikan!!!” Gadis merah muda itu merebut kembali headsetnya dari tangan Naruto lalu menoleh pada Kakashi. “Haruno Sakura desu!” ujar gadis itu lalu duduk kembali.
Naruto terdiam.
Gadis bernama Haruno Sakura itu melirik tajam ke arah Naruto seolah-olah berkata, 'Pergi sana!'.
Naruto menatapnya datar. “Cantik-cantik tapi galak.” umpatnya dalam hati lalu kembali ke tempat duduknya.
Sakura kembali memasang headsetnya. “Setidaknya dia menyebutku cantik” Ujar Sakura dalam hati. Ia kembali senyap dalam alunan lagu dari mp3 playernya.
Pemuda berambut raven di belakang Sakura seketika menoleh pada gadis itu dan menatapnya penuh tanda tanya.
“Uchiha Sasuke.” panggil Kakashi-sensei.
Pemuda raven itu menoleh pada Kakashi dan menjawab, “Hai” dengan suara datar.
Kakashi masih melanjutkan kegiatannya mengecek kehadiran siswa di kelasnya sementara Sakura tenggelam dalam lagu-lagu yang bergulir di mp3 playernya. Setelah Kakashi menyelesaikan tugasnya, ia mendekat ke arah Sakura yang sedang melamun, menerawang jauh ke luar jendela. Seluruh siswa mengikuti Kakashi dengan pandangan mereka.
Merasa ada yang mendekatinya, Sakura menoleh. “Mau apa dia?” tanyanya dalam hati.
“Haruno-san, kurasa kau harus ikut aku ke ruang konseling.” ujar Kakashi yang tentu saja mendapat tatapan heran dari Sakura karena dia tidak mendengar apa yang dikatakan Kakashi.
Sakura melepaskan headsetnya. “Anda bilang apa?” tanyanya pada Kakashi.
Kakashi menatapnya sambil menampakkan senyum yang dibuat-buat.

-000-

Sakura melemparkan pandangannya ke arah jendela yang terbuka. Ia menerawang jauh ke luar sana entah pada apa. Mungkin pada angin yang sedang berhembus, atau pada bunga sakura yang beterbangan ditiup angin. Ia memasukkan kedua tangannya pada saku jasnya. Headset yang biasa bertengger di telinganya baru saja disita. Ia duduk di ruang bimbingan konseling sendirian setelah ditinggalkan oleh Kakashi-sensei. “Berisik!” Teriaknya bertepatan dengan suara pintu yang dibuka.
“Siapa yang berisik, nona merah muda?” tanya orang yang baru saja masuk ke ruangan itu.
Sakura menoleh sejenak lalu memutar bola matanya malas.
“Sikap sopan santun apa ini?” tanya pria berambut coklat itu dalam hati seraya mengambil duduk di seberang meja berhadapan dengan Sakura.
“Sudah jelas ini bukan sikap sopan santun, Sensei” gumam Sakura membuat guru yang sedang duduk di hadapannya menaikkan sebelah alisnya.
“Memangnya tadi aku mengatakannya ya?” Tanya guru itu dalam hati pada dirinya sendiri.
“Tentu saja anda mengatakannya.” ujar Sakura dengan nada malas.
Guru itu menatap Sakura heran dan penuh tanda tanya. “Aku tidak mengatakan apapun padamu, kenapa kau selalu menjawab kata hatiku?” tanya sang guru sedikit berteriak.
“Isi hati anda gampang ditebak.” jawab Sakura datar seraya menatap guru itu dengan tajam.
Guru itu menatap Sakura tak percaya. “Anak ini menakutkan!” ujar guru itu dalam hati. “Sebaiknya kupanggilkan Kakashi-senpai.” lanjut guru itu lalu berkata. “Tunggu sebentar disini, aku akan memanggil Kakashi-senpai.”
“Ya, terserah anda.” jawab Sakura cuek.
Guru berambut coklat itu meninggalkan ruang konseling. Sakura menghela napas. Ia kembali termenung menatap ke luar jendela. Langit begitu biru dan angin berhembus begitu lembut menerbangkan helai demi helai kelopak bunga sakura.
“Aku sendiri merasa diriku menakutkan.” gumam Sakura masih memikirkan kata hati guru berambut coklat tadi.
Tak lama kemudian, Kakashi masuk ke ruang konseling diikuti guru berambut coklat tadi.
“Iruka bilang kau menjawab kata hatinya, apa itu benar?” tanya Kakashi tanda basa-basi. Ia menatap mata Sakura dengan tajam sama seperti tatapan tajam mata Sakura padanya.
“Dia saja yang mengatakannya terlalu jelas.” jawab Sakura seraya melirik ke arah guru berambut coklat yang bernama Iruka.
“Jangan-jangan, kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain.” tebak Kakashi disambut seriangai dari Sakura.
“Khayalan anda terlalu tinggi.” ujarnya sambil memiringkan kepalanya dengan senyum sinis. “Sebaiknya kembalikan mp3 playerku sebelum aku mendengar lebih jauh.” lanjutnya.
Kakashi menatap Sakura dengan raut wajah datar begitupun dengan sorot matanya. “Kurasa kau akan cocok dengan seseorang.” ujar Kakashi seraya menyodorkan mp3 player beserta headset milik Sakura yang tadi ia sita.
Sakura menerima kembali harta karun berharganya sambil tersenyum puas. “Dare?” tanyanya.
“Dia sekelas denganmu. Kau akan mengetahuinya jika kau tidak menggunakan benda itu.” jawab Kakashi sambil menunjuk mp3 player Sakura.
Sakura memutar bola matanya. “Akan kupertimbangkan.” ujar Sakura seraya beranjak meninggalkan ruang konseling.
“Pasti berat menjalani hari-hari dengan pendengaran yang jauh lebih tajam dari orang biasa ya?” tanya Kakashi sebelum Sakura melewati pintu.
Sakura mendongakkan kepalanya ke belakang. “Setidaknya anda cukup pengertian.” jawabnya sambil tersenyum.
-000-

“Siapa orang yang dimaksudkan guru uban itu?” pikir Sakura sepanjang perjalanannya menuju kelas. Ia tidak pernah berpikir akan ada orang lain yang memiliki kemampuan sama seperti dirinya, kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain. “Asalkan aku tidak memakai ini?” gumamnya seraya memandang mp3 player yang sudah menemaninya selama dua tahun belakangan ini. Setelah kehilangan segalanya, ia hanya memiliki mp3 player itu bersamanya.
Sakura membuka pintu geser kelasnya, semua mata memandang padanya.
“Hari pertama sudah membuat masalah, dan ada apa dengan gaya perpakaiannya? Sudah pake rok, pake celana olah raga segala.” ujar pemuda berambut nanas dalam hatinya seraya menatap tajam ke arah Sakura. Sakura langsung mendelik padanya.
“Cih. Mengomentari gaya perpakaianku? Lihat dulu bagaimana penampilanmu, kepala nanas!” seru Sakura dalam hati.
“Sepertinya dia bukan orang yang mudah diajak berteman,” ujar gadis pirang berkuncir kuda dalam hatinya. Sakura mengalihkan pandangannya ada gadis itu lalu menghela napas.
“Aku jadi takut mengajaknya berteman.” ujar seorang gadis berambut ungu. Sakura hanya meliriknya dengan ujung matanya.
Akhirnya Sakura sukses duduk di kursinya meski masih banyak lagi teman-teman sekelasnya yang berkomentar tentang dirinya di dalam hati mereka. “Mereka berisik.” umpatnya dalam hati.
“Cih. Berisik, huh?” suara hati seseorang terdengar olehnya.
“Hn?” Sakura menaikan sebelah alisnya. “Siapa yang berbicara?” tanyanya seraya melirik ke arah teman-teman sekelasnya yang sudah mulai ngobrol seperti biasanya.
“Apa dia mendengarku juga?” tanya seseorang itu pada dirinya sendiri. Itu membuat Sakura semakin bingung. Sampai akhirnya ia menoleh ke arah belakang. Tepat pada pemuda berambut raven yang sedang duduk sambil meletakkan kedua tangannya yang saling terkait di depan hidungnya. Tatapan mereka bertemu.
Sakura menelan ludah. “Apa dia yang dimaksudkan guru uban tadi?” tanya Sakura dalam hati sambil menatap lekat pada laki-laki yang masih menatapnya dengan tatapan datar.
“Guru uban, katamu?” tanya pemuda raven itu sambil menyeringai.
“Kau mendengarku?” tanya Sakura membelalakkan kedua matanya. Ia terkejut, senang dan tak percaya. Tanpa berpikir apa-apa lagi, Sakura berdiri dari kursinya lalu menarik lengan Sasuke, memaksanya keluar dari kelas. Semua mata memandang kearah mereka berdua. Tapi Sakura tidak peduli. Ia terus menggenggam erat lengan Sasuke membawanya berlari bersamanya di koridor.
“Hei, lepaskan aku! Apa yang mau kau lakukan?!” ujar Sasuke setengah berteriak.
Sakura tidak menjawab. Dikejauhan tampak Kakashi sedang berjalan ke arah mereka tapi Sakura segera menarik Sasuke menaiki tangga. Kakashi menaikkan sebelah alisnya ketika menyadari ada dua sosok siswa yang berlari tapi ketika ia mendongak ke arah tangga kedua sosok itu telah menghilang. “Bolos pelajaran di hari pertama?” pikirnya. Ia melanjutkan lagi langkahnya menuju kelas 1-2.
Pintu atap terbuka. Sakura menghentikan langkahnya begitupun Sasuke. Napas keduanya masih memburu.
“Mau sampai kapan kau menggenggam lenganku? Sakit tahu!” ujar Sasuke kesal.
Sakura tersadar dan melepaskan cengkeramannya dari lengan Sasuke. “Gomen” ujarnya.
“Terserahlah. Kau sudah membawaku kesini. Pelajaran pasti sudah dimulai lagi sekarang, jadi katakan apa maumu!” seru Sasuke dingin.
“Kau. Apa kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan suara hati orang lain?” tanya Sakura tanpa basa-basi.
Sasuke menyeringai. “Kurasa tidak mungkin aku bisa membohongimu.” ujarnya.
Sakura sumringah mendengar jawaban Sasuke. “Benarkah? Ka-kau juga bisa mendengarnya?” tanya Sakura tidak percaya.
“Rambut Kakashi bukan uban. Rambutnya memang seperti itu.” ujar Sasuke.
“Yappari, kau mendengar suara hatiku.” ujar Sakura masih dalam ketidakpercayaannya. “Yeah, aku bukan satu-satunya manusia aneh di dunia ini!” suara hati Sakura dengan sukses membuat Sasuke mengerutkan keningnya.
“Orang aneh katamu?!” tanyanya dalam hati.
“Ah.. gomen. Bukan maksudku menyebut kemampuan ini aneh tapi, selama ini karena kemampuan ini aku selalu sendirian dan tidak ada yang mau berteman denganku. Aku tidak pernah bertemu orang yang memiliki kemampuan sama sepertiku. Aku tidak mengerti kenapa aku memiliki kemampuan ini, aku juga tidak tahu sejak kapan aku memilikinya.” Sakura tersenyum lega.
“Hn.” gumam Sasuke. “Kurasa dia tidak segalak seperti yang dipikirkan Naruto. Dia cenderung berisik.” ujarnya dalam hati.
“Aku mendengarmu, lhoo” ujar Sakura sambil tersenyum kaku.
“Baguslah, aku tidak perlu mengatakannya lagi.” Sasuke memasukkan tangannya ke dalam kantong celana dan segera beranjak meninggalkan Sakura.
“Kupikir kita bisa saling memahami.” kata Sakura sebelum Sasuke menginjakkan kakinya melewati pintu atap. Sakura membalikkan badannya untuk menatap Sasuke.
Sasuke menghentikan langkahnya. “Aku juga berpikir begitu.” ujarnya seraya melanjutkan langkahnya.
“Yokatta na” gumam Sakura penuh syukur. Ia mengeluarkan mp3 player dari saku roknya. “Apa boleh buat, meskipun aku menemukan orang yang sama sepertiku, aku masih bergantung pada benda ini.” ia berkata dalam hati sambil memasang headset di kedua telinganya.
Sasuke menghentikan langkahnya dan mendongak dari bawah tangga. Ia menatap Sakura yang sedang berdiri di anak tangga paling atas sambil memilih lagu yang akan ia putar di mp3 playernya.
Sakura menyadari tatapan Sasuke lalu melepaskan headset dari telinganya. “Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu...?”
Sasuke terdiam sejenak lalu berkata, “Mau sampai kapan kau akan menggunakan benda itu untuk menutupi pendengaranmu? Lama-lama kau bisa tuli.”
Sakura terdiam. Ditatapnya mp3 player di tangannya. “Kau pernah mendengar nama band Asian Kung-fu Generation?”
Sasuke menaikkan sebelah alisnya.
“Mp3 playerku sedang memutar lagu Soredewa Mata Ashita dari band itu. Kupikir, mendengarnya ribuan kali pun tidak akan membuatku tuli karena aku menyukainya.” Sakura menatap layar mp3 playernya.
Sasuke menyeringai. “Kau hanya merasa tidak ada pilihan lain.”
Sakura mengalihkan pandangannya pada Sasuke dan tampak seperti sedang mengingat sesuatu. “Ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu.”
Makanya kubilang berhenti mendengarkan benda bodoh itu! Cih!” suara hati Sasuke.
Sakura tersentak. Ia menatap Sasuke. Sasuke pun baru menyadari kata hatinya tadi didengarkan oleh Sakura. Mereka saling menatap.
Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, apa yang harus kulakukan?” tanya Sakura dalam hati pada dirinya sendiri. Ia menundukkan kepalanya sambil menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan.
“Aku, Uchiha Sasuke” ujar Sasuke.
Sakura sumringah mendengar ucapan Sasuke. “Uchiha Sasuke tte” ia memiringkan kepalanya. Lalu menegakkannya lagi sambil tersenyum pada Sasuke. “Hai. Gomennasai.”

-000-

Di dalam kelas. Sakura tidak lagi menggunakan headsetnya. Ia duduk dengan tenang di kursinya, meskipun 'duduk tenang' yang dipaksakan. Ia tidak bisa berhenti mendengarkan suara hati teman-teman sekelasnya.
Brengsek! Yang benar-benar mendengarkan guru hanya beberapa saja! Selebihnya semuanya...” Sakura melirik teman-teman sekelasnya yang bisa ia tangkap dengan matanya satu persatu. “Gadis berambut ungu yang tadi pagi mengatakan takut untuk mengajakku berteman ternyata menaruh hati pada si pirang jabrik di sebelahku ini? Yang benar saja. Gadis yang kelihatan lembut itu menyukai laki-laki bertampang preman ini?
“Pfftt” terdengar suara tawa yang tertahan dari belakang Sakura. “Hahaha, kau menikmatinya?
Sakura membalikkan badannya ke belakang lalu menatap Sasuke dengan tajam dengan raut wajah yang sedikit tegang. “Kau benar-benar menikmati ini ya?” bisik Sakura kaku.
“Apa boleh buat.” jawab Sasuke sambil menyeringai.
Wajah Sakura memanas. Ia terlalu banyak mendengar rahasia orang lain hari ini.
-
-
-
-

To be continued..

Klik link ini untuk membaca langsung di fanfiction.net ^^


Jumat, 24 Mei 2013

You Are The Only

Baru saja saya mempublish fanfiction terbaru saya di fanfiction.net. Kali ini NaruHina.



-YOU ARE THE ONLY-

Path Of Destiny Side Story
NARUTO is only belong to Masashi Kishimoto-sensei.
But, this story is mine. :P
-
-
Pairing NaruHina
-
-
-
Selamat membaca :)



CHAPTER 01: I Don't Understand
(Naruto's Side)


Hari itu menjelang Natal. Sesaat setelah keluar dari Bandara aku mendongak ke langit yang gelap. Yeah, butiran salju beterbangan dengan lembut mengikuti arah angin. Rasanya sedikit kesepian ketika tak ada siapapun yang menemaniku terlebih lagi kenapa aku harus membuat ayah dan ibuku marah hingga aku ditelantarkan seperti ini? Sungguh menyedihkan.
“Buuuuugghhhhh...!!!!?” sesuatu eh seseorang tiba-tiba menabrakku menyadarkanku dari pikiran bersalahku pada ibu, tapi sialnya aku terjatuh.
“Hei, kalau jalan lihat-lihat, apa kau tidak punya ma~” secara reflek aku terdiam, tanpa sadar aku menghentikan bentakan yang mungkin akan keluar lebih banyak jika saja orang yang menabrakku bukan gadis ini. Dan, yahh dia juga terjatuh dengan beberapa barang berserakan di sekitar kami.
“Go~gomennasai...!” gadis berambut keunguan itu menganggukkan kepalanya meminta maaf padaku. Aku memaafkannya saat itu juga.
“Aahh...tidak apa-apa. Kau pasti sedang buru-buru.” ujarku seraya bangkit. “Apa kau terluka?” aku membantunya berdiri.
“Aku tidak apa-apa. Ehh, seharusnya aku yang bertanya padamu. Maafkan atas kecerobohanku. Kau tidak terluka 'kan?” dia bertanya dengan wajah khawatir.
Dia cantik dan manis.
“Ahh...!” dia teringat pada beberapa barang yang berserakan ketika menabrakku dan memungutnya. Aku membantunya. “Terima kasih,” ujarnya sedikit gugup. Suaranya lembut dan sedikit ragu-ragu, tapi terdengar tulus.
“Hmm?!” diantara benda yang kupungut ada sebuah kartu pelajar. “Kartu pelajar ini... Kau murid Seirin Girl High?” Aku mengenali kartu pelajar itu karena sepupuku Karin bersekolah disana.
“I~iya. Aku baru pindah kesana sekitar 3 bulan yang lalu.” jawab gadis itu sambil tersenyum ramah padaku. Aku menyodorkan kartu pelajarnya dan beberapa benda yang kupungut padanya tentu saja setelah melirik nama yang tercantum di kartu pelajar itu. Tertulis, 'Hyuuga Hinata'. Aku akan mengingat nama itu dan akan menanyakan mengenai gadis ini pada Karin. Tapi...
“Ahh, kalau tidak keberatan.. Aku Uzumaki Naruto,” ujarku seraya menyodorkan tanganku sambil tersenyum, menunjukkan keramahan.
“Aku Hyuuga Hinata.” Dia membalas uluran tanganku.
“Hyuuga Hinata...Senang berkenalan denganmu.”
“Iya. Ahh maaf aku sedang buru-buru. Sampai bertemu lagi” dan gadis lavender itu pun berlalu. Membuat ayah dan ibu marah lalu kabur dari acara liburan keluarga ternyata bukan keputusan yang buruk. Meskipun sekarang aku akan menjadi manusia termiskin di dunia. Tapi, itu tidak menjadi masalah buatku. Sampai bertemu lagi katanya? Mungkin aku akan bertemu dengannya lagi.

==oOo==



“Sasuke, kau harus menolongku. Tolong kirimkan orang untuk menjemputku di bandara. Aku kedinginan.” Aku tidak punya pilihan. Meskipun aku dan si Teme sering berkelahi tapi dialah teman terbaikku selama ini. Menelponnya adalah pilihan terbaik.
“Bukankah kau sedang liburan ke Asia Tenggara??” tanya Sasuke dari saluran seberang.
“Aku sudah pulang dan sekarang aku butuh tumpangan. Aku tidak punya uang karena kartu kreditku sudah diblokir. Di dompetku sekarang hanya ada uang logam 100 yen. Bahkan untuk membeli minuman pun ini tidak cukup,” ujarku memelas.
Terdengar Sasuke menghela napas. Sesaat kemudian ia berkata, “Itu salahmu sendiri..Tuutt tuutt...” tanpa permisi ia menutup telpon oh bukan, ponselku lowbat??!!! Ooohhh lengkaplah penderitaanku hari ini. Haruskah aku bermalam di bandara? Tanpa uang, bahkan ponselpun mati, tanpa jaket, kedinginan, tanpa seorang pun yang menolongku. Sigh....
Hidup ini benar-benar kejam. Bahkan ayah dan ibu pun kejam padaku. Aku tidak ingin membahas ini tapi,...ini benar-benar di luar kendaliku.

Beberapa jam yang lalu.
“Haaahhhh??!! jangan bercanda untuk hal-hal seperti itu, Kaa-chan. Aku bertunangan dengan Karin itu hal yang mustahil, itu tidak mungkin terjadi. Hahahahaha..” baru saja aku mendengarkan pernyataan kedua orang tuaku tentang pertunanganku dengan sepupuku Karin. Cewek kasar dan pemarah itu? Yang benar saja. Tentu aku tidak menanggapinya dengan serius.
“Apanya yang tidak mungkin?” Suara Karin tiba-tiba mengusikku. Entah sejak kapan dia mendengarkan pembicaraan kami bertiga. Aku menoleh padanya, awalnya aku ingin mengatakan pertunangan itu hanyalah sebuah kekonyolan yang dibuat-buat oleh ayah dan ibuku tapi melihat ekspresi Karin membuatku mengurungkan niat itu. Tidak mungkin Karin.. Ah dia tidak selemah itu. Aku yakin dia pasti menjebakku.
“Heh, Naruto, apa sih salahnya menerima Karin sebagai tunanganmu? Lagipula warna rambut ibu dan dia sama-sama merah. Kau menyukai warna rambut ibu kan?” bentak ibuku dengan sorot mata seram. Menjebak!
“Aku rasa kau sudah tidak bisa menolak, Naruto.” Ayahku turut ambil andil, membela ibu tentunya.
“Tou-chan...” aku memelas.
“Hiks” Karin mulai menangis. Hei tunggu, kau tidak selemah itu. Kau yang selalu berlaku kejam padaku tidak mungkin menangis hanya gara-gara aku menolak pertunangan. Rencana apalagi yang kau buat untuk menyiksaku?
“Meskipun kau menangis, aku tetap tidak akan menerima pertunangan itu. Itu sangat tidak mungkin!”
Buuuggghhhh!!!!
Tinju ibuku bersarang di kepalaku.
“Itai itai itai..” aku tersungkur sambil memegang kepalaku.
“Jangan pernah membuat seorang wanita menangis, Narutoooo...!!!!” ujar ibuku dengan penekanan pada namaku. Seram.
“Aku mau pulang saja...!!!!” Aku berlari sekencang mungkin. Keluar dari hotel, masuk ke dalam taksi, sampai di bandara, memesan tiket, terbang dan tibalah aku di tempat ini. Sesaat setelah sampai, tepat saat aku akan membeli sesuatu menggunakan kartu kredit aku tahu kalau ternyata kartu kreditku sudah diblokir. Kalau sudah ada maunya ibuku tidak akan membiarkan aku kabur. Sigh...
Kembali ke masa sekarang.
“Sedang apa kau di tempat seperti ini?” sebuah suara nan dingin menyadarkanku dari lamunan. Suara itu sangat kukenal. Aku segera mengangkat kepalaku yang tertunduk tak berdaya dan menoleh ke arah sumber suara.
“Sa-sukeeeee....” aku segera bangkit dan memeluknya dengan girang meskipun dia segera menolak pelukanku. “Aku tidak sedang bermimpi kan? Kau benar-benar Sasuke. Baru kali ini aku benar-benar merindukanmu, Sasuke-sama~”
“Jangan sentuh aku!” ujarnya ketus, seperti biasanya.
“Kau tidak tahu betapa menderitanya aku tadi. Syukurlah kau datang.”
“Iya, iya. Ayo sekarang kuantar kau pulang.”
Pulang? Disaat seperti ini sebaiknya aku tidak pulang. “Nee, Sasuke. Boleh kan aku menginap di rumahmu? Kau tahu kan aku sedang bertengkar dengan Tou-chan dan Kaa-chan, aku tidak mungkin pulang ke rumah. Ibu tidak akan membiarkan aku hidup, kau tahu.”
Sasuke menghentikan langkahnya dan menoleh padaku. “Kau benar-benar merepotkan,” ujarnya dengan sorot mata dingin seperti biasanya lalu kembali melanjutkan langkahnya.
“Lama-lama kau seperti Shikamaru, dattebayo.” Aku mengikuti langkahnya. Aku senang. Setidaknya di malam dingin bersalju ini, ada sosok teman seperti Sasuke yang menolongku.


==oOo==

Pada akhirnya, Kaa-chan mengalah. Tentu kaachan juga tidak ingin kehilangan putra semata wayangnya, yaitu aku. Aku bilang aku tidak akan pulang dan meminta agar keluarga Uchiha mengadopsiku -tentu saja aku tidak serius mengatakannya- tapi ibuku mungkin terlalu menyayangiku dan akhirnya mengalah. Tidak buruk. Dan sikap Karin padaku juga tidak berubah. Belakangan aku baru tahu kalau malam itu Karin memang sedang berpura-pura menangis untuk mengerjaiku. Dia tidak pernah puas bila aku belum mendapat siksaan. Tapi, aku senang dia juga menolak pertunangan itu. Karena Karin menolak, ibuku tidak bisa memaksaku lagi. Good job, Karin! Baru kali ini rasanya kau memberikan satu keberuntungan bagiku. Tapi, tentu Karin tidak melakukan itu dengan gratis. Dia meminta hal lain.
“Aku hanya ingin kau melakukan satu hal, Naruto.” kata-kata yang sengaja dimaniskan olehnya terlontar seperti es. Ini yang paling kubenci dari dia. Kata-kata manis tidak selalu semanis kedengarannya.
“Katakanlah, tapi aku tidak janji bisa melakukannya,” jawabku.
“Kalau begitu aku akan membuatmu bisa melakukannya,” kilahnya. “Buat aku agar bisa berkencan dengan Sasuke di hari Valentine.” ia tersenyum.
Crack!!
Apaaaaaa.....???!!
Kencan dengan Sasuke?!
“Aku tidak mau! Yang lain saja. Minta aku membelikanmu baju impor dari Paris, atau Tas Channel, atau Parfum Paris Hilton. Atau kalau kau mau yang lebih ekstrim, minta aku terjun dari puncak Tokyo Tower!”
“Apa kau tahu kalau kau terjun dari puncak Tokyo Tower kau bisa mati, lalu siapa yang akan membantuku mendekati Sasuke?”
“Eeeehhhh...!!”
“Aku tunggu kabarmu minggu depan.”
“Apaa...! Hei Karin, kau jangan bercanda!” aku mulai takut.
“Aku serius,” ujarnya asal.
“Ta..pi..”
Percuma. Kalau sudah ada maunya si licik Karin tidak akan menerima bantahan. Sial! Kenapa aku harus memiliki sepupu seperti dia?! Lalu, bagaimana caraku membujuk si dingin Sasuke untuk berkencan dengannya? Sejak dimulainya semester dua mood Sasuke benar-benar buruk. Itu juga gara-gara cewek aneh bernama Sakura. Kenapa perempuan di sekelilingku sangat menyebalkan. Aarrggghhh...!!!
Gedubraaakkk....!! seseorang menabrakku. Membuatku terjungkir di jalan. Bahkan berjalan-jalan di sore hari yang cerah ini pun mendapat gangguan. Siaa... are? Aku mencoba membuka kembali rekaman di CPU otakku mengenai gadis ini. Gadis berambut ungu lavender..
“Gomennasai. Aku dicegat preman jalanan, jadi aku berlari sekencang mungkin. Apa kau terluka?”
“Ti-tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” Aku segera berdiri lalu membantu gadis itu berdiri juga. “Sepertinya preman yang mengganggumu tidak mengejarmu sampai kesini.” aku menoleh ke arah datangnya gadis ini tadi. Hanya ada jalanan yang lengang.
“Haaahhh... Yokatta...” gadis itu menghela napas lega sambil memegang dadanya, dada yang cukup besar.. eh.
“Hyuuga Hinata?” Aku mengenalinya dari name tag yang terpasang di seragamnya. Seragam Seirin Girl High yang sama dengan Karin. Tapi, bukan cuma karena name tag itu aku mengetahui nama gadis ini. Aku pernah bertemu dengannya sebelum ini. Tentu aku mengingatnya dengan jelas. Aku tidak mungkin melupakan pertemuan dengan gadis cantik.
“Ah, sebelumnya bukankah aku pernah menabrakmu di Bandara? Apa kau masih ingat?” ia bertanya padaku.
Waw, secara mengejutkan dia punya ingatan yang tajam.
“Kau ingat aku?” tanyaku penasaran.
Dia tersenyum. “Tentu saja.” ia menyodorkan sesuatu padaku. “Aku tidak sengaja memungut ini” ujarnya. Itu Buku Saku sekolahku. Memang ada fotoku disana. Aku melemparkannya beberapa hari lalu di jembatan dekat sekolah. Itu karena.. ah tidak. Hinata tidak seharusnya melihat isinya. “Aku menemukannya di pinggir sungai di bawah jembatan. Kau punya banyak catatan kelakukan buruk, Uzumaki-san”
Crack!! tidak seharusnya dia melihat itu.
“Laki-laki memang harus seperti itu kan?” ia tersenyum. Waw, kalau ibuku pasti sudah memukul kepalaku lalu melemparku ke jalanan, tapi gadis ini....dia memujiku? Atau menghiburku?
“Apa kau terburu-buru?” tanyaku.
Dia menggeleng. “Tidak. Sebenarnya bisa dibilang aku sedang tersesat.”
“Haahhh?” Tersesat di kota kecil ini? Apa dia bercanda?
“Aku belum hapal semua jalan di kota ini. Aku baru pindah kesini beberapa bulan yang lalu.” lagi-lagi dia tersenyum tapi aku merasakan ada sesuatu dibalik senyumnya itu. Mungkin semacam kekhawatiran atau entahlah.
“Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang, tapi bagaimana kalau sebelumnya kita makan dulu?” ajakku. Aku ingin mengenalnya lebih jauh.
Dia menatapku. Entah tatapan apa namanya. Dia mungkin tidak mempercayaiku seratus persen, tapi dia juga bermaksud menerima maksud baikku. “Aku tidak keberatan.” ujarnya kemudian sambil tersenyum.
“Aku akan mentraktirmu ramen. Akan kutunjukkan kedai ramen terenak di dunia!” Aku senang. Pertemuanku dengan Hinata terbilang unik. Dia selalu menabrakku. Dan aku tidak akan pernah melewatkan momen pertemuan ini.
Hinata tipe yang tidak banyak bicara. Disepanjang jalan dia hanya diam. Nuansanya sedikit membosankan bagiku, tapi karena dia cantik aku akan mengabaikan sifat pendiamnya itu.
“Uzumaki-san” panggilnya tiba-tiba. Hampir saja aku melompat saking kagetnya mendengar dia akhirnya berbicara.
“Panggil saja aku Naruto,” jawabku.
“Na-naruto-san”
“Ahh.. kalau kau tidak keberatan kau boleh memakai akhiran -kun kalau mau” sanggahku. Aku tidak suka seorang gadis cantik seperti dia memanggilku dengan panggilan formal. Gadis cantik harus memanggilku dengan nama depanku ditambah akhiran -kun, kedengarannya lebih seksi. Hahaha (muka mesum).
“Naruto....-kun” ujar Hinata agak kaku tapi dia memanggilku dengan sapaan yang benar, menurutku. Dia sepertinya berusaha keras untuk memanggilku dengan sebutan itu.
“Kalau begitu, aku akan memanggilmu Hinata-chan, bagaimana?” aku menatapnya menunggu jawaban. Dia hanya mengangguk. “Tadi, kau ingin mengatakan apa, Hinata-chan?” tanyaku teringat kembali alasan kenapa dia memanggilku.
“Tidak apa-apa,” jawabnya. Sesaat kemudian ia melanjutkan. “Eennggg.. Naruto...-kun, seragam sekolahmu itu.. apa kau dari Yamato High?” ia bertanya.
“Iya. Apa kau punya kenalan di sekolahku? Oh itu kedai ramennya. Ayo cepat Hinata-chan, aku sudah tidak sabar ingin makan ramen.” aku menarik lengannya memaksanya berlari menuju kedai. Sesampainya di kedai aku segera memesan dua porsi ramen, lalu duduk di meja yang masih kosong. “Jadi, siapa kenalanmu itu?” tanyaku.
“Sebenarnya tunanganku bersekolah disana,” jawab Hinata berhasil membuat seluruh tubuhku membeku.
Tunangan katanya? Tunangan itu calon suami. Jadi dia sudah punya calon suami????!!!! Tiiidaaaaakkkk.....!!! Ini tidak mungkin!! tidak mungkin. Kepalaku rasanya berkunang-kunang.
“Akhir-akhir ini, aku merasa tidak nyaman dengan pertunanganku” sambung Hinata.
Kebekuan tubuhku sepertinya mulai mendapat angin hangat. Hinata menunjukkan senyuman yang kulihat sebelumnya. Apakah ini arti senyuman itu? Dia gelisah dengan pertunangannya. Karena itukah senyumannya penuh dengan aura kekhawatiran?
“Ah, maaf aku mengatakan sesuatu yang bersifat pribadi.”
“Tidak apa-apa. Sepertinya kau sangat tertekan dengan pertunangan itu. Memangnya apa yang terjadi? Kau bisa bercerita padaku” ujarku sok cool. Bukan berarti aku ingin mengetahui urusan orang lain. Aku hanya merasa bila seseorang menceritakan apa masalah yang dihadapinya orang itu pasti akan merasa lebih lega. Bebannya akan sedikit berkurang. Kurasa. Tapi, disisi lain aku masih sedikit syok mengetahui Hinata memiliki tunangan. Kupikir, aku sudah tidak memiliki kemungkinan untuk mendekatinya lebih jauh. Tapi, jangan panggil aku Naruto kalau aku menyerah begitu saja.
Hinata menatapku, mungkin dia berpikir 'apakah orang ini bisa dipercaya, aku baru saja mengenalnya', tapi kupikir dia cukup mempercayaiku. Lihat, tampangku bukan tampang brengsek meskipun aku mempunyai banyak catatan kelakukan buruk di sekolah. Dia tersenyum. Baru saja dia akan mengatakan sesuatu, pelayan mendekat ke arah kami.
“Pesanan datang.” pelayan itu membawakan pesanan kami. “Selamat menikmati” ujar pelayan itu setelah meletakkan masing-masing mangkuk ramen di hadapanku dan Hinata. Pelayan itu pun pergi.
Baik aku maupun Hinata terdiam cukup lama. Entah kenapa ramen yang biasanya langsung kulahap kali ini aku belum ingin menyentuhnya. Apakah karena aku menunggu Hinata bicara? Aku menatapnya. “Bukankah tadi kau ingin mengatakan sesuatu?”
“Ah...iya.. aku hanya ingin mengatakan, arigatou, Naruto-kun. Padahal aku baru mengenalmu tapi rasanya dengan adanya Naruto-kun membuat bebanku lebih ringan.” Ia tersenyum.
Aku sedikit kecewa. “Tapi, kau kan belum mengatakan apa-apa, Hinata-chan.”
Ia tersenyum sambil menatapku. “Tidak apa-apa. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Ayo makan ramenmu, nanti dingin.”
Aku tidak tau perasaan apa ini. Baru kali ini aku merasa tidak dibutuhkan oleh seorang gadis. Tapi, karena perasaan itu pula membuatku merasa ingin Hinata membutuhkanku lebih dari siapapun. Tapi, bukankah itu tidak mungkin. Seperti apa tunangan Hinata? Apa boleh aku merebut Hinata darinya?
==oOo==
“Hei Teme, aku dan yang lainnya akan ikut gokon dengan siswi Seirin Girl High, apa kau mau ikut?”
“Tidak mungkin dia akan ikut, Naruto.” Shikamaru yang kukira sedang tidur langsung menyahut.
Sasuke menoleh ke arah Shikamaru lalu beralih menatapku, “Kau sudah mendapatkan jawabannya” ujarnya dengan nada dingin.
“Kau masih memikirkan hasil mid-test?” tanyaku menebak penyebab badmoodnya pangeran es di hadapanku ini.
“Kalau mengenai hasil mid-test, dia tidak mempermasalahkannya. Dia sudah tau tidak ada yang bisa mengalahkan kejeniusanku” lagi-lagi Shikamaru menyahut dengan mata yang terpejam.
Benar juga. Sasuke selalu menempati urutan nomor dua meskipun dalam beberapa mata pelajaran nilainya tertinggi, tapi tetap saja tidak bisa mengalahkan nilai Shikamaru. Ah tapi bukan itu masalahnya. Sakura-chan yang sebelumnya menempati posisi 10 di kelas kini menempati posisi ke-empat. Kupikir itu yang membuat Sasuke bad mood. Kalau bukan itu, “Lalu?” tanyaku.
“Iruka-sensei menunjuk Sasuke dan Sakura untuk menjadi panitia persiapan ulang tahun sekolah” jawab Shikamaru.
“Apa? Hahaha” tanpa sadar aku tertawa.
Sasuke menatapku dengan tatapan membunuhnya. Seketika aku menghentikan tawaku. “Bukankah itu hal bagus. Kau bisa bersama Sakura lebih sering. Mungkin dalam kesempatan ini dia akan kembali menjadi Sakura yang dulu yang memuja-mujamu, Sasuke. Sakura yang sekarang benar-benar membuatmu terganggu, iya kan?”
“Urusai!” Sasuke menyandang tasnya lalu melangkah keluar kelas. Sesaat setelah bayangannya menghilang, aku dan Shikamaru tertawa diam-diam.
“Apa kau juga berpikiran sama sepertiku, Shikamaru?”
“Kurasa yang lainnya juga berpikiran sama seperti kita, termasuk Iruka-sensei.”
Aku tidak yakin tapi beberapa hal selalu membuatku ingin meyakini bahwa perasaan Sasuke terhadap Sakura adalah kebencian yang memiliki batas hanya sepersekian milimeter dengan cinta. Aku tidak mengerti, apakah Sakura sengaja melakukan semua ini untuk menarik perhatian Sasuke atau dia memang benar-benar telah berubah. Aku tidak mengerti perasaan wanita.
Begitu aku dan Shikamaru sampai di tempat janjian dengan siswi SMA Seirin, aku tidak tau bagaimana harus menyembunyikan keterkejutanku. Dia juga terkejut melihatku.
“Aku akan pergi ke toilet” ujar gadis itu. Gadis yang selama beberapa hari ini memenuhi pikiranku. Aku menyusulnya.
“Sedang apa kau disini, Hinata-chan?” tanyaku dengan nada khawatir, panik, marah atau entahlah, aku tidak tahu perasaan apa yang sedang meliputiku saat ini. “Kenapa kau ikut dalam acara seperti ini?”
“Naruto-kun, aku hanya menemani temanku. Aku tidak bermaksud ikut acara kencan buta ini.”
“Sayang sekali teman-temanku tidak berpikir seperti itu. Teman-temanku tidak berpikir kau sudah memiliki tunangan.” ujarku semakin pelan.
“Aku hanya ingin membantu Tenten-chan.”
“Hentikan kekonyolan ini, ayo kita pergi dari sini!” Aku menarik lengan Hinata dan membawanya keluar dari cafe ini.
“Sebelumnya apakah kau pernah ikut acara seperti ini?” tanyaku. Entah kenapa aku merasa panik.
“Ini pertama kalinya. Lagipula aku hanya menemani Tenten.”
“Jangan katakan itu lagi! Bagaimana jika yang kalian temui hari ini bukan kami, siswa dari SMA lain belum tentu memperlakukan kalian dengan baik? Bagaimana jika orang-orang yang kalian temui memiliki niat jahat? Hah?!”
Hinata terdiam sesaat seraya menatapku yang sedang lepas kontrol.
“Hmphh...”
Aku menghentikan langkahku. “Omae..”
Hinata tertawa ringan.
“Ke-kenapa kau tertawa?” aku mulai menyadari perilaku aneh yang baru saja kutunjukkan.
“Kau, manis sekali, Naruto-kun.” Hinata tersenyum.
Aku melepas genggamanku dari lengannya. Manis katanya? Aku menatapnya, dan aku menyadari aku terjebak dalam suatu lingkaran aneh antara aku dan Hinata. Pada saat ini, aku mulai menyadari eksistensiku bagi Hinata. Iya. Apa aku bagi Hinata? Kenapa aku mencemaskannya? Dan Apa Hinata bagiku? Kenapa dia membuatku tidak bisa mengendalikan diriku.


==oOo==


Booooonngg...!! Sebuah bola basket sukses mendarat di jidatku. Aku jatuh tanpa sempat mempertahankan keseimbanganku.
“Hei, Naruto, kau tidak apa-apa?” tanya Kiba yang dengan segera memapahku ke pinggir lapangan.
“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing” ujarku seraya memegang kepalaku yang terasa berdenyut-denyut.
“Siapa suruh kau melamun” ujar Sasuke ketus padahal dialah si pelempar bola yang mengenai jidatku.
“Seharusnya kau minta maaf, Teme!” Teriakku emosi.
“Aku tidak merasa bersalah” ujarnya datar.
Hahhh sial, dia benar. Ini salahku karena melamun di tengah lapangan. Padahal latihan hari ini sangat penting untuk pertandingan melawan SMA Konan. Aku bahkan tidak mendengarkan instruksi Shikamaru tadi sebelum latihan. SMA Konan pernah menjurai kejuaraan Nasional, ini beban berat bagi Sasuke sang kapten. Kalau tim kami kalah, maka tidak ada kesempatan untuk masuk ke babak selanjutnya. Pertandingan dengan Konan menentukan nasib tim basket kami. Tapi, di saat genting seperti ini kenapa aku tidak bisa berkonsentrasi? Apa yang terjadi dengan diriku?
“Baiklah, latihan hari ini kita akhiri saja.” Sasuke menutup latihan lalu melirikku. “Apa kau sudah merasa baikan?”
“Iya. Pusing-pusingku sudah hilang.”
“Bagus. Ayo One on One denganku.”
Jujur kuakui, meskipun aku hebat di basket, aku tidak bisa mengalahkan Sasuke One on One.
“Aku tidak akan menurunkanmu dalam pertandingan melawan Konan kalau kau tidak bisa mengalahkanku. Dapatkan lima point pertama dariku atau duduk di bangku cadangan!” Sasuke menatapku dengan dingin seraya memegang bola di tangannya.
“Kau tidak serius kan?” Aku bersiap dalam posisiku.
“Aku lebih dari sekedar serius.”
Bola basket melambung menandakan dimulainya pertarungan kami. Sasuke, kau tau aku tidak bisa mengalahkanmu tapi aku tidak akan mengalah begitu saja.
Aku telentang di tengah lapangan. Terengah-Engah. Keringatku membuat lantai di bawah tubuhku terasa licin. Aku menatap langit-langit gedung olah raga sambil mengatur napas yang terus memburu. Aku begitu lelah. Baru kali ini, Sasuke mengerahkan kekuatan yang begitu besar hanya untuk melawanku.
“Duduklah di bangku cadangan” Kalimat Sasuke berdengung di telingaku.
Dung, dung. Terdengar suara bola basket yang sedang didribel lalu terdengar suara ring basket, “Splosh!”
“Dalam sekali shoot aku sudah bisa mencetak tiga angka, lalu kenapa shoot-mu yang puluhan kali itu tidak satu pun mencetak angka?” itu suara Shikamaru. Aku menoleh pada sumber suara.
Aku hanya diam sambil mengamati gerak gerik Shikamaru. Ia mengambil bola yang tadi masuk ring lalu mendribelnya beberapa kali dan dengan gerakan yang lincah ia memasukkan bola ke ring.
“Kau tahu, pertandingan melawan Konan sangat penting bagi Sasuke. Bagiku juga. Aku ingin menunjukkan pada mereka analisaku yang akurat tentang kelemahan mereka.” Shikamaru melakukan Dunk di tengah kalimatnya. Dengan begitu dia sudah mencetak lima angka.
Aku bangkit dari tidurku, lalu berdiri. Bola dari tangan Shikamaru melayang ke arahku. Aku menangkapnya. Itu bukan sekedar bola melayang, kekuatan lemparannya terlalu besar sampai membuat telapak tanganku kesemutan.
“Apa kau marah, Shikamaru?” tanyaku ragu.
“Apa kau pernah melihatku marah? Bahkan saat si pirang Ino meninju wajahku, aku masih tetap dalam kondisi rileks.”
Yeah, secara tidak sengaja aku menyaksikan pertunjukkan pagi itu. Tapi, aku masih tidak mengerti Shikamaru. Apakah dia benar-benar playboy atau apa. Ahh, tunggu dulu, bukan itu masalahnya sekarang. Sekarang bukan mengenai Shikamaru, tapi mengenai aku. Ada apa denganku?
“Ano........., Shikamaru, akhir-akhir ini aku sulit berkonsentrasi. Aku tidak mengerti.”
“Apa ini mengenai perempuan?” tanya Shikamaru setelah beberapa saat ia terdiam.
Aku merasa dadaku berdesir seperti ada sesuatu yang menyayat di dalam sana. (Catatan: Bukan ulah Kyuubi). “I-iya. Akhir-akhir ini aku dekat dengan seorang perempuan yang selalu membuatku merasa cemas” ujarku gugup.
“Kau menyukainya?”
“Hah? Apa kau bercanda? Dia sudah punya tunangan, Shikamaru.”
“Tunangan?” mata Shikamaru yang selalu mengantuk itu menatapku. “Belum suami 'kan?” ia mengeluarkan tangannya dari kedua saku celananya lalu mengambil bola basket dari tanganku. “Penyebab kau tidak bisa berkonsentrasi adalah gadis yang sudah bertunangan itu. Kesimpulannya, kau sedang jatuh cinta. Cinta yang sedikit rumit.” Sejak kapan Shikamaru jadi pakar cinta?
Shikamaru mendribel bola basket itu lalu melemparkannya ke ring dan “Splosh!” ia mencetak tiga angka.
Aku menyukai Hinata? Kupikir selama ini aku melakukan keisengan seperti yang biasa kulakukan. Keisengan untuk mendekati para gadis, keisengan untuk membuat mereka terpesona kepadaku, keisengan untuk membuat mereka jatuh cinta kepadaku. Kupikir dengan Hinata pun aku telah melakukan keisengan yang sama. “Tidak mungkin. Kau tahu kan selama ini aku belum pernah pacaran karena aku hanya iseng dengan gadis-gadis yang kudekati?”
“Ya, aku sempat berpikir kau mengidap kelainan dan jatuh cinta pada Sasuke.”
“Apa??” Kali ini suasana serius yang menggerogoti seluruh tubuh dan alam pikiranku sirna begitu saja.
“Bukankah kau menyukai Sasuke?”
“Eeeeeeeehhhhh??!!”
“Katakan saja pada gadis itu perasaanmu yang sebenarnya. Tidak usah memikirkan tentang tunangannya. Kupikir itulah jalan satu-satunya agar kau bisa berkonsentrasi lagi. Masalah gadis itu menerima perasaanmu atau tidak, itu terserah padanya.”
“Tentu saja dia pasti akan menolakku Shikamaru-baka! Dia itu tipe perempuan yang setia. Meskipun dia mengalami banyak masalah dengan tunangannya, tidak seharusnya aku memanfaatkan hal itu demi kepentinganku sendiri!” Cara berpikir Shikamaru berhasil membuatku emosi. Tanpa sadar aku berteriak membuat napasku memburu meminta udara.
“Kalau begitu, kau memang pantas duduk di bangku cadangan.” Shikamaru melangkah meninggalkan lapangan basket, meninggalkan gedung olah raga, meninggalkanku sendirian.
“Sial!” Aku geram pada diriku sendiri.


==oOo==



[Hinata-chan, ada yang ingin kubicarakan denganmu, bisa kau temui aku di kedai ramen sepulang sekolah?] Pesan terkirim.
Pesan masuk. [Ada apa, Naruto-kun?]
[Aku akan menunggumu.] pesan terkirim.
Tidak ada pesan baru.
Sekali lagi kutatap layar ponselku.
Tidak ada pesan baru.
Lalu, benar-benar menutupnya.
Apakah Hinata akan datang? Kalau dia datang, apa yang harus kukatakan? Darimana aku akan memulainya? Bagaimana seharusnya ekspresiku? Bagaimana cara bersikap dihadapannya?
Tidak. Kenapa aku tadi mengajaknya bertemu di saat genting seperti ini? Tapi, pertandingan dengan Konan memaksaku untuk melakukan ini, tapi....tapi aku tidak pernah memiliki perasaan seperti ini sebelumnya, bahkan tidak pernah terpikir olehku akan menyatakan perasaanku. Ughh...rasanya kepalaku berkunang-kunang. Apa yang harus kulakukan?
Hinata-chan, yang ingin kukatakan padamu adalah... aku... aku... aku... aaaaarrrgghhhh...... susah sekali mengatakannya... aku mengacak-acak rambutku. Lalu kembali membayangkan pot sumpit yang ada di atas meja adalah Hinata. “Hinata-chan,....” aku menatap pot sumpit dengan tatapan mata penuh harap, kurasa sudah kelihatan seperti itu. Mungkin.
“....” tidak ada jawaban. Memangnya orang bodoh mana yang bicara dengan pot sumpit? Aku kembali mengacak-acak rambutku.
“Aaarrrggghhh....” aku berteriak frustasi. Sigh. Kulayangkan pandanganku ke segala arah. Tepat disudut kedai beberapa pelayanan berkumpul tampak sedang berbisik-bisik sambil melirik ke arahku. Jangan-jangan mereka sedang membicarakanku. Haahhh... aku menyerah. Kutempelkan pipi kananku diatas meja sambil menatap ke arah pintu masuk. Hinata. Apakah Hinata akan datang?
-
-
-
-
-

To be continued...

Klik link ini  untuk membaca langsung dari fanfiction.net. otanoshimini... ^^