Rabu, 06 November 2013

The Rainy Day

Dear sunny,

Apa kabarmu disana, hey sunny? Aku disini baik-baik saja.
Hari ini tiba-tiba hujan disini, tepat disaat kepalaku mulai terasa sakit. Migrainku kumat lagi. Mungkin terlalu banyak hal yang kupikirkan tanpa kusadari. Aku terlalu sibuk menjalani hari-hari untuk menyembunyikan semua keluhan. Kubiarkan semua keluhan ini terpendam di dalam sana tanpa perlu kukeluarkan. Untuk apa? Apakah dengan aku mengeluh semua masalahku akan selesai? Apakah bila kukeluarkan semua yang kupendam dalam hati ini akan membuatku menjadi manusia yang lebih baik? Coba pikirkan berapa banyak waktu yang akan terbuang hanya karena keluhanku. Setiap keluhan itu berasal dari dalam lubuk hatiku dan betapa sakit mengeluarkannya. Berapa banyak air mataku yang akan mengalir?
Semua itu terjadi lagi. Untuk kesekian kali, aku mengulangi kesalahan yang sama. Kupikir, kali ini akan berbeda. Tapi apa? Sama saja. Diriku yang sebenarnya sangat simple ini untuk kesekian kali menjadi manusia paling sulit dimengerti di dunia ini. Meski mungkin masalahnya hanyalah tidak ada yang benar-benar mencoba mengerti. Orang-orang tidak percaya aku sedang menangis hanya karena tidak pernah melihatku menangis. Hey dengar...memangnya aku batu? Aku juga sama sepertimu, seperti kalian. Aku juga bisa merasa sakit, bisa merasa diri lemah, dan bisa terluka. Hanya karena aku tidak mengatakannya, hanya karena aku tidak menunjukkannya bukan berarti aku tidak bisa merasakannya. I'm just a girl afterall. Yang terjadi padaku hanyalah "kelelahan" , "keletihan". Aku lelah hidup dalam peran sebagai korban. Karena hidupku bukan panggung sinetron dimana tokoh protagonisnya menjadi korban dan selalu menangis disepanjang scene.
Saat aku berhasil melewati masa-masa terberat dalam hidupku, aku berdiri lagi dengan kedua kakiku, bersusah payah merangkak, berjalan, hingga akhirnya bisa berlari, kuputuskan untuk hidup dengan bebas. Aku tidak ingin lagi terjerumus ke dalam jurang yang sama. Tidak ingin lagi kehilangan kaki dan tangan, kehilangan mata dan telinga. Saat itu yang kutahu hanya berteriak, tak ada yang mendengar, tak ada yang mengulurkan tangan untukku. Siapa yang mengerti kesakitan itu? Aku mengubur semua itu, menghargainya sebagai sebuah batu pijakan yang membawaku hingga pada hari ini. Dan masih tidak ada yang bisa memahaminya. Apakah semua orang senang melihatku mengingat-ingat masa terberat dalam hidupku itu?
Aku tidak ingin lagi menoleh ke belakang. Ini aku. Aku disini. Aku berdiri disini, tapi sepertinya tak ada yang melihatku. Kupikir aku telah melipat lembaran-lembaran kertas hitam itu dan kuberi pengingat untuk tidak kubuka lagi dan tidak lagi membuat coretan dengan warna yang sama di lembar-lembar selanjutnya. Tapi, tidak ada yang percaya. Meski begitu, tidak apa-apa bagiku. Hidupku masih harus tetap berjalan.
Aku mungkin memiliki kepribadian yang buruk tapi inilah aku. Aku telah menemukan jati diriku.
Dear sunny... kuharap kau mau menerima diriku yang telah  banyak berubah. Banyak hal yang terjadi dalam hidupku yang selalu membuatku mengintrospeksi diri dan pada akhirnya kupikir aku telah berubah menjadi manusia yang lebih baik dari diriku yang dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar