Minggu, 05 November 2023

Ketika Harapan Terkhianati Kenyataan

Dear burogu~

Pada intinya "kecewa". Ketika harapan tak sesuai kenyataan.

Ketika orang tua membersarkan anak perempuan dengan penuh kasih, disekolahkan tinggi-tinggi sampai memperoleh pekerjaan dan karir yang baik, mulailah takut. Mulailah khawatir. Harapan orang tua memberi pendidikan yang layak dan tinggi kepada anak perempuan pastinya tiada bukan karena ingin anaknya memperoleh pekerjaan dan karir yang baik serta bila menikah dan masuk ke keluarga orang lain notabene suami dia tidak direndahkan. Bukan berarti harus diratukan. Hanya agar dilayakkan saja.
Tapi, namanya jodoh dan takdir tidak bisa diatur. Orang tua sepertinya perlu juga menanamkan pada anak perempuan agat menemukan pasangan yang lebih baik dari dirinya, contohnya dalam hal pendidikan dan karir. Tapi, ya meskipun diajarkan seperti itu, namanya jodoh dan takdir tak bisa kita atur sekehendak hati. Maksud hati biar anak bahagia tapi bisa jadi berbahaya.

Aku melihat diriku seperti itu.

Ketika ternyata pernikahan anak perempuan yang telah dibekali pendidikan tinggi dan punya pekerjaan dan karir yang baik belum mampu membuatnya hidup dalam kenyamanan, tak semudah itu melepastangankan dia. 

Kepada orang tuaku, maafkan anakmu ini. Padahal kalian sudah mendidik dan membesarkanku dengan penuh harap akan terjamin hidupku setelah menikah, ternyata kubelum mampu memenuhi harapan. Aku bisa memabayangkan betapa hancur hati orang tuaku melihat kondisiku di keluarga suami. Makanya, aku bertekad. Ketika nanti anak perempuanku sudah mulai bisa memahami, aku akan ajarkan untuk memilih dan memilah calon suami serta calon mertua. Mungkin juga aku akan ikut menyeleksi. 
Tapi, apakah dengan begitu putri yang kudidik dan kubesarkan ini bisa hidup dalam kenyamanan? Apalagi hidup bahagia?
Aku pun ingin tahu bagaimana diriku dalam versi menikah dengan suami yang pekerja keras, mapan, loyal dengan mertua yang bukan tipe beban masyarakat. Apakah dia akan hidup bahagia? Seperti apa kehidupan yang akan dia jalani?

Sebagai orang tua, orang tuaku juga pasti sudah tidak bisa lagi berkata untuk menjaga anak perempuannya yang paling lama diajak hidup susah. Sampai berlinang air mata kumendengar bapakku mengatakannya. "Dia ini, anak yang lahir saat hidup saya masih susah, dia anak yang paling lama saya ajak menderita." Perkataan itu mungkin tidak berbekas sama sekali di hati mertuaku, namanya juga kemampuan pemahaman mereka rendah, yang kalau ada orang ngasi duit aja baru deh mereka peduli. 

Mengetahui tabiat mereka seperti itu, membuatku buntu.

Kok jadi ghibah?

Ya..pada intinya lagi, entah siapa yang salah...kutak tahu....