Jumat, 27 Desember 2019

Today, I'm Getting Married

Dear burogu~

Sudah ada sekitar dua bulan dari sejak orang tua Yudistiraku membahas perihal pernikahan. Sangat tidak disangka dan tidak diduga, hari ini hari baik itu telah tiba. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, aku memiliki keraguan tiap kali ada yang mengajak membahas pernikahan, kali ini tidak ada keraguan. Aku merasa cukup yakin untuk menikahi dan dinikahi olehnya.

Untuk pertama kalinya aku merasa mantap untuk menikah.

Kami menjalani berbagai prosesi, bersama keluarga kecil, kemudian keluarga besar. Selanjutnya melakukan sesi foto prewedding sebanyak dua kali.
Kemarin kami sudah mengadakan resepsi di rumahku, hari ini adalah harinya, dan besok resepsi di rumahnya. Semua proses ini harus dijalani.

Selasa, 28 Mei 2019

It Ends just Like That

Dear Burogu,

Yudistira ingin putus.
Aku hanya bisa mengiyakannya.
Ini salahku.
Pada akhirnya, betapa pun besar rasa cinta terhadap seseorang itu tidak cukup untuk mendamaikan.
Seperti yang kubilang sebelumnya, kalau tidak menjalani mana bisa tahu akan bagaimana jadinya. Hubungan ini rapuh sejak awal. Fondasinya tidak kuat. Orang-orang mungkin bisa melihat itu, hanya aku yang menganggap "kali ini aku bisa".

Hito ga Kowai Desu ne

Dear burogu,

I think, it's happen again. The feeling of not being accepted by someone.

People really is scary.

I want to go back to my shelf.

I want to build an higher wall.

I think, being alone is the best thing for me.

I can't take this never ending loop anymore. I've had enough. When I want to try again, it back to the loop again.

Minggu, 26 Mei 2019

Kapan Sebenarnya Aku Akan Menikah, Ya Tuhan?

Udah itu aja.

Pertanyaan yang sampai saat ini tidak terjawab. Banyak PHPnya.

Bukan berarti aku desperate sekali ingin menikah.
Ya taulah...menikah itu impian setiap wanita.
Aku sudah putus asa.
Aku hanya berharap kali ini bukan PHP.
Dan bukan sekedar harapan.
Nyatakanlah, Ya Tuhan.
Bahagiakanlah, Ya Tuhan.

Baru kali ini berdoa semacam ini. Lol.

Kamis, 23 Mei 2019

Curahan Hati

Dear burogu,

Beberapa hari belakangan ini aku bermimpi buruk. Mulai tentang zombie, sampai pada mimpi berada di thailand dan terpisah dari rombongan.

Mimpi yang terakhir ini yang paling tidak mengenakkan. Terpisah dari rombongan di Thailand karena kesalahan sendiri mengambil sandal dan akhirnya ditinggal. Yang tidak mengenakkannya saat mencari sandal tak ada sandal "yang beres" yang bisa kupakai. Sandal yang pertama berwarna biru ukurannya tidak sama, satunya baru satunya sdh usang, sandal yang kedua aku lupa problemanya apa, apa tidak ketemu pasangannya ya? Sandal selanjutnya beda pasangan dan ada rusaknya seingatku. Akhirnya pilihan jatuh di sandal pertama karena sdh panik akan ditinggal.

Tapi toh aku tetap ditinggal.

Saat kembali ke tempat berkumpul sudah tidak ada siapa-siapa, tapi aku ingat tujuan rombongan berikutnya ke sebuah tempat wisata, hanya saja aku tidak yakin nama tempat itu ada atau tidak. Pada saat diskusi tempat kunjungan aku memilih tempat itu. "Nusatapa". Seingatku.

Ditunggal oleh rombongan aku menyusul sendirian, bertanya ke seorang siswa Thailand dengan menggunakan bahasa inggris. Anak itu memberitahuku arah Nusatapa. Aku berjalan di jalan yang berlumpur sangat dalam, sangat berlumpur. Sulit berjalan tapi aku bisa mencapai ke sebuah tempat yang aku tak yakin apakah tempat itu bernama Nusatapa atau bukan. Tapi, aku tidak bisa bertemu dengan rombonganku. Dan selesai.

Aku menganggapnya mimpi buruk.

Beberapa hari ini aku memang sedang kepikiran sesuatu tentang hubunganku dan Yudistira, pacarku yang lebih muda 6 tahun dariku. Sebut saja dia Yudis.

Dari teman-temanku aku mendengar obrolan mereka dengan kakaknya Yudis yang mengatakan bahwa kakaknya belum siap apabila Yudis menikah secepatnya. Bagi kakaknya Yudis masih kecil.

Aku maunya tidak kepikiran tapi semakin didengarkan semakin aku kepikiran. Aku tidak pernah mendesak Yudis untuk segera menikahiku. Tapi, mungkin orang-orang melihatku dan dia dengan cara yang berbeda.

Ditambah lagi tadi pagi, bapaknya Yudis berkata, "pelan-pelan, pelan-pelan tapi pasti" saat aku menjemputnya untuk berangkat kerja bersama. Entah kenapa rasanya ada makna tersirat dalam kalimat itu. Bukan tentang berangkat kerjanya tapi tentang hubunganku dan Yudis. Maksudnya pelan-pelan menjalani hubungan, jangan buru-buru untuk menikah. Pelan-pelan tapi pasti.

Aku hanya berpikir, seandainya aku seusia dengan Yudis aku pasti tidak akan tersinggung mendengar kalimat itu. Mungkin juga aku tak paham. Tapi, inilah aku. Aku yang berusia 31 tahun yang lebih tua 6 tahun dari Yudis. Rasanya seperti aku akan merebut anak usia TK dari orang tuanya.

Mungkin salahku juga. Di mata orang-orang aku mungkin telah melewati batas-batas wajar hubungan pacaran. Apa aku yang tidak bisa menjaga diri dari pandangan buruk orang lain. Mungkin perlu juga menjaga jarak.

Dua bulan yang lalu, saat memulai hubungan ini, apa ya yang ada di dalam kepalaku? Dengan mudahnya aku mengiyakan untuk pacaran dengannya. Tapi kalau saat itu aku tidak mengiyakan dan tidak berpacaran dengannya aku tidak akan tahu problematikanya.

Sebenarnya aku sudah lama juga berpikir kalau ini semua salah. Tapi, aku berusaha membenarkannya hanya karena kupikir "kapan lagi aku bisa berada dalam sebuah hubungan dimana aku mencintai seseorang dan merasa dicintai juga?"
Awalnya juga kupikir tak kan lama sampai Yudis sadar dia bisa mendapatkan yang lebih baik, yang lebih muda, yang lebih cantik.

Kalau itu terjadi, aku tidak tahu harus bagaimana.

Minggu, 21 April 2019

I am just a Little Lonely

Dear burogu~

Ohisashiburi da na~
Hari ini adalah minggu ke-4 aku pacaran dengan Yudistira, pria yang lebih muda hampir 6 tahun dariku.
Pacaran dengannya bukan tanpa kecemasan. Tiap hari kupikir dia mungkin akan berubah pikiran, atau akan menemukan seseorang yang mungkin dia rasakan lebih cocok dengan dirinya. Atau mungkin dia akan menemukan hal-hal yang tidak bisa dia terima dariku. Atau mungkin yang lainnya.

Aku merasa inferior. Insecure. Tapi, selalu berusaha untuk tidak merasa seperti itu. Apa stok kebahagiaanku telah habis? Aku mulai menjadi sensitif dan merasa tidak berharga. Sebentar lagi mungkin aku akan membangun tembok lagi. Aku benci diriku yang seperti ini.

Kenapa aku tidak bisa menjadi pribadi yang lebih ceria dan lebih optimis, lebih positif tanpa pikiran-pikiran negatif? Kenapa?

Kalau aku harus mengatakan dengan jujur kepribadian yang terpendam ini, apa itu tidak akan membuat dia merasa aku mengerikan? Aku tidak bisa mengatakan betapa sedih rasanya hatiku. Apa ini? Sebegitu besar harapanku padanya sampai aku sesedih ini?

Apa semuanya hanya sedangkal ini?

Minggu, 07 April 2019

Yudistira Punyaku

Dear Burogu~

Hari ini tepat 2 minggu aku berpacaran dengan Yudistira.

Pemuda 25 tahun itu secepat kilat mampu mencuri perhatianku. Dia mencuri hatiku. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Pada awalnya semua terasa menakutkan, saat mulai menemukan kecocokan dalam obrolan kami, saat aku mulai merasa tak sabar menunggu balasan text darinya, saat aku merasa berdebar-debar setiap kali chatting dengannya, saat aku merasakan kenyamanan dengannya.

Aku tidak pernah lupa menasihati diriku sendiri.

Aku dan dia terpaut usia yang cukup jauh. Bisa dibayangkan, saat aku mulai masuk Taman Kanak-Kanak, dia baru saja lahir. Saat aku menamatkan D2-ku, dia baru saja masuk SMA. Di tahun 2019 ini aku mencapai umur 31 tahun, dia baru saja menginjak 25 tahun. Tapi, tak pernah ada keraguan pada dirinya untuk memilihku.

Dalam text-nya dia mengatakan, I don't like rushing thing, but you should've known from the moment some random guy texting you all day, he's interested in you.

Aku juga tidak suka terburu-buru, tapi pagi dini hari itu aku berasa tidak sabar. Seperti hari-hari sebelumnya, berbalas text dengannya membuat darah di sekujur tubuhku mengalir lebih cepat, membuat jantung bekerja ekstra, menimbulkan perasaan hangat pada setiap detak jantungku. Aku tersenyum dalam kengerian akan rasa mendebarkan itu.

Tidak, tidak mungkin. Arienai! Iya muri. Muri muri muri, dame dame dame!

Berhari-hari sebelumnya aku meneriakkan kata-kata penyangkalan itu dalam hatiku. Aku bahkan mencari pembenaran untuk menyangkalnya dengan menanyai teman-teman di komunitasku namun gagal total. Aku justru mendapati kemungkinan dalam setiap penyangkalan. Kenapa aku menyangkalnya? Untuk apa? Kenapa menyangkal rasa nyaman itu. Setiap senyum yg mengulum tanpa dikomando itu, perasaan tidak sabar itu, semua menjadi semakin terasa menakutkan.

Sambil bercanda kujawab, I keep smiling all day because of that some random guy texting me.

Dia pun mengatakan "suka" dalam bahasa jepang. Kutanya "kenapa?" Dan dia menjawab dengan pertanyaan. "Do we need excuse to love someone?"

Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasakan kejujuran dalam setiap kata-katanya. Tidak ada pemanis. Dia mengatakan apa yang ada dalam pikirannya dengan polos.

Itu salah satu hal yang kusuka darinya. Selain itu, ada juga hal lain yang aku sendiri tidak paham kenapa hatiku memilihnya. Seperti sebuah keajaiban. Aku dan dia seperti sedang saling menemukan.

Kamu yang bernama Yudistira. Kamu sekarang punyaku.

Senin, 18 Maret 2019

Must be Nice Being so Young

Dear Burogu~

Lagi-lagi ada saja pembahasan masalah usia. Aku tentu menyadari usiaku bukan lagi muda. Orang bilang sudah saatnya berumah tangga. Dalam hati kubilang "aku masih punya banyak mimpi"

Tapi itu hanya alasan. Sebenarnya kalau saja aku bisa bersama seseorang yang benar-benar kucintai, aku bisa membuang semua mimpi. Seandainya bisa bersama dengan orang yang bisa membuatku merasa cukup asalkan "bersama dia" saja. Seandainya ada orang seperti itu dalam hidupku.

Masalahnya, aku terlalu tua untuk hal-hal yang muluk itu.

Hari ini aku masih bisa tersenyum menyembunyikan perasaan yang terluka saat orang mengatakan "Asal jangan sampai lewat umur 35, masih ideal untuk menikah". Memangnya aku harus ya dikatai seperti itu? Itu sama sekali tidak menghibur. Aku merasa seperti dijadikan objek.

Mungkin aku hanya memasukkannya ke dalam hati terlalu berlebihan. Seharusnya aku bisa santai saja.

Waktu aku masih muda, kupikir jalan masih panjang dan akan ada cukup waktu untuk memikirkan masa depan, terutama pernikahan. Tapi, begitu mendekati kelulusan aku justru menyadari masih banyak hal yang ingin kulakukan. Justru karena aku merasa cukup memahami diriku sendiri, aku tahu apa yang kumau dan kalau menikah aku akan sulit mendapatkannya.

Kalau harus menikah aku mau menikah dengan pria yang sudah mapan. Itu pikirku. Tapi, mapan saja ternyata tidak cukup. Pekerjaan yang baik, gaji yang memadai, ekonomi yang cukup ternyata bukan hal yang bisa memuaskan hatiku. "Personality orang itu cukup baik" pikirku, tapi tetap tidak membuatku merasa yakin untuk menikahi seseorang itu.

Kalau aku masih di usia awal 20an, tentu aku tidak akan memiliki pemikiran semacam ini. Kalau aku bertemu dengan diriku dari 10 tahun yang lalu apa ya pendapatnya tentang diriku saat ini? Andai aku tahu kalau di usia ini aku masih belum punya keyakinan untuk menikah, apa yang akan dilakukan diriku di 10 tahun yang lalu?

Aku yakin dia pasti sangat panik. LOL

Tak bisa kupungkiri, aku sendiri menganggap diriku terlalu tua untuk jatuh cinta. Ya tahulah, seumuranku bukan umur-umur musim semi. Lebih ke musim panas mendekati musim gugur mungkin ya. Rotten old hag.

Tapi aku tidak pernah menyesali masa mudaku. Aku memang telah melakukan banyak kesalahan, banyak hal yang telah kualami, banyak hal yang terjadi banyak pengalaman yang baik maupun yang buruk tapi tidak satupun kusesali. Kadang-kadang terpikirkan juga seandainya waktu muda aku melakukan satu kenakalan yang akhirnya memaksaku untuk menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga, aku memiliki keyakinan bahwa pernikahan itu tidak akan berjalan lancar dengan siapapun. Karena waktu aku muda aku sangat labil. Bukan berarti sekarang stabil sih.. haha

So, I was thinking about, what would the 10 years younger me think about the current me? Because the current me think "it must be nice to be so young" about her. 

Senin, 28 Januari 2019

This Feeling is Wrong

Dear Burogu,

Aku belum pernah berbagi tentang perasaan yang salah ini pada siapapun. Rasa yang salah ini bisa secepat kilat hilang seperti tak pernah ada, lebih tepatnya aku menahannya dan mengalihkannya.

Bukan karena "age gap" dimana dia seumuran dengan adikku, tapi karena dia adalah adik temanku.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan temanku jika tahu aku menyukai adiknya. Bila aku berada di posisinya apa yang kira-kira kurasakan? Apa dia akan menentangnya habis-habisan?

Memikirkannya saja sudah membuatku menyerah duluan.

Aku menyukainya sejak pertama bertemu.

Itu sekitar bulan juli di tahun 2010.

Dia seorang adik laki-laki yang selalu menempel pada kakaknya, aku berharap punya adik laki-laki yang seperti itu juga. Tapi, dengan kepribadianku dan kepribadian adikku itu tidak mungkin.

Saat pertama kali bertemu dengannya, dia masih hanyalah bocah. Masih calon mahasiswa tahun pertama. Sementara aku juga saat itu baru beberapa minggu mengenal kakaknya. Kalo dipikir-pikir rasanya lucu juga.

Saat itu aku tertarik pada wajahnya.

Tapi, sekali lagi, aku harus menahannya karena dia adik temanku.

Apakah harus seperti ini terus?

Setiap kali menyukai seseorang atau tertarik pada seseorang selalu saja ada "tapi"nya, kadang-kadang aku ingin melawannya.

Kalau aku berani melawan apakah di seberang sana juga akan sesuai harapan?

Masalah lagi.

Kalau aku mengungkapkan perasaan yang salah ini betapa malunya bila aku ditolak. Tidak tidak. Aku tidak sanggup menahan rasa malunya. Tak bisa memikirkan bagaimana cara menghadapinya. Terlalu beresiko.

Tapi, kalau ada jalan, aku ingin melawan dunia sekalipun.

Selasa, 22 Januari 2019

Your Birthday

Dear burogu~

Hari ini tanggal 22 Januari 2019, 32 tahun yang lalu kamu lahir. Seandainya kamu masih hidup kira-kira seperti apa kamu di umur ini?

Besok adalah ulang tahunku yang ke 31. Ini akan selalu mengingatkan bahwa pernah ada seseorang yang usianya lebih tua setahun satu hari dariku.

Kamu yang di akhir Desember 2004 membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Jika waktu itu kita tidak bertemu, entah seperti apa jadinya aku sekarang. Seperti apa hidup yang akan kujalani? Tak kan ada penyesalan ini.

Dear kamu yang hari ini seharusnya merayakan ulang tahun ke 32. Bisakah kita bertemu lagi? Kapan pun, dimana pun. Aku ingin bertemu. 

Jumat, 18 Januari 2019

I Think I Need to Check My Head Up

Dear Burogu~

Beberapa waktu belakangan ini aku terus berpikir untuk memeriksakan diriku ke psikolog.

Sudah lama aku merasa ada yang tidak beres dengan kondisi mentalku. Aku sakit. Sakit mental. Trauma secara mental.

Meskipun menyadari ada yang sedang korslet di kepalaku, aku tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Aku keras kepala dan sering memaksakan diri menghindari hal-hal yang membuatku kesakitan atau hal-hal yang melukai harga diriku, jadinya kupikir meskipun aku tahu cara untuk merehabilitasi diriku aku akan sulit melakukannya.

Sebenarnya, aku hanyalah orang yang butuh perhatian. Perhatian dalam artian ada orang yang berusaha memahami apa sebenarnya kesakitan yang kurasakan. Tapi, pada akhirnya aku bertemu dengan orang-orang bertipe sama sepertiku yang juga membutuhkan perhatian, hanya saja caranya berbeda.

Karena tak ada orang yang tampak peduli padaku, makanya aku sulit peduli pada orang lain. Orang menjadi mudah mengatakan aku orang yang egois. Pertanyaan yang muncul dibenakku, "Aku bisa apa?, Apa tujuanmu mengatakan aku egois?"

Aku hanya berpikir, apa tidak cukup hanya dengan menyadarinya saja, kemudian kalau memang merasa tidak cocok tinggalkan saja aku? Sesimpel itu cara berpikirku.

Kalau mau aku ya terima aku dengan segala keburukan yang kumiliki, bear with it! Kalau tidak bisa menerima itu ya tinggalkan saja. Well, aku hanya tidak paham tujuan seseorang mengatakan keburukan orang lain.

You want me to change? As if! If I change, it's not ME anymore, right? Then, the one you want is someone else.

Itu dia. Cara berpikirku terlalu jauh berbeda dengan orang-orang di sekitarku. Sebagai contoh saat aku single, beberapa orang akan mulai memperkenalkanku dengan seseorang. Aku yakin dalam benak mereka seperti ini: kamu single dia juga single jadi gak ada salahnya pendekatan atau siapa tahu jodoh.

Don't make me laugh!

Penyakit mental saya letaknya disitu saudara-saudara. Di hubungan.

Aku tak mudah menjalin hubungan. Tak mudah mempercayakan diriku pada seseorang. Tak mudah mempercayai orang lain. Dan bahkan aku sendiri tak dapat dipercaya.

Di drama-drama aku sering sekali mendengar kalimat: Orang yang tidak bisa mempercayai orang lain adalah orang yang tidak bisa dipercaya.

Penulis naskah drama benar-benar tidak main-main dengan tulisannya. Bunyi kalimat itu 90% akurat menurutku. 10% nya hanya keyakinan bahwa pasti ada orang yang meskipun tidak percaya orang lain namun orangnya dapat dipercaya.

Aku termasuk di 90% itu.

Makanya kubilang aku sakit. Mentalku sebenarnya rusak. Tapi, aku pandai menyembunyikannya. Dalam diriku juga ada bibit psikopat. Kalau saja aku tumbuh di lingkungan yang mendukung kriminal laten, aku mungkin jadi salah satunya. Atau mungkin akulah otaknya.

Tapi mungkin juga aku hanyalah si manusia biasa yang lemah.