Jumat, 18 Januari 2019

I Think I Need to Check My Head Up

Dear Burogu~

Beberapa waktu belakangan ini aku terus berpikir untuk memeriksakan diriku ke psikolog.

Sudah lama aku merasa ada yang tidak beres dengan kondisi mentalku. Aku sakit. Sakit mental. Trauma secara mental.

Meskipun menyadari ada yang sedang korslet di kepalaku, aku tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Aku keras kepala dan sering memaksakan diri menghindari hal-hal yang membuatku kesakitan atau hal-hal yang melukai harga diriku, jadinya kupikir meskipun aku tahu cara untuk merehabilitasi diriku aku akan sulit melakukannya.

Sebenarnya, aku hanyalah orang yang butuh perhatian. Perhatian dalam artian ada orang yang berusaha memahami apa sebenarnya kesakitan yang kurasakan. Tapi, pada akhirnya aku bertemu dengan orang-orang bertipe sama sepertiku yang juga membutuhkan perhatian, hanya saja caranya berbeda.

Karena tak ada orang yang tampak peduli padaku, makanya aku sulit peduli pada orang lain. Orang menjadi mudah mengatakan aku orang yang egois. Pertanyaan yang muncul dibenakku, "Aku bisa apa?, Apa tujuanmu mengatakan aku egois?"

Aku hanya berpikir, apa tidak cukup hanya dengan menyadarinya saja, kemudian kalau memang merasa tidak cocok tinggalkan saja aku? Sesimpel itu cara berpikirku.

Kalau mau aku ya terima aku dengan segala keburukan yang kumiliki, bear with it! Kalau tidak bisa menerima itu ya tinggalkan saja. Well, aku hanya tidak paham tujuan seseorang mengatakan keburukan orang lain.

You want me to change? As if! If I change, it's not ME anymore, right? Then, the one you want is someone else.

Itu dia. Cara berpikirku terlalu jauh berbeda dengan orang-orang di sekitarku. Sebagai contoh saat aku single, beberapa orang akan mulai memperkenalkanku dengan seseorang. Aku yakin dalam benak mereka seperti ini: kamu single dia juga single jadi gak ada salahnya pendekatan atau siapa tahu jodoh.

Don't make me laugh!

Penyakit mental saya letaknya disitu saudara-saudara. Di hubungan.

Aku tak mudah menjalin hubungan. Tak mudah mempercayakan diriku pada seseorang. Tak mudah mempercayai orang lain. Dan bahkan aku sendiri tak dapat dipercaya.

Di drama-drama aku sering sekali mendengar kalimat: Orang yang tidak bisa mempercayai orang lain adalah orang yang tidak bisa dipercaya.

Penulis naskah drama benar-benar tidak main-main dengan tulisannya. Bunyi kalimat itu 90% akurat menurutku. 10% nya hanya keyakinan bahwa pasti ada orang yang meskipun tidak percaya orang lain namun orangnya dapat dipercaya.

Aku termasuk di 90% itu.

Makanya kubilang aku sakit. Mentalku sebenarnya rusak. Tapi, aku pandai menyembunyikannya. Dalam diriku juga ada bibit psikopat. Kalau saja aku tumbuh di lingkungan yang mendukung kriminal laten, aku mungkin jadi salah satunya. Atau mungkin akulah otaknya.

Tapi mungkin juga aku hanyalah si manusia biasa yang lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar