Sabtu, 25 Mei 2013

TELEPHATY


TELEPHATY
Naruto is only belong to Masashi Kishimoto-sensei.
But, this story is mine.
Pairing SasuSaku
-
-
-

Chapter 01: Mp3 Player

Nee, kikoemasu ka?



Sepasang kaki jenjang itu basah diterpa air shower. Suara jatuhan air shower yang hangat dan beruap memenuhi kamar mandi. Hari masih pagi. Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk dan rambut merah mudanya yang masih basah. Setengah jam kemudian ia telah siap dengan seragam sekolahnya. Ia memakai atasan kemeja lengan pendek dengan dasi pita berwarna hijau tua ditambah kardigan krem, sementara bawahannya rok pendek hijau polkadot dengan celana olah raga pendek di dalamnya yang hampir sama panjang dengan rok. Rambut merah mudanya yang pendek ia ikat agak keatas. Sebelum meninggalkan rumah, tak lupa ia memasang headset ukuran kecil di kedua telinganya dan menyambungkannya dengan mp3 player.
Yep. Dia siap menuju ke sekolah. Cukup dengan berjalan sekitar 10 menit ia akan sampai di Konoha High School, sekolah barunya. Bunga sakura beterbangan bersama angin mengiringi langkahnya. Ia melangkah dengan santai sambil mendengarkan lagu. Hari ini adalah hari pertama dimulainya semester baru di SMU. “Kuharap, tidak ada masalah di hari pertamaku.” ujarnya dalam hati. Tepat disaat ia akan memasuki sekolah melalui pintu gerbang depan, seorang anak laki-laki dengan rambut raven menatapnya dengan tatapan aneh. “Ada apa dengannya?” tanyanya dalam hati.
“Sasuke, tunggu aku!” seorang anak laki-laki berambut pirang jabrik mendekati anak laki-laki raven tadi. “Kita sekelas tidak ya?” tanya anak itu tapi tidak mendapatkan jawaban dari si rambut raven. Mereka berdua berjalan terus tanpa peduli dengan gadis berambut merah muda yang sedang memperhatikan mereka dari belakang.
Gadis itu memutar bola matanya. “Anak yang berisik.” ujarnya dalam hati. Ia masih setia mendengarkan lagu-lagu melalui headsetnya.
Sementara siswa-siswa baru lainnya berbaris di aula sekolah menerima ceramah dari kepala sekolah, gadis berambut merah muda itu duduk di kelas barunya. Baru saja ia mengaku sakit perut dan tidak mengikuti acara penyambutan siswa baru. Ia duduk di kursinya yang berada di dekat jendela, memandang keluar entah pada apa, pandangannya jauh menerawang sementara lagu dalam headsetnya masih mengalun memenuhi telinganya. Tak berapa lama kemudian, beberapa siswa masuk ke kelas itu. Gadis berambut merah muda itu hanya melirik sejenak ke arah mereka dan melanjutkan lagi acara melamunnya. Siswa-siswa dikelasnya ngobrol dan saling berkenalan, tertawa dan bercanda tapi sama sekali tidak didengarkannya. Di meja di sebelahnya duduk anak laki-laki pirang jabrik memandang ke arahnya dengan heran lalu menatap anak laki-laki berambut raven di belakang gadis berambut merah muda tersebut. Gadis itu sama sekali tidak peduli dan tidak mau tahu pada kelasnya. Tidak ada keinginan untuk berkenalan dengan teman-teman baru? Tidak. Dia sebenarnya ingin, tapi dia takut.
Seorang pria berambut perak dengan masker di wajahnya masuk ke kelas itu dengan senyuman, tampak dari sorot matanya. “Selamat pagi. Namaku Hatake Kakashi. Aku adalah wali kelas kalian. Selamat datang di Konoha High School!” seru guru itu disambut reaksi yang bisa-biasa saja dari para siswa. Guru yang memperkenalkan diri sebagai Hatake Kakashi mengerutkan keningnya merasa mungkin ada yang salah dengan cara penyambutannya. Ia pun menggaruk-garuk kepala dengan maklum entah pada siswa-siswa barunya atau pada dirinya sendiri.
“Yak.. aku ingin mengenal kalian satu persatu,” kata Kakashi sambil membuka sebuah buku tipis ukuran A4 dari laci meja. “Aku mulai dari Nara Shikamaru.” panggilnya pada salah seorang siswa.
“Hai~” jawab siswa yang dipanggil dengan malas.
“Tipe siswa pemalas, tapi sepertinya otaknya encer.” Bathin Kakashi. “Baik, selanjutnya. Uzumaki Naruto.”
“Hai..!!!” jawab anak laki-laki pirang jabrik sambil mengacungkan tangannya ke atas dengan penuh semangat.
“Wah..yang ini lain lagi. Dia bersemangat tapi kelihatan bodoh,” Kakashi membathin.
“Yamanaka Ino”
“Hai!”
“Hyuuga Hinata”
“Hai.”
“Haruno Sakura.”
“....”
Kakashi tidak mendapatkan jawaban. Ia mengalihkan pandangannya dari buku berukuran A4 itu kepada siswa-siswanya. “Haruno Sakura.” panggilnya lagi. Tapi tak ada seorang pun yang menjawab.
“Hei, siapa sih yang bernama Haruno Sakura?!!” teriak anak laki-laki jabrik yang bernama Naruto dengan tidak sabar. “Hei..!! Sensei memanggilmu!!” teriaknya tidak jelas kepada siapa. Ia tidak mendapatkan jawaban. Ia memandang kepada setiap siswa di kelas. Tidak ada yang mempedulikannya. Diputarnya bola mata birunya dan tiba-tiba pandangannya tertuju pada gadis di meja sebelah kirinya. Ia beranjak dari tempat duduknya mendekati gadis itu lalu menepuk pundaknya.
Gadis itu menoleh.
Naruto mengangkat sebelah alisnya ketika menyadari ada headset di kedua telinga gadis itu. Ia melepaskan headset itu dengan paksa. “Apa kau yang bernama Haruno Sakura?!” tanya Naruto begitu berhasil melepaskan headset itu.
Gadis itu beranjak dari duduknya. “Seenaknya saja! Kau mau berkelahi?!” teriak gadis itu emosi. Siswa-siswa yang lain di kelas itu menoleh pada mereka berdua.
“Mendokusai na” gumam Shikamaru.
“Kembalikan!!!” Gadis merah muda itu merebut kembali headsetnya dari tangan Naruto lalu menoleh pada Kakashi. “Haruno Sakura desu!” ujar gadis itu lalu duduk kembali.
Naruto terdiam.
Gadis bernama Haruno Sakura itu melirik tajam ke arah Naruto seolah-olah berkata, 'Pergi sana!'.
Naruto menatapnya datar. “Cantik-cantik tapi galak.” umpatnya dalam hati lalu kembali ke tempat duduknya.
Sakura kembali memasang headsetnya. “Setidaknya dia menyebutku cantik” Ujar Sakura dalam hati. Ia kembali senyap dalam alunan lagu dari mp3 playernya.
Pemuda berambut raven di belakang Sakura seketika menoleh pada gadis itu dan menatapnya penuh tanda tanya.
“Uchiha Sasuke.” panggil Kakashi-sensei.
Pemuda raven itu menoleh pada Kakashi dan menjawab, “Hai” dengan suara datar.
Kakashi masih melanjutkan kegiatannya mengecek kehadiran siswa di kelasnya sementara Sakura tenggelam dalam lagu-lagu yang bergulir di mp3 playernya. Setelah Kakashi menyelesaikan tugasnya, ia mendekat ke arah Sakura yang sedang melamun, menerawang jauh ke luar jendela. Seluruh siswa mengikuti Kakashi dengan pandangan mereka.
Merasa ada yang mendekatinya, Sakura menoleh. “Mau apa dia?” tanyanya dalam hati.
“Haruno-san, kurasa kau harus ikut aku ke ruang konseling.” ujar Kakashi yang tentu saja mendapat tatapan heran dari Sakura karena dia tidak mendengar apa yang dikatakan Kakashi.
Sakura melepaskan headsetnya. “Anda bilang apa?” tanyanya pada Kakashi.
Kakashi menatapnya sambil menampakkan senyum yang dibuat-buat.

-000-

Sakura melemparkan pandangannya ke arah jendela yang terbuka. Ia menerawang jauh ke luar sana entah pada apa. Mungkin pada angin yang sedang berhembus, atau pada bunga sakura yang beterbangan ditiup angin. Ia memasukkan kedua tangannya pada saku jasnya. Headset yang biasa bertengger di telinganya baru saja disita. Ia duduk di ruang bimbingan konseling sendirian setelah ditinggalkan oleh Kakashi-sensei. “Berisik!” Teriaknya bertepatan dengan suara pintu yang dibuka.
“Siapa yang berisik, nona merah muda?” tanya orang yang baru saja masuk ke ruangan itu.
Sakura menoleh sejenak lalu memutar bola matanya malas.
“Sikap sopan santun apa ini?” tanya pria berambut coklat itu dalam hati seraya mengambil duduk di seberang meja berhadapan dengan Sakura.
“Sudah jelas ini bukan sikap sopan santun, Sensei” gumam Sakura membuat guru yang sedang duduk di hadapannya menaikkan sebelah alisnya.
“Memangnya tadi aku mengatakannya ya?” Tanya guru itu dalam hati pada dirinya sendiri.
“Tentu saja anda mengatakannya.” ujar Sakura dengan nada malas.
Guru itu menatap Sakura heran dan penuh tanda tanya. “Aku tidak mengatakan apapun padamu, kenapa kau selalu menjawab kata hatiku?” tanya sang guru sedikit berteriak.
“Isi hati anda gampang ditebak.” jawab Sakura datar seraya menatap guru itu dengan tajam.
Guru itu menatap Sakura tak percaya. “Anak ini menakutkan!” ujar guru itu dalam hati. “Sebaiknya kupanggilkan Kakashi-senpai.” lanjut guru itu lalu berkata. “Tunggu sebentar disini, aku akan memanggil Kakashi-senpai.”
“Ya, terserah anda.” jawab Sakura cuek.
Guru berambut coklat itu meninggalkan ruang konseling. Sakura menghela napas. Ia kembali termenung menatap ke luar jendela. Langit begitu biru dan angin berhembus begitu lembut menerbangkan helai demi helai kelopak bunga sakura.
“Aku sendiri merasa diriku menakutkan.” gumam Sakura masih memikirkan kata hati guru berambut coklat tadi.
Tak lama kemudian, Kakashi masuk ke ruang konseling diikuti guru berambut coklat tadi.
“Iruka bilang kau menjawab kata hatinya, apa itu benar?” tanya Kakashi tanda basa-basi. Ia menatap mata Sakura dengan tajam sama seperti tatapan tajam mata Sakura padanya.
“Dia saja yang mengatakannya terlalu jelas.” jawab Sakura seraya melirik ke arah guru berambut coklat yang bernama Iruka.
“Jangan-jangan, kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain.” tebak Kakashi disambut seriangai dari Sakura.
“Khayalan anda terlalu tinggi.” ujarnya sambil memiringkan kepalanya dengan senyum sinis. “Sebaiknya kembalikan mp3 playerku sebelum aku mendengar lebih jauh.” lanjutnya.
Kakashi menatap Sakura dengan raut wajah datar begitupun dengan sorot matanya. “Kurasa kau akan cocok dengan seseorang.” ujar Kakashi seraya menyodorkan mp3 player beserta headset milik Sakura yang tadi ia sita.
Sakura menerima kembali harta karun berharganya sambil tersenyum puas. “Dare?” tanyanya.
“Dia sekelas denganmu. Kau akan mengetahuinya jika kau tidak menggunakan benda itu.” jawab Kakashi sambil menunjuk mp3 player Sakura.
Sakura memutar bola matanya. “Akan kupertimbangkan.” ujar Sakura seraya beranjak meninggalkan ruang konseling.
“Pasti berat menjalani hari-hari dengan pendengaran yang jauh lebih tajam dari orang biasa ya?” tanya Kakashi sebelum Sakura melewati pintu.
Sakura mendongakkan kepalanya ke belakang. “Setidaknya anda cukup pengertian.” jawabnya sambil tersenyum.
-000-

“Siapa orang yang dimaksudkan guru uban itu?” pikir Sakura sepanjang perjalanannya menuju kelas. Ia tidak pernah berpikir akan ada orang lain yang memiliki kemampuan sama seperti dirinya, kemampuan untuk mendengarkan kata hati orang lain. “Asalkan aku tidak memakai ini?” gumamnya seraya memandang mp3 player yang sudah menemaninya selama dua tahun belakangan ini. Setelah kehilangan segalanya, ia hanya memiliki mp3 player itu bersamanya.
Sakura membuka pintu geser kelasnya, semua mata memandang padanya.
“Hari pertama sudah membuat masalah, dan ada apa dengan gaya perpakaiannya? Sudah pake rok, pake celana olah raga segala.” ujar pemuda berambut nanas dalam hatinya seraya menatap tajam ke arah Sakura. Sakura langsung mendelik padanya.
“Cih. Mengomentari gaya perpakaianku? Lihat dulu bagaimana penampilanmu, kepala nanas!” seru Sakura dalam hati.
“Sepertinya dia bukan orang yang mudah diajak berteman,” ujar gadis pirang berkuncir kuda dalam hatinya. Sakura mengalihkan pandangannya ada gadis itu lalu menghela napas.
“Aku jadi takut mengajaknya berteman.” ujar seorang gadis berambut ungu. Sakura hanya meliriknya dengan ujung matanya.
Akhirnya Sakura sukses duduk di kursinya meski masih banyak lagi teman-teman sekelasnya yang berkomentar tentang dirinya di dalam hati mereka. “Mereka berisik.” umpatnya dalam hati.
“Cih. Berisik, huh?” suara hati seseorang terdengar olehnya.
“Hn?” Sakura menaikan sebelah alisnya. “Siapa yang berbicara?” tanyanya seraya melirik ke arah teman-teman sekelasnya yang sudah mulai ngobrol seperti biasanya.
“Apa dia mendengarku juga?” tanya seseorang itu pada dirinya sendiri. Itu membuat Sakura semakin bingung. Sampai akhirnya ia menoleh ke arah belakang. Tepat pada pemuda berambut raven yang sedang duduk sambil meletakkan kedua tangannya yang saling terkait di depan hidungnya. Tatapan mereka bertemu.
Sakura menelan ludah. “Apa dia yang dimaksudkan guru uban tadi?” tanya Sakura dalam hati sambil menatap lekat pada laki-laki yang masih menatapnya dengan tatapan datar.
“Guru uban, katamu?” tanya pemuda raven itu sambil menyeringai.
“Kau mendengarku?” tanya Sakura membelalakkan kedua matanya. Ia terkejut, senang dan tak percaya. Tanpa berpikir apa-apa lagi, Sakura berdiri dari kursinya lalu menarik lengan Sasuke, memaksanya keluar dari kelas. Semua mata memandang kearah mereka berdua. Tapi Sakura tidak peduli. Ia terus menggenggam erat lengan Sasuke membawanya berlari bersamanya di koridor.
“Hei, lepaskan aku! Apa yang mau kau lakukan?!” ujar Sasuke setengah berteriak.
Sakura tidak menjawab. Dikejauhan tampak Kakashi sedang berjalan ke arah mereka tapi Sakura segera menarik Sasuke menaiki tangga. Kakashi menaikkan sebelah alisnya ketika menyadari ada dua sosok siswa yang berlari tapi ketika ia mendongak ke arah tangga kedua sosok itu telah menghilang. “Bolos pelajaran di hari pertama?” pikirnya. Ia melanjutkan lagi langkahnya menuju kelas 1-2.
Pintu atap terbuka. Sakura menghentikan langkahnya begitupun Sasuke. Napas keduanya masih memburu.
“Mau sampai kapan kau menggenggam lenganku? Sakit tahu!” ujar Sasuke kesal.
Sakura tersadar dan melepaskan cengkeramannya dari lengan Sasuke. “Gomen” ujarnya.
“Terserahlah. Kau sudah membawaku kesini. Pelajaran pasti sudah dimulai lagi sekarang, jadi katakan apa maumu!” seru Sasuke dingin.
“Kau. Apa kau memiliki kemampuan untuk mendengarkan suara hati orang lain?” tanya Sakura tanpa basa-basi.
Sasuke menyeringai. “Kurasa tidak mungkin aku bisa membohongimu.” ujarnya.
Sakura sumringah mendengar jawaban Sasuke. “Benarkah? Ka-kau juga bisa mendengarnya?” tanya Sakura tidak percaya.
“Rambut Kakashi bukan uban. Rambutnya memang seperti itu.” ujar Sasuke.
“Yappari, kau mendengar suara hatiku.” ujar Sakura masih dalam ketidakpercayaannya. “Yeah, aku bukan satu-satunya manusia aneh di dunia ini!” suara hati Sakura dengan sukses membuat Sasuke mengerutkan keningnya.
“Orang aneh katamu?!” tanyanya dalam hati.
“Ah.. gomen. Bukan maksudku menyebut kemampuan ini aneh tapi, selama ini karena kemampuan ini aku selalu sendirian dan tidak ada yang mau berteman denganku. Aku tidak pernah bertemu orang yang memiliki kemampuan sama sepertiku. Aku tidak mengerti kenapa aku memiliki kemampuan ini, aku juga tidak tahu sejak kapan aku memilikinya.” Sakura tersenyum lega.
“Hn.” gumam Sasuke. “Kurasa dia tidak segalak seperti yang dipikirkan Naruto. Dia cenderung berisik.” ujarnya dalam hati.
“Aku mendengarmu, lhoo” ujar Sakura sambil tersenyum kaku.
“Baguslah, aku tidak perlu mengatakannya lagi.” Sasuke memasukkan tangannya ke dalam kantong celana dan segera beranjak meninggalkan Sakura.
“Kupikir kita bisa saling memahami.” kata Sakura sebelum Sasuke menginjakkan kakinya melewati pintu atap. Sakura membalikkan badannya untuk menatap Sasuke.
Sasuke menghentikan langkahnya. “Aku juga berpikir begitu.” ujarnya seraya melanjutkan langkahnya.
“Yokatta na” gumam Sakura penuh syukur. Ia mengeluarkan mp3 player dari saku roknya. “Apa boleh buat, meskipun aku menemukan orang yang sama sepertiku, aku masih bergantung pada benda ini.” ia berkata dalam hati sambil memasang headset di kedua telinganya.
Sasuke menghentikan langkahnya dan mendongak dari bawah tangga. Ia menatap Sakura yang sedang berdiri di anak tangga paling atas sambil memilih lagu yang akan ia putar di mp3 playernya.
Sakura menyadari tatapan Sasuke lalu melepaskan headset dari telinganya. “Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu...?”
Sasuke terdiam sejenak lalu berkata, “Mau sampai kapan kau akan menggunakan benda itu untuk menutupi pendengaranmu? Lama-lama kau bisa tuli.”
Sakura terdiam. Ditatapnya mp3 player di tangannya. “Kau pernah mendengar nama band Asian Kung-fu Generation?”
Sasuke menaikkan sebelah alisnya.
“Mp3 playerku sedang memutar lagu Soredewa Mata Ashita dari band itu. Kupikir, mendengarnya ribuan kali pun tidak akan membuatku tuli karena aku menyukainya.” Sakura menatap layar mp3 playernya.
Sasuke menyeringai. “Kau hanya merasa tidak ada pilihan lain.”
Sakura mengalihkan pandangannya pada Sasuke dan tampak seperti sedang mengingat sesuatu. “Ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu.”
Makanya kubilang berhenti mendengarkan benda bodoh itu! Cih!” suara hati Sasuke.
Sakura tersentak. Ia menatap Sasuke. Sasuke pun baru menyadari kata hatinya tadi didengarkan oleh Sakura. Mereka saling menatap.
Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, apa yang harus kulakukan?” tanya Sakura dalam hati pada dirinya sendiri. Ia menundukkan kepalanya sambil menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan.
“Aku, Uchiha Sasuke” ujar Sasuke.
Sakura sumringah mendengar ucapan Sasuke. “Uchiha Sasuke tte” ia memiringkan kepalanya. Lalu menegakkannya lagi sambil tersenyum pada Sasuke. “Hai. Gomennasai.”

-000-

Di dalam kelas. Sakura tidak lagi menggunakan headsetnya. Ia duduk dengan tenang di kursinya, meskipun 'duduk tenang' yang dipaksakan. Ia tidak bisa berhenti mendengarkan suara hati teman-teman sekelasnya.
Brengsek! Yang benar-benar mendengarkan guru hanya beberapa saja! Selebihnya semuanya...” Sakura melirik teman-teman sekelasnya yang bisa ia tangkap dengan matanya satu persatu. “Gadis berambut ungu yang tadi pagi mengatakan takut untuk mengajakku berteman ternyata menaruh hati pada si pirang jabrik di sebelahku ini? Yang benar saja. Gadis yang kelihatan lembut itu menyukai laki-laki bertampang preman ini?
“Pfftt” terdengar suara tawa yang tertahan dari belakang Sakura. “Hahaha, kau menikmatinya?
Sakura membalikkan badannya ke belakang lalu menatap Sasuke dengan tajam dengan raut wajah yang sedikit tegang. “Kau benar-benar menikmati ini ya?” bisik Sakura kaku.
“Apa boleh buat.” jawab Sasuke sambil menyeringai.
Wajah Sakura memanas. Ia terlalu banyak mendengar rahasia orang lain hari ini.
-
-
-
-

To be continued..

Klik link ini untuk membaca langsung di fanfiction.net ^^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar