Selasa, 04 November 2014

Reason of the tears

Today's my friend wedding party. Kekkon omedeto gozaimasu, Neny-chan to ADC-sensei (?). :-D

Yah, ini saat yang membahagiakan. Mereka pacaran begitu lama dan akhirnya menikah. Tapi, bukan mengenai mereka, tulisanku ini. Dalam resepsi itu, I met my ex-boyfriend. It's a good thing that I came with my sister. Kalo sama pacar, apa jadinya? :-O
Aku tidak tau bagaimana yang terlihat, tapi aku merasa biasa-biasa saja. Tapi, tentu rasanya tidak sama seperti bertemu teman lama. Sangat berbeda. Aku memikirkan bagaimana perasaan pacarku jika tahu hal ini? Apa dia akan marah? Haruskah kuberitahukan padanya? Haruskah kusembunyikan saja? Merahasiakannya? Mengingat aku tipe manusia yang agak 'ember' aku mungkin tidak tahan menyimpannya sebagai rahasia. Tapi ternyata, aku bahkan tidak  bisa memberitahukannya kepada ibuku dan entah kenapa adikku yang notabene super 'ember' itu juga tidak mengungkit-ungkitnya begitu sampai di rumah. Kinda strange...
Dalam perjalanan pulang tadi, tiba-tiba saja ada perasaan sakit di tenggorokan. Aku mengingat alasan-alasan yang membuatku berpisah darinya. Begitu banyak hal yang bahkan tidak satupun kuungkapkan kepada siapapun. Hanya ada perasaan sakit dari begitu banyak keegoisan yang kuciptakan.
Saking sakitnya tenggorokanku, air mataku sampai keluar. Kalo bisa, mungkin aku menangis sambil berteriak-teriak mengeluarkan kesakitan itu.
Apa yang membuatku sakit? Tentu aku tau alasannya. Masih dengan keegoisanku, aku mengingat saat-saat dulu dia memuji perempuan lain di hadapanku. Bukan sakit karena cemburu, tapi sakit karena harga diriku merasa terinjak. Karena aku tidak memiliki apa-apa yang kubawa dalam diriku karena itu yang paling berharga bagiku hanya harga diri. Aku hanya benci saat aku merasa harga diriku terluka. Terlebih lagi saat dia tidak pernah mencoba memahami arti harga diri itu bagiku. Dalam diriku, aku hanya selalu berharap, di dunia ini setidaknya ada satu orang saja yang bisa memahamiku.
Saat memutuskan untuk berpisah darinya, aku tidak pernah berpikir untuk memperoleh yang lebih baik. Tidak ada sedikit pun pikiran "aku pasti bisa mendapatkan yang lebih baik". Tidak. Mungkin lebih tepat kukatakan bahwa saat itu aku hanya sedang melarikan diri. Tidak pernah ada pikiran, berpisah adalah jalan yang terbaik. Aku hanya merasa menemui kebuntuan. Dan memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi perjalanan itu, karena rasa "kebuntuan" itu adalah perasaan yang paling menyakitkan. Setidaknya itu yang kurasakan.
Aku hanya tidak bisa membuat alasan. Aku sendiri membutuhkan waktu lama untuk mengetahui kenapa aku menghentikan langkahku ketika menapaki jalan itu.
Saat itu, aku bahkan tidak tahu bagaimana cara meminta maaf dan berterima kasih.

Aku yang tidak tahu bagaimana cara mencintai. Aku yang tidak bisa mencintai dengan sepenuh hati. Aku yang bahkan tidak tahu apa itu cinta. Ketika dihadapkan dengan orang yang benar-benar mencintai dengan tulus dan sepenuh hati, rasanya ingin berlari dan bersembunyi. Aku hanya tidak sanggup memberikan apa-apa. Aku juga tidak bisa menjanjikan apa-apa, bahkan sampai saat ini pun. Beban karena tidak bisa mengekspresikan "cinta" itu juga terjadi. Karena yang terpenting bagiku adalah komitmen.

Dan yang kemudian kurasakan, kesedihan karena aku (entah mengapa) merasa sang mantan belum juga move on. Untuk itu juga aku menangis memikirkan apa yang telah kulakukan pada kehidupab seseorang. Memikirkan bahwa kesakitannya mungkin jauh lebih melebihi kesakitan yang kurasakan. Memikirkan bahwa tidak ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya.
I really am pathetic...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar