Senin, 26 Juni 2017

Suki na Hito Ga Iru Koto Part 3

"Apakah hari ini warung tutup?" Ia bertanya melalui messenger.

Ya, pagi itu di hari senin yang mendung dan dingin, aku sudah bersiap akan berangkat menuju warung bersama keluarga temanku, padahal hari itu kami berencana libur. Hujan gerimis terasa membasahi kap mobil yang telah terparkir di luar rumah. Gungmas sudah tak sabar, sudah mendekati waktunya untuk berangkat bekerja tapi suaminya belum juga keluar rumah, akhirnya dengan kesal ia berangkat kerja dengan motor. Hari itu, mungkin ada juga untungnya dia menggunakan motor karena setelahnya dia mengatakan di daerah Kuta banjir parah, ia bahkan sampai basah kuyup berlapis-lapis, menembus jas hujan yang dikenakannya. Aku tidak memiliki hal yang bisa kukerjakan hari itu. Aku ingin ke Kuta, ingin bertemu Masa tapi aku tidak bisa. Merasa resah dan gelisah, aku bertukar pesan dengannya. Mungkin hari itu adalah relay pesan messenger terpanjang yang pernah kami lakukan. Meskipun tidak begitu intens. Yang biasanya dia membalas pesanku 1x sehari, hari itu bisa dibilang kami mengobrol meskipun menggunakan bahasa Inggris. Aku tidak begitu percaya diri dengan bahasa Jepangku.

Aku yang selalu memulai obrolan. Mengucapkan salam, memulai topik. Dia biasanya tidak banyak bertanya tapi hari itu dia bertanya. Tentunya pertanyaan seputar kepentingannya. Tapi aku dengan senang hati menjawabnya. Aku memang gila. Hal tergila yang pernah kulakukan adalah "tertarik" padanya. Hingga pada suatu waktu ia bertanya, "Jam berapa aku dijemput di kost?" Ia bertanya tentang janji semalam yang dibuat Gustu untuk mengajaknya bersama-sama ke PKB (ia menyebutnya Denpasar Market, Lol). Hari itu karena warung tutup, ia tidak bisa memastikan kapan saat yang tepat untuk bersiap-siap menuju festival akbar se-Bali itu. Bolak balik aku bertanya pada Gustu untuk bisa memberi jawaban padanya. Banyak pertimbangan. Banyak permasalahan. Dengan terpaksa aku memberitahukannya bahwa rencana itu dibatalkan. Dan setelahnya aku menyesal setengah mati. Hanya karena temanku suami istri sedikit cekcok, dan tidak ada yang bisa diharapkan menjemput Masa, akhirnya aku harus berbohong. Aku benar-benar menyesal. Malam itu kami menuju PKB tanpa Masa.

Sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya merasa bersalah. Ini salahku dia tidak bisa ikut. Seandainya aku lebih bersabar, dan lebih tenang menghadapi situasi itu mungkin ada solusi lain untuknya. Tapi, mungkin ini sudah digariskan. Malam di PKB sangat tidak bisa kunikmati, aku merasa tidak berhak berada disana, aku bersalah pada Masa, aku tidak ingin menikmati apa yang tidak bisa dia nikmati, itulah yang kupikirkan.

Keesokan harinya adalah hari terakhir aku disana. Hari itu hujan lebat di Kuta. Sambil melakukan persiapan aku sesekali menoleh ke arah Masa yang sedang menikmati kopi dan rokoknya di warung sebelah. Ia sepertinya menikmati hujan hari itu. Di meja depan warung tempat biasanya aku menaruh tas ada jas hujan berwarna biru dan tas kecil putih. Itu milik Masa. Sambil bersih-bersih, aku sesekali memindahkan jas hujannya. Hari itu, aku mendapat kesempatan bersih-bersih lebih banyak karna hujan sampai-sampai keluarga di warung lain memperingatkanku untuk diam dulu. Tapi, kebiasaanku, aku melakukan segalanya sampai akhir. Jadi, aku tetap bersih-bersih dalam secara perlahan-lahan agar tidak menarik perhatian.

Begitu hujan berhenti aku tidak begitu ingat apa yang terjadi, sepertinya Masa memulai pekerjaannya membersihkan pantai. Seperti biasa, ia akan kembali ke warung, melepas sandalnya lalu mengambil sapunya, ia pun berlalu menuju pantai berpasir putih itu. Ia mulai melakukan pekerjaannya. Aku memperhatikannya betapa cepat ia bekerja. Tak berapa lama, karena sudah waktunya makan siang, Ajik memanggilnya untuk makan. Siang itu, kami duduk sambil makan nasi soto yang tadi pagi kami beli di pasar Kuta. Seperti biasanya Masa makan dengan cepat. Dan aku selalu selesai makan paling akhir. Apapun yang dia makan dia selalu mengatakan "enak".  Saat dia selesai makan aku bertanya padanya, "suki?" Dia menjawab, "soto ayam ka? I eat it everyday". Tidak peduli apapun yang dia makan dia pasti menyukainya.

Siang itu hujan lagi. Masa akhirnya menunda pekerjaannya, seingatku dia duduk saja di tempat biasanya, sambil mengecek ponselnya, lalu hanya satu kali saja dia mengeluarkan kamera lalu mengambil foto warung yg diguyur hujan. Dia duduk lagi sambil sesekali merokok. Anehnya, aku tidak mencium baru rokoknya. Lol.

Begitu hujan berhenti, dia kembali ke aktivitas kerjanya. Aku dan keluarga di warung juga memulai aktivitas. Saat siang aku duduk di depan warung sambil menunggu pelanggan, dari kejauhan aku sudah bisa melihat sosoknya, berjalan mendekati warung sambil menenteng sapu panjangnya. Dia kembali dari bekerja, saat dia melewatiku aku mengucapkan "Otsukare", dia berhenti sejenak dari langkahnya yang cepat lalu mengucapkan "arigatou". Dan seperti biasa, dia akan pulang menuju kostnya tanpa sepatah katapun. Anehnya aku hanya bisa memandanginya. Bahkan ketika dia meninggalkan pantai dengan motornya, aku bisa mengenalinya meskipun dia begitu jauh.

Aku bekerja di warung dengan senang, menikmati keramaian hari itu. Sekitar jam setengah 3 siang, datang pelanggan pria ke warung sendirian. Setelah dia membuat pesanan aku mengajaknya mengobrol. Banyak hal yang bisa diobrolkan dengannya, karena dia orang yang juga aktif bertanya. Kami membicarakan mengenai negaranya, membandingkan dengan negara ini, membucarakan tentang pemerintahan sampai pada bagaimana pemikiran masing-masing tentang sebuah negara dan apa yang paling penting. Setelah melalui obrolan yang begitu panjang kuberanikan diri menanyai namanya, namanya Srdjan. Dia turis dari Serbia. Orangnya tampan, putih dan dia seksi. Lol. Pria yang sangat menyenangkan. Kami juga membahas mengenai bahasa. Dia mengajariku bagaimana menulis dalam bahasa Serbia. Huruf Serbia lebih mirip Rusia. Karena asyik ngobrol dengan Srdjan aku sampai lupa menjemput temanku di tempat kerjanya. Lol.
Setelah selesai makan, Srdjan pergi setelah memberiku uang tip. Hvala (*´罒`*) (hvala artinya terima kasih dalam bahasa Serbia). Dan dia juga komplain dengan mata uang Indonesia yang katanya terlaau banyak nol. Lol. I thought so.

Anehnya hari itu tidak hanya Srdjan pelanggan yang datang sendirian. Berikutnya muncul Jason. Seorang turis dari Inggris. Dia bekerja di bidang musik tp bukan musisi. Mungkin pengarah suara atau sesuatu di bidang itu. Hebatnya dia bekerja di Kanada. Wow, bekerja lintas negara, bahkan benua.  Ngobrol dengan Jason tidak begitu banyak, karena orangnya lebih pendiam. Tapi, sangat menyenangkan. Ngobrol dengan orang dari berbagai negara, sangat menyenangkan. Kalau bisa, aku ingin melakukannya lagi. Lol.

Sore hari menjelang, seperti biasa Masa akan datang ke warung. Aku tidak begitu ingat apa yang kami kerjakan sore itu. Apakah makan mangga? Aku ingat sempat mengupaskannya mangga, dia sangat menyukainya, tapi aku tidak ingat kapan aku melakukannya. Setelah makan malam, dia bertanya tentang kepulanganku. Dia cukup kaget mengetahui aku akan pulang esok hari. Apakah dia hendak mengatakan sesuatu ataau tidak, aku juga tidak paham. Apa dia mempertimbangkan confession-ku? Entahlah, aku tidak berani bertanya. Selama beberapa hari itu aku benar-benar ingin tahu bagaimana reaksinya tp aku takut. Aku bahkan tidak berani membahasnya ataupun menyinggungnya. Aku hanya merasa akan mendapat jawaban yang tidak kuharapkan. Jadi, kuputuskan untuk mengatakannya saat aku kembali nanti.

Malam terakhirku di pantai Kuta, kami duduk berhadapan sambil mendengarkan lagu dari tape yang baru dipasang oleh gustu. Cooler box masih saja rusak sampai hari itu. Dan, semua berkumpul mengobrol, apakah hari itu Gungmas membuatkanku lime hangat? Sambil berkelakar bahwa aku ingin dibuatkan minuman itu olehnya. Lalu, di salah satu lagu yang berkumandang dari tape, ada satu lagu yang sepertinya disukai Masa. Aku tidak tahu lagu apa itu, tidak tahu judulnya meskipun aku pernah mendengarkannya sebelumnya. Dan sedihnya, aku tidak ingat seperti apa lagunya. Sampai sekarang aku tidak bisa memberitahunya judul lagu itu.
Malam itu, aku menceritakan tentang pertemuanku dengan Srdjan kepada Masa. Apa aku berlebihan? Karena aku bercerita dengan sangat bersemangat. Lol.

Dan sekali lagi, tidak ada yang terjadi di antara kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar