Senin, 17 Juli 2017

Srdjan from Serbia

Pada postingan sebelumnya, aku membahas sedikit tentang pertemuanku dengan turis eropa bernama Srdjan (baca: Sarjan) yang berasal dari Serbia. Kali ini aku akan menulis tentangnya karena menurutku dia memiliki kepribadian yang menarik dan sangat mudah diajak ngobrol.

Saat itu, awalnya aku duduk di tempat biasa menunggu tamu, saat akhirnya dia memutuskan untuk makan disana. Aku menuliskan pesanannya, memberikan pada Gustu agar segera dibuatkan, lalu kembali lagi duduk di tempat semula. Melihat dia sendirian, aku memberanikan diri mengajaknya ngobrol. Itu pertama kalinya aku mengajak turis ngobrol dan tidak menyangka akan mendapatkan respon yang sangat positif. "Waw, turis ternyata hanya butuh satu kata untuk mau membuat obrolan" pikirku.
Katakan "hello", mereka tipe manusia yang open-minded, karena itulah mudah diajak bicara. Atau cobalah buka dengan, "where are you from?".
Tidak semua turis sama terbukanya, tergantung dari seberapa tebal tembok di sekelilingnya. Lol
Dan untuk Srdjan, aku rasa dia punya tembok yang cukup tebal, hanya saja dia selalu menyediakan pintu di beberapa sisi temboknya. Hampir sama sepertiku.
Setiap manusia sebenarnya sama, semua punya tembok itu. Yang membedakan hanyalah apakah tembok itu tebal atau tipis, kalau tipis berarti orang itu begitu terbuka, temboknya mungkin bisa dengan mudah ditembus atau dirobohkan. Kalau tebal, cenderung kuat pendirian dan sulit ditembus. Pertanyaannya adalah apakah orang dengan tembok tebal itu selalu menyediakan pintu? Kalau ada pintu, apakah pintunya terkunci rapat, ataukah bisa dibuka dari luar ataukah harus dibuka dari dalam? Bila kita membicarakannya semakin dalam maka tak akan habis dalam satu postingan. Lol
Mari kita skip saja filosofi tentang manusia bertembok. Mungkin akan kubahas dalam postingan yang lain.

Kembali pada Srdjan.
Srdjan lahir dan besar di Serbia, sebuah negara kecil di Eropa yang baru-baru ini kuketahui merupakan perpecahan dari Yugoslavia. Kalau tidak salah, Serbia memisahkan diri dari Yugoslavia sekitar tahun 1999, setahun setelah peristiwa Trisakti di Indonesia. Saat membuka obrolan aku menanyakan padanya, "How's your country look like?" Dia menjawab, "Itu sebuah negara kecil yang tidak memiliki pantai, bahkan di negaraku hanya ada satu sungai yang membentang, selebihnya adalah hutan." Dia tidak begitu bersemangat menceritakan tentang negaranya. Aku bisa menyadari, bukan berarti dia tidak bangga pada negaranya sendiri, hanya saja mungkin tidak begitu banyak yang bisa diceritakan. Dia memuji Bali, mengatakan bahwa di Bali terdapat segalanya. Bali memiliki semuanya. "You're lucky to have live in this kind of place, Bali is amazing." katanya.

Beberapa kali Srdjan membandingkan negaranya dengan Bali.

Bersambung~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar